25 Jul 2013

MBOK TEMU MISTI _ MAESTRO TARI (terlupakan) BANYUWANGI

 
FOTO DI RUANG TAMU RUMAH MBOK TEMU



"Banyuwangi kembali memperoleh kehormatan berupa penghargaan dari PT Telkom Indonesia. Kali ini prestasi tersebut diraih oleh Temu Misti, penari Gandrung kebanggaan Banyuwangi yang dikenal dengan nama Gandrung Temu. Temu Misti dianugerahi penghargaan Kartini Indi Women Award 2013 atas kegetolannya melestarikan tarian khas yang dibawakan ketika menyambut tamu itu. Selain itu perempuan kelahiran 20 April 1953 juga mahir menyanyikan lagu Using dengan cengkoknya yang khas. Atas upayanya tersebut, Temu menyabet penghargaan kategori seni budaya" (30 April 2013)"

Sepotong berita yang saya dapatkan dari sebuah laman online resmi. Lalu iseng saya mengetik di "google" dengan kata kunci Gandrung Temu Misti. Hampir semuanya berisikan tentang Mbok Temu sebagai pelestari Gandrung asli Banyuwangi terutama untuk penghargaan terakhir dia di Kartini Indi Women Awards 2013.

Lalu bagaimana kehidupan dia saat ini? Dua hari ini saya banyak bersinggungan dengan perempuan yang lahir pada 20 April 1953, satu hari sebelum Hari Kartini. Saya yakin ibu nya Mbok Temu yaitu Supiah tidak merencanakan kelahiran anaknya satu hari menjelang Hari Kartini. Tidak seperti saat ini, ketika ibu hamil merencanakan kelahirannya sesuai moment agar terlihat keren. Memilih kelahiran pada hari Sumpah Pemuda mungkin? atau pada saat 17-an?

Oke kembali ke Mbok Temu. Bersinggungan karena saya mengantar mahasiswa pasca sarjana UGM yang akan menulis tentang biografi tentang Gandrung Temu Misti. Dia banyak bercerita, tentang banyak hal. Baik yang sudah saya tahu maupun yang tidak saya tahu. Tentang bagaiman dia kehilangan ibunya pada tahun 2008. Tepatnya Ibu Bu De, karena Mbok Temu sejak kecil tinggal bersama bu de-nya yang di panggil ibu. Bagaimana tentang kegagalan dia berumah tangga. Beliau menikah pertama kali usia 18 tahun dan suami berusia 20 tahun asal Desa Oleh sari pada tahun 1972. Pernikahan mereka hanya bertahan 2 tahun lalu bercerai tanpa anak. Lalu menikah kembali pada tahun 1977 dan kembali bercerai pada tahun 1980 lalu menyandang status duda hingga saat ini tahun 2013.

Saya bisa merasakan sebuah tekanan berbeda dari suaranya saat menceritakan suaminya yang kedua yaitu seorang duda dari desa Jelun.

"Apuo Rabi kadung di gawe kalah-kalahan. Di gawe antem-anteman. Ojo maning nggandrung, metu byaen rodo suwi mulih hing dibukakno lawang"

Untuk bertahan hidup Mbok Temu membuka warung di depan rumahnya yang sederhana pada tahun 1982 dan dia tutup di tahun 2006 karena penghasilannya berkurang dengan banyaknya toko baru yang dibuka. Sedangkan rumahnya sendiri ia bangun kembali pada tahun 1986.

Lalu bagaimana Mbok Temu saat ini?

"Sepi tanggapan wes Raa. Mosok mergo Mbok Temu wes tuwek. Gandrung hang enom-enom byaen yo sing payu"

Beliau sekarang memilih untuk mengisi suara, atau menyanyi istilahnya nyinden kesenian lain yang mengundang dia seperti hadrah, kuntulan ataupun orkes. Dia menari tanpa baju gandrungnya hanya agar bisa bertahan hidup.

Saya melirik sebuah pigura di atas. Sebuah pigura sampul Songs Before Dawn. Saat saya menyinggungnya. Mbok Temu seperti biasa tertawa renyah.


PIGURA SAMPUL SONGS BEFORE DAWN
Tahun 1980, suara emas Temu direkam Smithsonian Folkways, Amerika Serikat, milik Philip Yampolsky. Dalam album Songs Before Dawn yang dirilis 1991, Temu menyanyi sebelas lagu gandrung, antara lain, delimoan, Chandra dewi, dan seblang lokento. Bertahun-tahun, rupanya Temu tak pernah tahu kalau album itu dijual di sejumlah situs bisnis di Amerika dan Eropa. Di situs Amazone.com, CD Songs Before Dawn dijual seharga 16,98 US Amerika. Temu tahu, kalau saat itu suaranya direkam untuk kegiatan penelitian kebudayaan Indonesia. Ia dibayar Rp 250 ribu, tanpa sebuah surat kontrak.
Temu baru mengetahui sekitar tahun 2007 dari Farida Indriastuti, kontributor lepas kantor berita Italia yang melakukan penelitian tentang multikulturalisme. Konon kabarnya, album Temu itu mencetak penjualan miliyaran rupiah. Namun penghargaan kepada Temu, tak lebih dari sebuah figura berbingkai kayu coklat polos, berisi sampul album Songs Before Dawn. Figura itu dipajang Temu di dinding rumahnya

Menilik kembali penghargaan yang terakhir di berikan ke Mbok Temu. Ia mengeluarkan piagam penghargaan Kartini Indi women Award dari lemari nya di bagian atas. Deeg..... jantung saya serasa di godam. Piagam itu kosong. Tidak ada nama Temu Misti di sana. Dan Mbok Temu tidak mengetahui atau tidak menyadari? saya pun tidak mengungkitnya karena takut membuatnya kecewa.

PIAGAM KOSONG
"Isun oleh picis Raa..... tapi akeh hang motong"

Mbok Temu bercerita uang yang ia terima dari penghargaan itu ia belikan televisi yang agak besar, VCD dan sound system kecil. Agar ia bisa memutar lagu-lagu Banyuwangi, untuk mengajari nari, agar anak angkatnya yang saat ini kelas 6 SD di SLB tidak kesepian. Dan agar tetangganya juga bisa berkumpul di rumahny. TV nya kecil dan sudah lama rusak.

"Kadung kursi sofa iki di tukokno ambi produser". Ia menyebut nama salah satu produser di Banyuwangi.

Kalau boleh mengambil istilah sahabat saya Ika "Mbok Temu itu sebuah paradoksal, di daerah yang menjadikan Gandrung sebagai ikon budaya, namun nasib penari Gandrung sangat getir"

Jika pengambil kebijakan tidak segera mengambil sebuah langkah konkrit, saya yakin Gandrung nanti akan menjadi sebuah dongeng. Iyaa dongeng pengantar tidur, karena mereka tidak pernah tahu bahwa seni Gandrung itu ada dan nyata.

"Raa.... isun iklas lan nerimo. Kadung ono hang njuwut jatah isun nyang dunyo isun hing masalah. Kesuk nyang akhirat itungane"

Lalu Mbok Temu merapalkan sebuah mantra, "Hapal kan Raa" Saya tersenyum bahagia. Mantra yang saya tunggu selama 10 tahun sudah masuk ke telinga saya.

Menutup pertemuan dengan menceritakan kematian ibunya di tahun 20008 dan Mbok Temu hanya memiliki uang 4000 ribu rupiah. Fiuch........... Ini cerita tentang Maestro Tari asal Banyuwangi

ki-ka : AYU - MBOK TEMU - SAYA

Tidak ada komentar: