: lebih baik berpisah dengan rindu dari pada bersama dalam kejemuan
“Aku ada script Sultan Mahmood Mangkat di Julang. Dan itu yang akan kita pentaskan”, kata Bang Bur pada satu waktu.
Jujur
saya mengernyitkan kening. Judul yang sedikit membingungkan. Saya
menyambung-nyambungkan, mencari benang merah dengan kemampuan bahasa
Melayu saya yang tidak seberapa ini. Mangkat itu artinya mati, wafat,
meninggal. Julang itu di junjung atau di angkat. Lalu … apa hubungannya?
Apakah ada seorang raja yang mati pada saat di junjung?
“Ingat
petatah petitih raja adil raja di sembah, raja zalim raja di sembah?”,
katamu suatu waktu. Saya mengangguk tegas. “Dari kisah itu lah petatah
petitih itu keluar. Nda….”
Saya membaca script tersebut
sekilas. Menarik … dan sengaja saya selipkan di antara buku yang saya
bawa dalam perjalanan saya. Perjalanan? Iya … saya harus ke Jawa awal
bulan Juni lalu. Sebuah perjalanan yang tidak saya rencanakan
sebelumnya. Perjalanan yang saya lakukan saat saya merasa dalam sebuah
titik jenuh dengan kemunafikan yang selama ini saya lakukan. Script itu
saya baca serius pertama kali di atas pesawat dari Batam – Surabaya.
Dan saya mengakhiri membaca scrip itu dengan sebuah helaan nafas yang
berat. Tragis ………
Saya bisa membayangkan betapa hancurnya
Megat Sri Rama, seorang Laksamana yang mengetahui Wan Anom istrinya
mati karena di bunuh oleh Tun Bija Ali atas perintah Sultan Mahmood. Tau
alasannya apa? Sederhana karena Wan Anom mencicipi buah nangka milik
Sang Sultan karena dia sedang hamil dan mengidam. Ah … tragis, padahal
Megat Sri Rama telah menjalankan perintah Sang Sultan untuk membasmi
para Lanun. Keadilan macam apa ini……..? saya pikir impas saat Megat Sri
Rama membunuh Sultannya sendiri walaupun akhirnya dia juga harus mati
karena lemparan keris Sultan Mahmud di ujung ibu jari kakinya ….Saya
pikir cerita ini lebih tragis dari Amok Hang Jebat yang melibatkan
intrik persahabatan, percintaan ... Ini adalah pembelaan atas istri nya
.... atas pengabdiannya pada raja yang Dzalim..... sebuah keadilan
..... Saya jadi ingat negara saya tecinta Indonesia Raya ......
Hal ini juga yang mengawali terpecah belahnya Suku Laut.
Karena
Orang Laut menolak mengakui wangsa Bendahara yang naik tahta sebagai
sultan Johor yang baru, karena keluarga Bendahara dicurigai terlibat
dalam pembunuhan tersebut. Ketika pada tahun 1718 Raja Kecil seorang
petualang Minangkabau mengklaim hak atas tahta Johor, Orang Laut
memberi dukungannya. Namun dengan dukungan prajurit-prajurit Bugis
Sultan Sulaiman Syah dari wangsa Bendahara berhasil merebut kembali
tahta Johor. Dengan bantuan orang-orang Laut (orang suku Bentan dan
orang Suku Bulang) membantu Raja Kecil mendirikan Kesultanan Siak
setelah terusir dari Johor.
Pada abad ke-18 peranan Orang
Laut sebagai penjaga Selat Malaka untuk Kesultanan Johor-Riau
pelan-pelan digantikan oleh suku Bugis.
Kematian? Kenapa lagi semuanya harus berakhir dengan yang namanya Mati?.
“Karena
memang tidak ada yang abadi di dunia ini Nda”. Katamu saat itu.
Termasuk sumpah bahwa keturunan Laksamana Bentan dilarang untuk
menginjak Kota Tinggi atau johor Lama. Yang melanggarnya maka akan
muntah darah. Ah … seandainya saya keturunan Laksamana saya akan langgar
kuntukan itu ……!!!!
Dan dalam perjalanan 2 minggu saya di
jawa saya tetap berusaha mencari data tentang peristiwa itu. Sejarah
atau hikayat? Entah lah ….. tapi saya menemukan sebuah data bahwa Megat
Sri Rama meninggal pada 29 Oktober 1698 setelah menikam Sultan Mahmud
Syah pada 23 Oktober 1698. Itu tandanya ada jeda 1 minggu antara
pembunuhan Wan Anom dan matinya Sultan Mahmood. Dan satu lagi, makam
Laksamana Bentan dan Istrinya Wan Anom ada di Kompleks Makam Kampung
Kelantan. Malaysia? Apakah ini sejarah? Atau sekedar sebuah hikayat? Dan
sepertinya saya tidak mempunyai ilmu yang berkompeten untuk menentukan
apakah ini sejarah, hikayat atau hanya sebuah kisah? Saya hanya
menikmatinya saja …….
Raa…. Kamu itu orang Indonesia,
kenapa juga harus peduli dengan Melayu yang notabene punya Malaysia.
Sebuah pesan masuk ke inbox Fb saya …… Saya tertawa…. Saya hanya
membalasnya, “Apa kamu lupa Bahasa Melayu itu adalah induk dari bahasa
Indonesia? Atau mungkin kamu pura-pura bodoh dengan melupakan sejarah?
Indonesia atau tidak Indonesia diriku tidak di dasari dengan kecintaan
saya pada melayu. Indonesia itu bukan hanya Jawa bung!!”
Dan
akhirnya saya harus menyelesaikan perjalanan backpacker saya 1 minggu
lebih cepat. Alasannya sederhana, karena saya harus kembali ke Batam
untuk bergabung bersama sahabat-sahabat saya di Batam Bisa Production.
Hhhhmmmm …. Ternyata Bang Bur lebih kuat menyuruh saya pulang dari pada
tanggung jawab saya kepada yang lain.
Pentas Bulan Mengambang di Kampung Tua Dapur 12.
Iya
… saya telah mengalami proses kembali. Hasil itu penting tapi yang
lebih penting bagi saya adalah proses untuk menuju hasil. Walaupun untuk
pentas bulan mengambang kali ini saya tidak begitu banyak terlibat
karena saya masih melewati proses tersendiri dalam hidup saya. Dan itu
alasan saya saya menuliskan
: lebih baik berpisah dengan rindu dari pada bersama dalam kejemuan
Saya
tahu, saya mengerti. Dalam kehidupan terkadang ada sebuah kebosanan,
dan mungkin itu juga yang kita alami. Bosan …. Lelah ….. masalah …..
semuanya menyatu yang membuat kita malas untuk beranjak dan bergerak.
Atau pertanyaan sederhana, “apa sih yang kita dapatkan? Cuma capek,
lelah, bersitegang, cemburu, marah dll” . Tapi bukan kah ada sebuah
perasaan tenang dan puas saat kita berdiri bersama dan para penonton
bertepuk tangan menikmati karya kita? Saling mengerti, saling
menggenggam tangan, saling mengkuatkan, saling mengisi. Hal-hal
sederhana yang membuat kita semakin dekat dan menjadi sebuah keluarga
baru bukan?
2 minggu saya pernah merasakan kerinduan atas
kebersamaan itu. 2 minggu saya rindu dengan Bang Bur yang selalu
menciptakan kalimat ambigu yang membuat saya selalu mengernyitkan kening
dan memaksa saya belajar bahasa ilmu komunikasi. Saya kangen Kak Mona
yang selalu menyediakan bahunya dan menjadi kotak rahasia saya serta
supplier tiket pesawat saya. Bang Jebat yang selalu membuat saya
memonyongkan bibir karena selalu mengatakan bahwa saya adalah orang
Jawa. Bang Aripin yang dalam diam nya selalu memberikan support dan
mengatakan, “Kamu juga berhak bahagia Raa”. Bang Pardi yang selalu
semangat walaupun dalam keadaan sakit dan saya belajar padanya untuk
tidak mengeluh. Bang Rahmad yang selalu mengatakan bahwa perempuan itu
luar biasa. Kak Icha yang dengan kelemah lembutannya membuat saya
bertekuk lutut dan tidak bisa membantah. Jun, Criminal Partnerku yang
luar biasa. Arul yang selalu mengirimkan pantun walaupun saya tidak
pernah saya balas. Pak Sholeh dengan atribut cincin dan Sukarnoismenya
yang cukup kuat. I Love u all. Kalian lah salah satu alasan saya kembali
ke Batam.
Dan saya telah mengalami perpisahan saat saya
rindu. Wakaupun mugkin kita pernah mengalami sebuah titik kejemuan dalam
perjalanan kebersamaan kita.
Dan mari kita sama-sama
melakukan perlawanan, pemberontakan yang terinspirasi dari mereka yang
tergusur dengan kerja keroyokan. Kata Bang Jebat , “Batam Bisa
Production adalah nama yang kami pilih, kami membentuk komunitas ini
sebagai tempat berkumpulnya orang yang ingin berbuat untuk Budaya Melayu” Walaupun saya bukan Melayu tapi sederhana, “Dimana Bumi Dipijak, disitu langit diJunjung”
Ahhh…
saya bangga menjadi bagian dari kalian. Dan esok tanggal 7 Juli 2012
mari kita sama-sama menjaga lentera yang akan kita pasang di Kampung Tua
Dapur 12 untuk menggelar kembali Pentas Bulan Mengambang yang ke 5 …..
Luar biasa …..
Walaupun nanti akhirnya kening kita akan
berkerut dengan hitung-hitungan angka , nombok dan harus ijin kerja
karena kelelahan yang luar biasa. Bukankah hidup itu harus bergerak
kawan?
“Kenapa namanya Dapur 12 Yah?”
“Karena di sana ada tungku .. atau dapur yang fungsinya untuk membuat arang”, katamu menjelaskan.
Seperti biasa saya selalu mengernyitkan kening jika tertarik dengan sesuatu. “Tulislah …….” Dalam hati saya mengiyakan.
Ah ….. melayu selalu membuat saya jatuh cinta berkali-kali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar