9 Apr 2017

MENGULANG SYUKUR



"Ada sebuah legenda yang pantas didengar kembali.

"Alkisah, ada seorang raksasa patah hati. Sebuah tragedi melukai hatinya. Raksasa itu berlari ke tengah lautan yang dalamnya hanya sebatas pinggangnya'-' saking besarnya raksasa itu. Dia menangis tersedu di sana, memukul mukul nestapa permukaan laut. Meraung. Menggerung

"Berhari hari kesedihan itu menguar pekat. Raksasa yang sedih membuat ombak lautan menjadi tinggi. Awan hitam bergulung. Petir dan guntur menyalak di antara raung kesedihannya. Badai melanda pesisir. Kekacauan terjadi dimana-mana. Sungguh malang nasib raksasa itu, kesedihannya seperti kabar buruk bagi sekitar. Penduduk tahu betapa menderitanya raksasa. Tapi mereka tidak bisa berbuat apa pun.

"Setelah sembilan belas hari raksasa itu masih menangis di tengah lautan, peri laut memutuskan melakukan sesuatu karena tempat tinggal mereka di laut dalam juga terganggu. Peri menemui raksasa. Menawarkan sebuah solusi yang tidak pernah terpikirkan. Bagaimana cara menghilangkan kesedihan sang raksasa.

"Aku tahu betapa sesaknya rasa sakit itu. Setiap hela nafas. Setiap detik. Laksana ada beban yang menindih hati kita. Tangisan membuatnya semakin perih. Ingatan itu terus kembali, kembali, dan kembali. Kau tidak berdaya mengusirnya, bukan?

"Aku bisa membuat seluruh kesedihan itu pergi selama lamanya. Tapi harganya sangat mahal. Apajah kau sungguh sungguh ingin menghapus kenangan yang menyakitkan itu? peri menawarkan obat terbaik.
"Raksasa sudah tidak tahan lagi. Dia ingin melenyapkan seluruh ingatan, seluruh kesedihannya. Maka tanpa berpikir panjang dia mengangguk.
"Malam itu, saat purnama tertutup awan, peri memgambil seluruh kesedihan milik raksasa dengan cara mengubah raksasa itu menjadi batu. Saking besarnya tubuh raksasa, batu itu menjadi sebuah pulau. Seketika tubuhnya membatu. Badai reda, awan hitam pergi. Seluruh kesedihan telah hilang.
------------------------------------------------------------------

Lail terdiam.

"Jika kamu dalam posisi raksasa itu, apakah kamu akan memilih jadi batu, Lail?"
Lail menggeleng. "Itu tidak menarik dibicarakan, Maryam"

(Novel Hujan - Tere liye - bab 20)

Semacam Lail, saya memilih menerima dan memeluk erat erat kenangan terburuk dalan perjalanan saya tanpa perlu mesin yang memodifikasi ingatan dan menghapus kenangan buruk yang sudah dijalani.
"Bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat erat semua hal menyakitkan yang mereka alami" (Epilog Hujan)
Jadi terima saja kenangan masa lalu dari pada disulap jadi pulau besar oleh peri laut dan hanya jadi persinggahan para pelaut yang kangen daratan.
Ini hari kelahiran saya. Sudah menua saja. Waktu berjalan sengan cepat. Walau saya merayakan seorang diri dengan membeli sepotong cupcake dan menghadiahi diri sendiri bantal traveling, saya memilih untuk bahagia. Karena saya menyakini banyak doa doa terbaik untuk saya di hari ini.
Pasangan bukan doa pertama yang saya minta. Tapi sehat dan diberi kesempatan lebih banyak untuk berbuat baik pada orang lain. Tidak menyakiti orang lain. Lebih banyak meminta maaf dan mengucapkan terimakasih.

Untuk njenengan yang sudah mendoakan saya, doa yang sama saya haturkan.
Selamat mengulang syukur Raa

Banyuwangi, 8 April 2017

Tidak ada komentar: