14 Mar 2010

ENDHOG-ENDHOGAN : TELUR BUKTI CINTAKU PADA RASUL

Mendatangi Banyuwangi pada bulan Maulud seperti kembali pada masa lalu. Dulu di masa kecilku, Bulan Maulid menjadi salah satu bulan yang kutunggu selain bulan Ramadhan. Dengan satu alasan aku suka dengan Pawai Endhog-endhogan! Kebetulan yang kedua aku berhasil sedikit mengabadikanya dalam tulisan dan kameraku!

Endhog dalam bahasa Indonesia artinya telur. Di Banyuwangi, khususnya di kalangan masyarakat Using, setiap merayakan Maulid Nabi Muhammad ada sebuah tradisi yang cukup menarik dan unik yang dikenal dengan Pawai Endhog-endhogan. Dan acara tersebut tidak hanya dilaksanakan secara akbar dan masuk dalam kalender wisata Kabupaten Banyuwangi, tapi juga diadakan oleh masjid-masjid, mushola-mushola kecil ataupun organisasi keagamaan.



Tidak ada literature yang menjelaskan sejak kapan budaya Endhog-endhogan ini muncul di Kabupaten Banyuwangi. Konon dari beberapa cerita tutur yang aku dapatkan, tradisi Endhog-endhogan ini muncul bersamaan dengan masuknya agama Islam di tanah Blambangan sebagai cikal bakal kabupaten Banyuwangi. Islam masuk di wilayah Blambangan dipengaruhi oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim yang berhasil menyembuhkan penyakit massal yang melanda tanah Blambangan. Karena keberhasilannya, maka Syekh Maulana Malik Ibrahim di nikahkan dengan Puteri Blambangan yang bernama Putri Sekardalu dan boleh menyebarkan agama islam di kalangan masyarakat dan tidak boleh di kalangan istana. Namun kenyataannya, banyak penghuni istana yang memeluk agama Islam hingga akhirnya Syekh Maulana Malik Ibrahim di keluarkan dari Istana Blambangan. Dari pernikahan Syekh Maulana Mali Ibrahim dan Puteri Sekardalu lahirlah seorang bayi yang kemudian di larung ke lautan dan kelak diberi nama Joko Samudra atau lebih dikenal dengan Sunan Giri.

Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang pertama-tama menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior diantara para Walisongo lainnya. Beberapa versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar. Menurut legenda rakyat, dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim berasal dari Persia. Maulana Malik Ibrahim Ibrahim dan Maulana Ishaq disebutkan sebagai anak dari Maulana Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro. Maulana Ishaq disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden Paku atau Sunan Giri. Syekh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Maulana Ishak mengislamkan Samudera Pasai. Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa (dalam legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun. Ia menikahi putri raja yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat terkadang juga disebut dengan nama Kakek Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.

Kembali ke budaya Endhog-endhogan tak bisa di pisahkan dengan kembang Endhog. Dulu kembang Endhog ini dibuat dari sebilah bambu kecil yang dihias dengan bunga kertas, Sedangkan telur rebusnya akan dituskkan melalui bambu kecil tersebut. Kumpulan dari kembang Endhog ini kemudian ditancapka pada Jodhang, yaitu pohon pisang yang juga telah dihias. Biasanya dalam satu Jodhang diisi 27, 33 ataupun 99 kembang Endhog yang menjadi symbol dalam agama Islam. Kemudian kumpulan Jodhang dan Kembang Endhog itu akan diarak keliling kampung, bisa dipanggul ataupun menggunakan kendaraan serta diiringi dengan alat musik tradisional seperti patrol ataupun terbang alias rebana. 

Namun dengan perkembangan jaman, Kembang Endhog sudah berubah tidak hanya berbetuk bunga kertas tapi berubah sesuai kreativitas masyarakat seperti barong, ularnaga, pesawat dan model-model yang menari lainnya. Selain itu telur tidak lagi ditusuk pada sebilah bamboo karena lebih cepat basi dan diganti dengan plastic yang digantunkan/ Selain itu bentuk Jodhang pun lebih beragam, seperti masjid ataupun rangkaian bungan yang lebih modern. Setelah diarak, kembang Endhog itu akan diletakkan di serambi masjid ataupun mushola dan para warga menikmati sajian makanan yang diletakkan pada ancak, yang terbuat dari papah daun pisang. Dan di masa kecil aku selalu menikmati saat-saat seperti itu. Menghias kembang Endhog, pawai, mendengarkan pengajian dan saat yang paling ditunggu adalah menikmati nasi dalam ancak dan pulang membawa Kembang Endhog. Jadi ingin kembali pada masa lalu. Fuich……





Kenapa harus telur? Seperti layaknya sebuah budaya yang banyak mempunai symbol. Telur mempunyai symbol yang kuat untuk sebuah kelahiran dan tentu saja kelahiran Seorang Rasul, Kanjeng Nabiku Muhammad SAW yang memberikan sebuah pencerahan pada jaman kegelapan. Sedangkan kembang Endhog dan bambu merupakan sebuah symbol dari jaman Jahiliyah. Sebuah symbol yang cukup indah bukan?
Namun aku ingin melihat dari sisi lain yaitu sisi budaya Kejawen yang aku yakini pada jamannya pasti berpengaruh besar di kehidupan masyarakat Blambangan.

