"Bagaimana kabarmu?"
Pesan itu sengaja kuselipkan, sebab aku benar-benar tak tahu takdir apa yang kau jalani hari ini. Aku juga merasa takut kehilangan ingatan satu sama lain, dan tak tahu lagi bagaimana cara untuk saling menyapa di suatu ketika.
"Ingatkan aku tentang pertemuan itu. Pertemuan yang telah membuat kita tersenyum menutupi ragu. Juga pertemuan-pertemuan sesudahnya".
Kalimat itu yang membuatku berlama-lama duduk menunggu dengan wajah kosong dan kadang berubah-ubah. Galau, begitu istilah sekarang
Kau tahu aku tak begitu suka dengan perpisahan. Sebab perpisahan begitu menyedihkan, dan kau akan menertawakannya ketika kau tahu aku menangis sendirian dari balik jendela yang terkunci rapat. Tak perlu kau tahu kalau mataku sembab berkaca-kaca menitikkan air mata. "Seperti perempuan saja. Perempuan itu rumit." Aku yakin kau akan mengatakan demikian
Pertemuan kita seperti pertemuan embun dan mentari
Cahayamu seperti menelusup dari celah jendelaku yang masih tertutup, mencoba memasuki ruang kesadaranku yang kian menyempit
Seketika, aku merasa keluar dari jendelaku yang mengunci ruang sunyiku. Aku berjalan, lalu berlari sekencang-kencangnya.
Tak jelas arah, hanya berputar-putar saja
Kau menjelma seperti kekasihku saja. Matamu yang tak pernah kulihat, telah kubayangkan bermata bundar bening. Sebening purnama. Seteduh oase di gurun pasir. Dan kata-kataku seperti kembang melati yang semerbak mewangi, atau bak mawar mekar yang ingin kuberikan kepadamu. Aneh bukan?!
Kau boleh menertawakan keanehan ini, sebab akupun seringkali ingin tertawa. Keanehan itu lantas menjebakku dalam nostalgia gila dan menikmati hal-hal semu dan absurd diantara kita. Seperti tak pernah habis, tak pernah terkikis
Selamat pagi. Aku mencintaimu tanpa perlu memilih banyak kata untuk berbicara
Banyuwangi, 12 November 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar