25 Jul 2013

TEKA TEKI




Sepagi tadi, pagi sekali saat saya bangun ada suara kucing di belakang rumah. Kali ini kucing liar berwarna kuning kemerahan.

Saya tersenyum sendiri. Tuhan itu Maha Luar Biasa. Ia telah menggantikan kucing hitam putih yang mati beberapa hari lalu. Kucing hitam putih yang kematiannya membuat saya sangat kehilangan dan saya mampu menunggunya berjam-jam sampai ia benar-benar mati dan tidak ada gerak di perutnya yang masih menggantung puting untuk susu anaknya. Menemani mendengarkan dengkuran menghadapi kematian.

Menggebu-gebu saya menceritakan kematian ini kepada sahabat saya Pak Cik. Dia hanya bilang setiap makhluk yang bernyawa sudah membawa cerita masing-masing. Sedangkan Mas Kisma yang berkata, "Kucing itu kalau mau mati balik lagi ke tempat di mana ia di lahirkan Raa". Dan saya hanya bilang, "Keren ya Mas.... kalau manusia tau kematiannya, pasti waktu pulang kampung nggak harus harus lebaran".

Kematian kucing hitam putih bukan kematian yang pertama bagi saya. Saat saya duduk di kelas 2 SD saya mengenal kematian yang pertama. Ibu selalu memaksa saya untuk mengunjungi makam Ayah saya menjelang puasa. Hingga akhirnya saya terbiasa dengan sebuah kematian satu persatu. Sampai saya tidak punya air mata. Mungkin hanya sebuah nafas berat simbol sebuah kehilangan.

2013. Usia saya tidak lagi bisa di katakan muda. Walaupun hati kecil saya menolak jika saya di panggil Bu di depan nama saya. Dan sudah berapa kematian? lebih dari jumlah jemari tangan kanan saya.

Saya harus kembali bernafas berat jika berdiri di tengah makam keluarga. saya hapal satu persatu nama belasan nisan yang ada disana. Tapi saya tidak punya kekuatan lebih untuk membersihkannya dengan dua tangan saya. Apalagi dengan semak yang meliar. Duh Gusti.... saya hanya bisa duduk manis di sebelah kuburan ibu dan mencabuti satu persatu rumput dan membiarkan bunga ilalang tumbuh di atasnya. Buat saya bunga ilalang itu keren.

****

"Dek... kalau di Makasar nggk ada nisan. Yang ada cuma bongkahan batu di atasnya"

"Lo kalau mau berdoa gimana Pak? Nanti kuburannya ilang dong

"Berdoa itu bisa di mana saja. Semua ini bumi Tuhan. Adik mau berdoa di Banyuwangi atau di Makasar tetap saja menuju Tuhan kan? Nisan itu hanya simbol. Bahkan bapak kalau mati tinggal di lempar ke lautan juga nggak apa-apa.Itu kalau bapak lagi berlayar dan tugas berbulan-bulan"

Membayangkan saja saya ketakutan.

Saat bapak saya meninggal, saya protes ke ibu yang selalu memaksa saya ke kuburan ibu. Tentu dengan alasan-alasan yang diajarkan almarhum bapak saya.. Dengan datar, ibu saya berkata, "Untuk mengingat kematian dek...". Tanpa banyak bicara saya langsung saja mengambil sepeda mini dan mengayuhnya ke makam.

****

Saat kucing hitam putih mati, pagi sekali saya menyeret-nyeretnya menggunakan plastik hitam den menguburkannya di tepi Pantai Cacalan. Saya berharap dia bisa mendampingi Neptunus dan dia tidak kesepian seperti saya. Tentu di istana laut akan lebih ramai dibandingkan saat dia tinggal di rumah sukowidi. Di sana ada Neptunus, Patrick, Spongebo, Sandy, Mrs Crab dan semuanya.

Tuhan selalu mengirim pengganti kembali bagi yang telah pergi. Termasuk kucing kuning kemerahan yang saat ini tidur di atas jok motor saya.

"Lelaki adalah teka-teki yang sulit di jawab. Perempuan adalah teka-teki yang tidak masuk akal dan kematian adalah teka-teki yang tidak ada jawabannya"

~ Finish

Tidak ada komentar: