27 Jun 2012

12 JUNI PASURUAN : SAYA HANYA INGIN MEMEJAMKAN MATA SAJA

5.28 wib 

Disini sudah terang benderang. Hanya bisa tidur beberapa jam. Kebiasaan bergadang saya sudah mulai over. Dimana Raa?

Saya di Pasuruan. Ini kota ke tiga dalam perjalanan gila saya. Capek? Luar biasa. Lebam di tubuh saya juga semakin bertambah di beberapa tempa di bagian kaki dan juga lengan. Beruntung di kota Pasuruan saya bisa tidur lebih nyaman. Mungkin salah satu alasan sederhananya saya tinggal di rumah adik sepupu saya. Namanya Ida. Hampir sama dengan nama saya Iraa. Usia kami pun hanya terpaut beberapa tahun dan masih bisa di kategorikan seusia.  Apalagi dengan keponakan saya Nafis. Usianya 4 tahun. Ya…. Mungkin Nafis satu-satunya keponakanan yang agak jauh. Alasaannya, “Tente ira sih ndak pernah main ke rumah Nafis. Sibuk kerjaaaaaa terus”. Saya tersenyum dan memangku dia. Anak sekecil dia saja tahu jika saya selalu menyibukkan diri dengan pekerjaan saya selama ini. “Nafis mau di belikan apa sama tante Iraa?”. “ Boneka ya tante….. yang guedeeeee”. Saya mengangguk dan kami melakukan toss. Ida tertawa, “Nafis Rock and Roll mbak persis kayak kamu”. “Mana ada….” Kataku sambil membetulkan letak jilbab saya. Sederhana….. ternyata dekat dengan keluarga merupakan obat terampuh mengatasi kegalauan saya. Hahahahaha……. Kata galau kenapa sangat melekat dengan diri saya.



Ida adalah salah satu adik sepupu terdekat saya. Kami besar secara bersama-sama. Bisa di katakana sejak kecil kami tidak bisa di pisahkan. Walaupun rumah kami jua tidak bersebelahan tapi saya suka berkunjung kerumah dia. Secara fisik dia lebih cantik di bandingkan saya. Hidungnya mancung dan berkulit lebih bersih. Dulu saya selalu protes kenapa saya tidak lebih menarik dari pada Ida. Ibu saya hanya mengatakan karena kamu beda Raa. Dan perbedaan kami sangat mencolok. Dia lebih keibuan, feminis (tanpa me), kalem , pake rok. Intinya dia perempuan banget. Sedangkan saya yang pasti adalahkebalikan dari dia. Jika boleh pinjem istilah Bang Ripin, “Tak usah lah di perdetail”. Jadi intinya saya bahagia tinggal disini bersama Ida dan keluarga kecilnya.

Oh ya kemarin seharian saya melakukan sebuah perjalanan singkat di kota Malang. Pasar Blimbing,  Musium Brawijaya, Toko Oen dan juga Buku bekas dan juga candi Singosari.

Pasar Blimbing? Apa istimewanya? Sama saja dengan pasar-pasar tradisional lainnya. Tapi saya hanya menggunakan teori konspirasi saya tentang sebuah kota. Jika ingin tau bagaimana kota itu datang lah e pasarnya. Dan saya melakukan itu. Pasar Blimbing dekat dengan tempat saya tidur. Dan di tengah pasar saya menemukan sebuah warung kecil dan banyak makanan enak. Pilihan sarapan sambil menunggu Arif yang berjanji mengantar saya di wilayah Malang Kota. Arif? Siapa lagi? Bukannya Taufik yang jemput kamu semalam dari Arjosari? Berhubung Taufik kerja setengah hari jadi saya menghubungi Arif adik tinggat jaman kuliah dulu. Sastra Indonesia dan dia Sastra Inggris. Bersyukur jadi tidak perlu nak angkot kemana-mana. Arif jemput saya persis setelah saya mennghabiskan nasi campur saya di tengah pasar Belimbing. “Ckckckckckc….. nggak berubah. Angin opo mbak yang bawa dirimu ke Malang”. “Angin lesus…..kita jalan sekarang”.

Musim Brawijaya? Not Bad. Saya suka berkunjung ke Museum. Sahabat saya Ika pernah menulis status, “Ayo berkunjung ke museum”. Itulah salah satu alasan saya tiba-tiba saja terpanggil di museum Brawijaya tanpa ada persiapan referensi. Saya sedikit menyimpulkan jika MusiumBrawijaya adalah musiumnya tentara. Banyak senjata, sejarah pergerakan yang saya pikir tidak ada nyambungnya dengan sejarah kota Malang. Seperti alat-alat yang di gunakan Panglima Besar Sudirman. Saya lihat sejarah pergerakannya, beliau tidak sempat singgah di Malang. Paling timur adalah Kediri. Terus juga ada meja konferensi meja bundar kalau tidak salah. Nyambung nggk sih? Lalu? Apa urusan mu Raa. Paling tidak barang-barang yang berbau ketentaraan terkumpul di salah satu museum. Entahlah….. saya hanya berpikir jika itu musim tentara maka semua sejarah tentang tentara akan terkumpul disana. Tapi kenyataan nya tidak. Jika museum tentang Malang kok ya sedikit tidak nyambung. Sepertinya harus Dahlan Iskan yang jadi kepala museum. Semakin tidak nyambung kan? Intinya saya suka kesana dan saya bisa foto sama mas Supriyadi tokoh PETA yang konon masih hidup. Allahu’alam. Saya merasa Supriyadi dan saya sama-sama di lahirkan sebagai pemberontak.


