5 Jul 2012

WELCOME TO MY PARADISE

 #
Welcome to my paradise

Come and take a look out through my eyes,

and you decide,
Why people act this way
People theiving, fighting, telling lies,
they criticize,
and hate each other

Margarita di tangan saya. Warna hijaunya membuat mata saya terbuka. Padahal mata saya belum juga terpejam. Saya merayakan kekalahan dengan cara saya sendiri. Tequila dengan dasar koktail, saya suka dengan trople sc dengan rasa asam jeruk nipis dengan rasa asin setiap bibir saya menyentuh ujung gelas. Luar biasa … badan saya bergoyang mengikuti dentaman music. Sama seperti seperti gerakan saat saya berdzikir dulu. Sama-sama merasa bebas. Dan akhirnya saya membalas dendam pada Tuhan dengan cara saya sendiri.

“Tuangkan lagi untuk saya ….”

Saya meneguknya. Otak saya semakin liar. “Turun mbak?”. Saya mengibaskan tangan. Saya menolaknya . Saya hanya ingin menikmati musik. Dan membetulkan letak rambut saya yang sudah saya potong pendek. Mata saya terpejam  dan kepala saya terkulai di atas meja. Saya benci dengan kebohongan yang selama ini saya simpan. Saya ingin menjadi diri saya sendiri. Saat pengorbanan yang telah saya lakukan ternyata semuanya sia-sia….


Natures colours all have changes somehow,

the seas are brown,
the skies are thick and grey
All of these things make me fell so down,
and think about,
finding- my own place
Saya menyapukan pandangan saya di ruangan ini. Tidak jelas. Tapi yang pasti saya berpikir disini adalah tempat orang-orang jujur. Iya … jujur berperilaku seperti binatang. Berpeluk, berpagut … mengangkat botol tanpa ada tedeng aling-aling. Sedang di luar sana. Membawa nama-nama Tuhan tapi kelakuannya sama seperti mereka yang ada di dalam ruangan ini. Saya melirik ke arah jam 3. Perempuan masih muda berbaju putih ketat meliukkan badannya mengikuti music. Ada rangkaian bunga di atas kepalanya.  Tertawanya bebas dengan gigi-gigi kecil dan rapi. Berkali-kali berpindah pelukan, bahkan sesekali menerima colekan tepat di dagu dan hidungnya. Dia terbawa bebas. Di sini saya menemukan ketidakmunafikan. Setiap orang mempunyai sisi hitam bahkan sangat hitam, tapi tidak harus menutupinya dengan dalil-dalil agama yang membuat dia nampak sebagai makhluk suci.Sebagai panutan? Saya tersenyum sinis mengingat kamu.  Saya meneguk kembali isi gelas saya.


Keringat saya semakin membanjir , bahkan membasahi ujung krah kemeja tipis saya. Kepala saya memberat, tapi tangan saya masih asyik membalas pesan-pesan sahabat saya. Apa yang mereka pikirkan jika memergoki saya seperti ini? Mungkin sederhana. Mereka akan menambah banyak botol di hadapan saya dan meneruskan pesta bersama-sama. Saya menegakkan kepala dan menyangganya dengan kedua tangan saya. Mata saya terpejam.

“Ini untuk kamu ….”, katamu senja itu.. Saya membukanya. “Kitab suci….” Saya berbisik perlahan. Apakah dia pikir saya sangat bejat hingga harus membaca kita suci setiap hari. “Agar kamu semakin mengenal Tuhan mu”. Saya tersipu ……Saya seperti perempuan kebanyakan. Akan berpikir indah jika seorang laki-laki memberikan kitab suci. Sebuah komitmen. Sebuah pernikahan. Sebuah ikatan suci. Sebuah perhatian yang artinya adalah ia ingin saya menjaid perempuan baik-baik yang akan mendampingi dia. Pelan dan pasti saya memperbaiki diri. Satu persatu baju-baju saya mulai panjang. Ucapan-ucapan saya bernada religi. Menekan keegoisan saya. Hinga akhirnya saya memutuskan dalam sebuah titik mengabdi. Iya betul … sebuah titik pengabdian kepada laki-laki yang telah memberikan saya kitab suci itu. Menyediakan semua nya untuk dia. Bahkan kalau seandainya dia menyuruh saya untuk membasuh kakinya maka akan saya lakukan. Walaupun saya harus melangkah tersuruk-suruk untuk membahagiakan lelaki itu. Menjadikan dia lelaki yang hebat. Lelaki yang luar biasa. Selalu berada di samping dia. Mendampingi dia entah saya berada di depan dia atau pun di belakang dia sekali waktu. Iya …  walau saya adalah yang kedua.

“Kamu mencintai perempuan itu”
“Dia hanya saya anggap adik”
“Saya bisa membaca mata kamu”
“Kamu hanya mengada-ngada. Itu hanya perasaan kamu saja”
“Kamu menjemput dia”
“Aku hanya menolong dia. Kamu saja yang berpikir negative. Aku capek kamu curigai seperti ini”
“Kamu lebih memilih makan malam dengan dia dari pada menemani saya”
“Jangan berpikir macam-macam”
“Kamu sering menghubungi dia lewat ponsel kamu”
“Itu hak aku  menggunakan ponsel aku”

Saya diam, kamu lupa bahwa saya juga berhak untuk mendapatkan pesan dari kamu. Atau sekedar menulis status untuk saya. Agar kita bisa berkomunikasi. Bukan untuk perempuan itu. Saya yang mengiyakan saat kamu berdiri didepan counter dan saya harus berlari-lari menuju ke mesin ATM. Pengabdian …. Iya pengabdian …. Bukan untuk yang lain. Karena kamu adalah ayah dari anak yang saya kandung.

“Jangan terlalu dekat .. dia masih terlalu muda untuk mengerti konflik kita”
“Pikiranmu selalu salah”
“Kedekatan kalian akan membuat dia patah hati. Dia masih punya masa depan. Bukan seperti saya. Walaupun kamu bilang kalian hanya kakak dan adik. Mata saya tidak buta. Mata orang-orang lain juga tidak buta”
“Kamu anggap aku laki-laki apa? Aku hanya gigolo kamu kan?”

Saya terdiam. Tuhan yang selalu ia dengung-dengungkan di hadapan saya langsung terhapus. Pengabdian saya hanya di nilai dengan pandangan “gigolo”. Apa selama ini dia pikir otak saya hanya berurusan dengan seks? Hanya urusan tidur? Orgasme? Ejakulasi? Hanya masalah seputar lendir dan selakangan. Gigolo? Saya mengeja satu persatu kata tersebut. Menyakitkan. Pengabdian saya selama ini ternyata tidak ada ubahnya seperti tante-tante girang yang memelihara laki-laki hanya untuk memuaskan hasrat seksual.

Saya menjabambak-jambak rambut saya. Kemarahan saya mulai tidak terkontrol. Mata saya memanas. Mata saya liar. Tegukan berkali-kali membuat gelas saya sudha hampir kosong.

Saya melihatnya, perempuan itu mendapatkan kitab suci yang sama dengan apa yang ia berikan kepada saya
“Hanya titipan ….?”
“Tidak kak… dia memberikan ke pada aku”

Saya menekan semuanya diam-diam. Terlalu banyak kebohongan yang selalu saya percaya.
“Jangan gantung saya …”
“Malam ini kita jalan-jalan masing-masing. Puas…”
“kembalikan anak ku”
“minta sama Tuhan mu”

Tubuh saya semakin mengejang. Matian-matian saya mempertahankan dia untuk tetap hidup. Berjuang di meja operasi berhadapan dengan malaikat maut. Bahkan saya tidak tahu apakah kamu mendoakan saya saat itu. Saya mengelus perut saya. Bekas sayatan itu masih ada. Bajingan!!! Kamu suruh saya meminta anak saya kepada Tuhan saya? sedangkan saya sendiri tidak ber-Tuhan? Kamu yang mengenalkan saya pada Tuhan dan seketika juga kamu membunuh Tuhan di hadapan saya.


A place where we can dance and drink

A place where we can share some weed

A place where there’s no bull shit and
E-very-body can come

Dan akhirnya saya memutuskan untuk berhenti di sini. Saya muak dengan kebohongan. Saya muak dengan kemunafikan. …… dan kamu lelaki ku. Saya mengkihlaskan semuanya. Apa pun yang telah saya berikan ke kamu. Pengabdian saya selama ini. Pengorbanan. Saya tahu saya ini saya sangat tidak sempurna di hadapan kamu. Saya tidak lebih dengan seorang pelacur. Yang kamu datangi saat kamu butuh. Kepala saya semakin berat. Saya tertatih berjalan keluar dari ruangan ini. Sendiri … dan laki-laki di luar sana membantu saya memanggilkan taxi. “Perlu aku temani mbak….”. Saya diam …..dan menatap wajah  laki-laki itu. “Saya bukan seorang pelacur dan kamu tidak perlu membayar saya. Dan kamu juga bukan gigolo kan sehingga tidak perlu saya membayar kamu. Jadi kamu tidak perlu menemani saya “. Saya masih punya pilihan dengan siapa saya tidur, dan siapa laki-laki yang bisa menikmati tubuh saya.

Akhirnya .. saya memilih menjadi seorang pelacur. Ketika saya mengabdikan diri pada laki-laki atas nama sebuah cinta dan pengabdian. Kenyataanya dia hanya menilai semuanya uang. Gigolo? Damn…. Meminta anak ku pada Tuhan ku ….? Ke Tuhan yang selama ini kamu ajarkan ke aku. Tuhan itu sudah mati. Bukankah makin indah saat saya meng-karya-kan tubuh saya. Menghargai tubuh saya bukan lagi dengan cinta. Tapi dengan uang! Saya butuh banyak uang untuk bisa membeli kamu kembali. Saya mulai terisak.

Taxi warna perak itu menembus gelap. Suara Adzan shubuh ….saya terdiam. Setetes air mata akhirnya mengalir dari ujung mata saya. Maaf Tuhan…. Saya adalah perempuan bangsat yang memprotes takdir Kamu dengan cara seorang pecundang. Saya kalah.
“Antar saya ke hotel ….” Hujan……… Pesta belum usai.

Welcome to my paradise,
where the sky so blue,
where the sun shines so bright
Welcome to my paradise,
where you can be free,
where the party's never ending
***

“Tulis kisah saya Raa….”
“Saya tidak bisa …. Ini terlalu pribadi”

Perempuan itu diam dan menatap tajam ke saya, “Saya hanya ingin agar perempuan tidak dianggap bodoh dengan pengabdian mereka”

Saya meneguk kopi di depan saya. “Kamu tahu Raa …. Agar lelaki dapat menghargai perempuan”. Perempuan itu menekan saya.

Tegukan kopi selanjutnya. “Agar dia tahu bahwa perempuan itu bukan makhluk lemah. Dia punya kekuatan luar biasa dalam diam dia”

Kopi saya habis. Dan saya mengangguk. “Saya akan mencoba. Tidak ada alasan saya menolaknya”
Perempuan itu berlalu dan meninggalkan saya sendirian. Pesan masuk di ponsel saya, “Hati-hati dengan ujung pena mu Raa”.
Saya menelungkupkan kepala di atas meja.
Hujan turun di waktu yang sama. Perempuan itu hilang…….

# Steven & Coconut Treez


3 komentar:

Seiri Hanako mengatakan...

nice red theme...

salam blogwalking mbak

-Gek- mengatakan...

kisah nyata?
Saya berkunjung singkat, mungkin kurang mengerti artinya. Kali lain, saya baca lagi.

Anonim mengatakan...

Not Bad .... segala sesuatu ada hikmah-Nya