Dalam Kitab Paramayoga diceritakan bahwa Batara Maya dan Batara Manik terjadi dari keajaiban telur dalam tiga kejadian. Kejadian pertama menggambarkan bahwa kulit telur menjelma menjadi Batara Hantaga (Togog) atau Tejamantri, dewa yang gagah perkasa. Kejadian kedua menggambarkan penjelmaan putih telur menjadi Batara Ismaya atau Semar, sedang kejadian ketiga menggambarkan perubahan kuning telur menjadi Batara Manik atau Batara Guru. Akibat perebutan kekuasaan antara Hantaga dan Ismaya atas tahta Kahyangan yang menyebabkan murkanya Hyang Wenang, akhirnya Togog diperintahkan menjadi pamong para raksasa dan Semar menjadi pamong para satria di Marcapada, sedang Guru menetap di Kahyangan.

Sementara ceritera yang umum yang saya ketahui, Hyang Tunggal melemparkan telur, dan kemudian telur itu bagian-bagiannya menjelma secara bersamaan:
- Putihnya menjadi Semar (Ismaya)
- Kuningnya menjadi Batara Guru (Manikmaya)
- Kulitnya menjadi Togog (Tejamaya) 

Putih telur menyimbolkan kesucian, sehingga Semar mewakili kesucian. Kuning telur/inti menyimbolkan kekuasaan, sehingga Batara guru mewakili para penguasa /pemerintah Kulit telur menyimbolkan keduniawian, sehingga Togog menjadi pamomong / mewakili orang-orang yang mementingkan keduniawian (para Kurawa /
raksasa). Kalau dihubungkan dengan simbolisasi burung sebagai roh dalam Kejawen, maka ceritera ini cukup "nyambung". Karena ketika orang meninggal, ia akan meninggalkan jasad dan segala keduniawian sedangkan ketika telur menetas menjadi burung ia akan meninggalkan kulit.

Lepas dari semua symbol setiap mayarakat mempunyai cara untuk mengekspresikan bentuk cintanya pada Sang Rasul. Termasuk cara masyarakat Banyuwangi yang mengekspresikan cintanya pada Rasul lewat sebuah telur.


Dan beberapa moment Endhog-endhogan yang terekam di kameraku. Aku merindukanmu


 namanya musik patrol.....musik khas dari tanah Banyuwangi

Anak dan ancak

mencari ibu guru.....


Ibu guru dan Kembang Endhog


Jodhang dalam bentuk lain


Ancak dalam pakaian adat


Budaya tak terlupakan

Keponakan yang lucu dan menyebalkan membuat perjalanan menjadi menyenangkan
Tunggu mbak Ira kembali yaaa



SECANGKIR KOPI PAGI DI TROTOAR YANG MENEMANIKU DALAM PERJALANAN

Dan aku tulis catatan ini ditemani dengan sebuah syair
Rindu kami pada mu Ya Rasul…..Rindu tiada terperi
Berabad Jarak dari mu Ya Rasul…serasa dikau di sini
Cinta ikhlas mu pada manusia…..bagai cahaya surga
Dapatkah kami membalas cintamu…secara bersahaja

Catatan ini aku persembahkan
Pada Ya Rab dan Rasul yang memberikan jalan terbaik untukku
pada Banyuwangiku dan semua inspirasiku yang tertinggal disana
Rindu ini tiada terbatas......





14 komentar:

Thariq mengatakan...

wow seruuuuu mbak Ira....

Unknown mengatakan...

acaranya rameee ya...

bintang mengatakan...

sebutannya aneh ya endhog. tapi bener emang seru acaranya. dan ada banyak cara untuk umat islam merayakan maulid RASUL

Ninda Rahadi mengatakan...

teman kos saya ada yang dari banyuwangi mbak... jadi pengin main

Slamet Riyadi mengatakan...

wah dari banyuwangi ya?
kalo disemarang sendiri ada arak arakan
kemarin waktu ke jogja ada sekaten
sungguh beragam dan kaya sekali budaya kita ya?

AISHALIFE-LINE mengatakan...

ramai gitu kayaknya sis...

Pekanbaru Riau mengatakan...

waah... menarik sekali...
saya bangga dgn blogger yg turut merawat seni, budaya dan wisata nusantara... :D

X-Blogger mengatakan...

Salam Kompak Dari Wannabe Blogger Bertuah, Pekanbaru Riau

munir ardi mengatakan...

meriah mbak ira seperti dikampungku wih gembira rasanya hati melihatnya

larroz mengatakan...

nice posting, aku juga arek bwi lo mba' belakang untag

Seti@wan Dirgant@Ra mengatakan...

rame banget acara maulidnya Raa...
Di Tanah Bugis juga setiap rumah punya hajatan, tapi nggak pake pawai.

sumono abdul hamid mengatakan...

tKS mbak Ira atas perhatiannnya untuk maulid nabi. Saya orang Banyuwangi, yg tinggal di Jakarta kebetulan lagi menulis Maulud Nabi, Barzanji, dan Kembang Telur untuk blog saya. Mohon izin untuk copy paste photo endog2an dan ancak.
Tentang kembang telor , menurut kyai sepuh di Banyuwangi, berbeda dengan pendapat mbak. Any way , bagus tulisannya dan tks atas perhatiannya untuk Maulud di Banyuwangi

Amritol mengatakan...

Ceritanya keren, bkin kangen, haru . . .

Mba penulis profesional ya . . .

wahyu nurdiyanto mengatakan...

menarik emang ini ndog2an. Cuman kalo telurnya ditusuk cepet basi tuh. Mending dikantongi telurnya :)