Toko Oeng. Sering saya lihat di TV dan acara jalan-jalan serta kuliner.Sejak tahun 1930an. Saya serasa menjadi Noni-noni belanda. Arsitekturnya kereeennnn. Slaut untuk pemerintah Belanda dengan bangunan yang luar biasa. Bukan seperti proyek Hambalang yang satu dua hari bangunan kropos dan bermasalah karena banyak di korup. Kita selalu bangga dengan bangunan yang dibangun jaman Belanda. Aneh…. Apakah itu berarti kita harus di jajah Belanda lagi agar kita mempunyai master plan kota dan bangunan yang lur biasa. Hhhmmm….. membayangkan jika kita di jajah. Pasti Indonesia tidak akan seperti ini. Seperti saat membandingkan begitu nikmatnya hidup jaman Sohaerto. Upsss…… bukankah hidup itu harus lepas dari zona nyaman Raa. Bagaimana kita bisa bergerak jika kita masih terjajah apalagi di jajah oleh pikiran kita?. Kembali ke Toko Oeng. Saya pikir es krim nya tidak seenak yang saya lihat di TV. Tapi lumayanlah….. rasa tradisional nya terasa. Saya pikir lebih enak es krim yang ada di Jakarta, tapi saya lupa nama tokonya. Pesan makanan disini? Semuanya porsi Jumbo. Luar biasa kenyang. Saya saja yang doyan makan harus memindah separuh bak mie saya di atas capcay pesanan Arif.


“Kemana Mbak”

“Toko buku yuk……”

Toko buku murah yang berderet. Saya tidak tahu namanya. Saya hanya ingat pesanan Kak Mona yang meminta saya untuk membelikan buku karangan karya Pramodeya. Gara-gara perbincangan di ujung pelantar tentang buku yang di mulai oleh Bang Jebat. Ah… saya kangen mereka. Saya kangen Bang Bur, Kak Mona, Bang Jebat, Bang ripin, Bang Pardi, Bang Rahmat dan Jun. 3 buku. Bumi Manusia, rumah kaca dan anak semua jaman. Tebal-tebal. Sedangkan tas saya sudah tidak cukup lagi. Kenapa saya selalu kalah dengan buku? Mengernyitkan dahi berkerut-kerut. Mengecangkan ikat pinggang………………!!!!

Siang di kosatan Arif saya copy beberapa program video untuk sahabat saya Jun Batam Juge. Lalu kemudian daya melanjutkan perjalanan ke Singosari. Singosari? Iya…. Saya kesana dengan Taufik sepulang dia kerja. Dia mengajak saya ke pintu gerbang Kerajaan Singosari. Kereeeenn…. Luar biasa! Walaupun masihb belum jelas dimana letak kerajaan Singosari tapi saya bisa melihat pintu gerbangnya. Bagaimana besar istananya? Pintu gerbangnya aja seperti itu. Ckckckckck….. kemudia beralih ke Candi Singosari. Dan kembali berdecak. Betapa bangganya kita masa lalu tapi kita tidak belajar untuk menjadi lebih baik lagi?

Sudah sore. Saya harus mengejar bus ke pasuruan dari pada saya harus Surabaya dulu. Singgah sebentar untuk makan Bakso. Kemudian saya bersitegang dengan Taufik karena sebuah perbincangan yang standart untuk saya

“Orang yang bijaksana dan pintar adalah seorang pendengar yang baik”

“Saya capek jadi pendengar. Saya juga bukan orang bijak sana dan pintar. Dan kamu jangan pernah membandingkan hidup saya dengan hidup kamu. Karena kamu dan kita punya jalan yang berbeda”. Saya menggebrak meja.
Kami diam dan kemudian saya menghabiskan makan saya. Akhirnya saya lebih memilih diam dan menutup mulut. Menggunakan cara kamu jika marah. Diam………….

Dan kamis berpisah di Terminal Arojosari. Saya menyalami dia dan meminta maaf dan mengatakan, “Saya masih dalam keadaan labil. Dan terimakasih kamu sudah menampung saya di Malang. Kamu tidak perlu tahu alasan saya singgah di Malang dan melakukan perjalanan ini”

Dan saya meloncat ke dalam bus berdesakan. Di luar kembali hujan.

Semakin ke timur kota yang saya singgahi semakin tua. Semuanya berjalan lambat. Dan akhirnya saya memilih mengawali malam di kota Pasuruan ini dengan secangkir coklat panas. Nanti jika saatnya tidur saya akan pulang ke rumah Ida.
Pagi ini saya bangun dengan kepala berat dan bersin belasan kali. Saya tidak boleh sakit. Mandi pagi. Keramas setelah berhari-hari rambut saya tertutup dan berkeringat. Saat saya menyisir rambut saya rontok dan membentuk gumpalan. Beberapa lebam di tubuh semakin bertambah. Fisik saya sudah mulai protes. Mandi pagi. Keramas tidak mengurangi berat di kepala saya. Mata mulai memanas dan akhirnya saya memilih menyelesaikan tulisan ini dan sesekali memejamkan mata. Saya tidak boleh sakit. Meraba dahi dan leher. Bukan lagi hangat. Tapi panas luar biasa.

“Mau kemana mbak hari ini”

“Terserahlah……. Aku ndak punya rencana”

“Minum jeruk angetnya….. tuh ada kupang lontong kalo doyan”

Saya mengangguk dan menyelesaikan tulisan ini. Jika bisa memilih saya hanya ingin tidur dan memejamkan mata. Tapi mungkin nanti saya akan memilih ikut keluar bersama mereka. Kesempatan tidak akan datang dua kali kan?
Pasuruan….. kota yang menua……. Saya tiba-tiba kangen kamu. Sudah sarapan? Saya tidak bisa memastikan kamu sudah sarapan atau belum sayang.

Finish…. Saya hanya ingin memejamkan mata sejenak.

Tidak ada komentar: