20 Feb 2014

ROKOK DAN NASI BUNGKUS




Ini malam minggu. Dan saya menutup hari ini dengan makan malam yang ditunda sengan makan sore di warung kopi mbak Susi.

Perut saya sedang berdamai saja dengan nasi bungkus.

Saya harus berbagi meja dengan sekelompok anak muda. Ada sekitar 10 an orang. Saya taksir usianya mungkin masih SD atau SMP. Saya tidak peduli mereka karena lebih peduli dengan perut saya yang kelaparan. Kata "jancuk" mereka kepada saya karena makan satu meja bersama mereka hanya semacam angin lalu.

Finish. Nasi bungkus dan pernak perniknya sudah habis. Tinggal teh jahe panas saja.

Saya baru sadar gerombolan anak-anak "bayi" yang masih berusia belasan ini ternyata sebagian besar merokok, tentu dengan gaya 'songong' nya. Saya tersenyum miris sambil bilang dalam hati, "Loe pikir kalo loe rokokan loe keliatan keren"

Saya ndak habis pikir. Harga sebungkus rokok di Singapura berlipat-lipat dibandingkan harga rokok di Indonesia. Konsekwensinya rokok menjadi barang elit yang hanya bisa dibeli dengan orang-orang berduit.

Di negara lain gambar rokok dilengkapi dengan organ-organ tubuh yang rusak akibat nikotin.

Lalu bagaimana di Indonesia? Anak SD bisa membeli rokok denga bebas. Belum lagi iklan rokok di Indonesia dengan model yang badannya keren, bertemakan petualangan, adventure. Jadi secara tidak langsung akan membuat pola pikir bahwa perokok itu keren.

Saya punya sahabat yang buat saya geleng-geleng kepala. Benar-benar menerapkan pola hidup sehat. Bahkan memutuskan untuk tidak menjadi perokok pasif. "Hanya orang aneh yang bilang rokokan itu keren. Rokok itu racun". Saya hanya ketawa ngakak saat suatu hari dia maki-maki keluar dari ruang teater karena seluruh penonton di dalam merokok padahal ruangannya tertutup.

"Nggak rokokan juga ntar mati Raa"
"Tuh tetanggaku dia rokokan juga nggak mati-mati Raa"

Heii apa kamu pikir rokok itu semacam obat nyamuk baygon yang sekali teguk bisa bikin nyawa kamu hilang

Saya hanya prihatin saja sama anak-anak "bayi" yang masih berusia belasan di samping saya ini. Uangnya juga masih minta sama emaknya. Mana mungkin mereka kerja. Belum lagi organ tubuh mereka yang masih sempurna harus beradaptasi dengan nikotin. Saya berdoa saja semoga mereka tidak impotensi seperti larangan dan bahaya merokok yang ditulis kecil dan "nyelempit" di bungkus rokok.

Baiklah bicara rokok ini sudah bicara ranah yang lebih luas. Belum lagi dia menghasil kan pendapatan terbesar bagi negara. Rokok masang iklan di sekolah. Rokok mensponsori acara anak muda bahkan acara olahraga. Saya pikir ini hanya ada di Indonesia.

Kalau saya ini presiden negara Endonesia maka saya akan menyuruh membuat iklan rokok dengan aktor yang kurus dan sakit-sakitan dengan setting tempat di rumah sakit.

Raa... Rokoknya nggak laku dong. Negara jadi miskin dong? Pemasukan dari pajak akan berkurang.

Maka saya akan bilang. Bodoh! Indonesia ini kaya. Penghasilannya bukan hanya dari rokok doang. Perikanan. Pertanian dan banyak lagi yang lainnya.

Dan untung saya ndak akan pernah jadi presiden di Endonesia. Oh malangnya negara saya tercinta. Ini baru rokok! Belum lagi yang lainnya.

Saya berdoa semoga saja emaknya anak-anak ini mengurangi jatah uang jajan biar nggak sanggup buat beli rokok. Atau berdoa semoga saja emak dan bapak krucil-krucil ini lebih perhatian sama anak-anaknya.

Baiklah Raa. Ayo pulang. Sepertinya kamarmu cukup nyaman untuk tidur malam ini. Kamu lelah kan? Tiba-tiba saja saya mual mencium jaket saya sendiri. Bau asap rokok campur bau matahari dan asap kendaraan.

Sebentar... Salah satu yang saya suka adalah tidak ada lagi yang minta uang lagi kepada saya dengan alasan uang rokok! Horeee.... Ini menyenangkan sekali.

Tuhan. Saya selalu mengucapkan terimakasih atas hari ini.

Teh Jahe nya sudah habis.

Tidak ada komentar: