7 Okt 2009
PERBINCANGAN DUA JAM DENGAN BATU
I
terlalu lama dinda
kutelusuri sungai-sungai keruh saat burung-burung kecil tak bersuara
dan lagu-lagu cinta telah sirna ditelan masa
aku bercermin dalam bayanganmu antara samar dan jelas bagiku tak ada
II.
aliran sungai tak lagi menemani
bahkan riaknya mengeluarkan luka yang berdarah-darah
kakiku telah kusematkan pada batu tanpa nama
cintaku....cintaku bermuara pada lelaki yang tersisa
III.
pada batu-batu itu kini aku telah berlagu
pada angin yang telah tertulis pada tembok-tembok yang kian berkarat
aku merindukan wajahmu, wahai adinda
kemanakah burung-burung kecil dan kunang-kunang itu
sepanjang usia ku ceritakan pada riwayat-riayat hidupku
sampai mati, sampai akhirnya luka itu masih ada
IV.
dinding basah matahari tertawa
ah....ayangku tak perlu kau tuliskan pada dinding yang bisu
laguku bukan lagi sebuah rindu
tariku bukan lagi sebuah nyawa
ada patung diam tanpa darah
biarkan aku mati di bunuh rindu
biarkan aku tenggelam dalam cintamu
riak air bergelombang dan engkau adalah riak dalam samudraku
samudra yang maha samudra
cintaku.....cintaku, teruslah kau berlagu untukku
walau malam taklagi bernotasi
walau siang tak mampu lagi bermimpi
hitam bertemu siang, siang bertemu putih, putih bertemu malam
cintaku...cintaku, kau Pranacitraku dalam keabadian sebuah rindu
V.
tapi adindaku,
pusaran-pusaran bara aliran sungai itu
menenggelamkanku dalam cintamu
luka yang oleh tebing-tebing batu itu tertusuk dalam jiwaku
aku bernyanyi dan menangis di sini
adindaku,
pernahkah kau lihat senja yang semakin kelabu itu
dan lembayung senja itu kini mendatangkan rindu bagiku
tapi aku di sini masih berlagu untukmu
lagu-lagu itu tak lagi semerdu yang dulu
tapi, suatu hari nanti kau akan tahu
sebab jauh aliran ini akan mengalir melewati cintamu
mimpi-mimpi yang kemarin datang adalah kebangkitan sebuah cinta
tapi harapan dan kenyataan semuanya tak sama
adindaku, jangan kau sesali apalagi kau tangisi
pada badai dan keemasan yang datang pada kita
masih ada yang begitu jujur membangunkanmu dari segala mimpi atau igau yang tersisa
VI.
lembayung senja adalah syairmu
maka lukiskan aku dengan kata-katamu
telanjangi aku dengan matamu
dan aku akan menjadi bayi suci yang hangat dalam selmut pelukanmu
maka teruslah bernyanyi samudraku lewat kata-kata yang tak kau ucapkan
lewat kata yang tak kau syairkan
karena aku adalah pusaran api tanpa bara
teruslah kau lukiskan aku lewat mimpimu
walau waktu tak lagi berpihak padamu
dan aku akan terpejam pada saat aku menciumi sendiri nafsuku
cintaku....cintaku teruslah kau berlagu untukku, teruslah kau bernyanyi untukku, terus lukiskan tubuh telanjangku dalam syairmu
dan aku akan berdiri dengan sulur-sulur anggur yang menutupi bagian tubuhku yang kau kagumi
walau itu mimpi sang waktu
walau itu lagu tanpa notasi
kau....Samudraku yang sirami aku dengan kata yang kau ungkap dengan sebuah lagu
Malang, 10 mei 2003
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Nice poem...
Kirain tadi saya bakal menghabiskan waktu 2 jam untuk membacanya..
hihihihiih
@ bandit: hehehehh...masih banyak waktu yang akan ku tulis untukmu
Posting Komentar