:
Dear,
Boleh
aku bercerita? Duduklah di sampingku dan aku akan memulai cerita tentang
mimpiku. Hei….minum dulu teh panas mu agar kamu mengerti apa keinginanku.
Kamu
tahu salah satu mimpiku? Aku selalu menuliskan nya di status facebook dan
catatan-catatan sederhana ku. Sebuah rumah kayu di pinggir pantai dengan model dermaga
yang menjorok ke pantai. Pasti kamu memotong ceritaku dengan mengatakan,
“Itu namanya Kelong Nda”. Aku akan
mengangguk-angguk sambil meneruskan cerita tentang mimpiku.
Aku
benar-benar bermimpi bisa tinggal di rumah yang seluruhnya terbuat dari kayu
yang terpancang kuat di pelataran di tepi pantai. Dengan lantai,
dinding, tiang, dan kuda-kuda menggunakan kayu serta pondasi terbuat dari umpak
batu. Untuk jenis kayu nanti kamu yang menentukan. Apakah menggunakan jenis
kayu jati atau jenis kayu yang lain. Aku pasrahkan ke kamu. Bukankah kamu yang
lebih paham tentang hal itu? Pasti kamu bertanya kenapa aku memilih rumah dari
kayu? Ah…alasan yang mungkin tidak perlu aku jelaskan pada mu sayang, karena
kamu tahu betapa aku sangat mencintai kehidupan yang natural. Bersatu dengan
alam. Itu istilah yang selalu aku katakan padamu. Aku pernah membaca sebuah
buku, rumah kayu mempunyai keistimewaan. Saat musim dingin, hawa panas akan
menguap dari kayu itu. Sedangkan ketika musim panas, kayu bisa menyerap udara
panas menjaid lebih sejuk. Lalu kenapa pantai? Pantai mengingatkan aku pada
ayahku yang katanya adalah seorang suku laut dari suku bugis. Bukankah kita
berdua adalah anak-anak dari suku laut? Ada ketenangan saat aku berada di
pantai. Selain itu aku membayangkan jika kita tinggal di rumah kayu di pantai,
rumah kita akan berayun saat gelombang air pasang menerobos di bawah rumah
kita. Pasti menyenangkan. Aku tidak ingin rumah yang terlalu besar. Tapi cukup
untuk kamu, aku dan anak-anak kita yan belum lahir , serta menampung
sahabat-sahabat aku dan sahabat-sahabat kamu.
3 kamar. Satu kamar utama untuk aku dan kamu. Dan kamar lainnya akan
kita siapkan untuk anak-anak kita kelak, atau untuk tamu yang berkunjung
kerumah kita. Ruang depan adalah satu ruangan luas yang tidak perlu di sekat. Agar
siapapun yang datang bisa merasakan bahwa kita berdua adalah orang yang terbuka
dengan siapapun. Aku tidak masalah tamu-tamu yang berkunjung melihat apa yang
sedang aku lakukan di ruang itu. Ruang luas itu adalah ruang tamu sekaligus
ruang keluarga kita. Dengan jendela-jendela besar seperti milik suku Baduy, dan
nantinya jendela itu akan menghadap langsung ke laut. Ah Dear……aku bisa
menikmati udara laut setiap waktu. Tinggal membuka pintu dan jendela aroma laut
langsung menyeruak. Kamu tentu masih ingat saat aku suntuk dengan muka kusut,
aku membawa ranselku. “Kemana Nda”. Aku menjawabnya, “Ke Pantai”. Ya sayang.
Ada dua hal yang membuat aku nyaman dan tenang. Yaitu di sisi kamu dan pergi ke
pantai.
Nanti, aku akan meletakkan selembar tikar dari bambu dan meja
kecil dari kayu serta beberapa bantal kecil yang bisa kamu gunakan untuk
menerima teman-teman kamu untuk santai disana. Kalian bisa bermain musik atau
mungkin sekedar minum kopi atau teh. Jangan khawatir aku nanti akan bantu
kredit Home Theater kecil yang akan kita pasang di ruang utama itu. Agar rumah
kita tidak terlalu sepi. Atau alasan kuatnya adalah karena kita berdua suka
music. Ah….aku yakin pasti kita akan berebut film apa yang akan kita tonton
lebih dahulu. Sedangkan di sisi dinding lain aku akan meletakkan sebuah rak
buku unik yang terbuat dari bambu. Aku pernah melihatnya di sebuah pameran dan
aku yakin kamu bisa membuatnya untuk ku. Berbentuk undakan tangga, sederhana
dan unik sehingga aku bisa meletakkan puluhan koleksi buku ku disana. Setiap
waktu aku bisa membacanya, termasuk kamu, teman ku dan teman kamu serta
siapapun yang masuk ke rumah kita bebas untuk membacanya. Di sebelahnya juga
akan aku letakkan secara bersisian dua meja yang juga terbuat dari kayu yang
tingginya bisa kita atur. Pasti kamu akan tertawa sambil bertanya kepadaku,
“Kenapa harus dua Nda”. Jawabannya sederhana. Karena aku tidak mau berbagi meja
dengan kamu. Egois ya……? aku tidak mau saat ingin menulis aku harus menunggu kamu
menyelesaikan pekerjaan yang menuntut kamu berjam-jam di depan laptop. Sepakat kan? Sedangkan di sisi dinding lain
akan aku penuhi dengan photo-photo hasil jepretanku. Photo-photo persinggahan
ku dalam perjalanan ku yang berakhir di rumah kayu tepi pantai bersama kamu. Termasuk
photo-photo kenangan kita yang akan membuat kita tersenyum-senyum sendiri
mengingatnya. Photo saat kamu masih berperut datar dan aku tanpa lemak di
bagian pinggangku. Kamu tidak pernah tahu kan sayang kalau aku menyimpan banyak
foto mu dalam laptop aku.
Kamu pasti protes, “Aku juga mau kerja dalam kamar kita”. Sayang,
kali ini aku akan menolaknya tegas. Kamar kita hanya khusus untuk istirahat.
Tidak boleh untuk kerja. Dan tidak ada TV di sana. Agar kamu benar-benar bisa
beristirahat dengan tenang. Kamar kita cukup berisi kasur yang ku letakkan di
dipan yang tidak terlalu tinggi dengan meja di sampingnya tempat aku meletakkan
teh panas untuk kamu tiap pagi. Aku juga akan pasang kelambu untuk menjaga agar
kamar kita tetap hangat walaupun aku membuka jendela besar yang membebaskan
angin laut masuk ke kamar kita. AC? Tidak…..aku tidak akan memasang AC. Tidak
sehat buat kesehatan kamu. Satu cermin setinggi ku dan satu lemari baju aku
rasa sudah cukup buat kebutuhan kita. Kau tau sendiri kan aku adalah orang yang
simple. Dan di sebelah kamar kita akan aku sambung dengan sebuah kamar mandi
tanpa kloset. Hanya di sekat sederhana cukup. Bukankah itu kamar pribadi kita?.
Berisi gentong yang berisi air. Ya…..kamar mandi tanpa atap dengan lantai kayu.
Saat mandi nanti air akan langsung turun ke bawah ke laut. Lebih bersahabat
kan? Aku melihat konsep ini saat mengunjungi rumah pantai di wilayah Guntung
Riau Daratan. Aku suka konsep itu. Membayangkan mandi langsung di bawah langit.
Atau mungkin aku bisa hujan-hujanan disana tanpa harus malu di lihat orang. Oh
Tuhan….betapa bahagianya aku membayangkan itu. Dan nanti di ujung kamar aku
akan buat sekat sederhana untuk tempat sholat kita. Tempat khusus kita
beribadah dengan hiasan kaligrafi dan photo Masjid Pulau Penyengat. Aku mau
kamu menjadi imam ku. Aku bisa mengaji di sudut itu dan kamu akan membetulkan
bacaan Al-Qur’anku. Atau mungkin kita bisa berjamaah saat shubuh, magrib, isya
atau bahkan tahajud. Kamu dan aku tidak perlu susah-susah keluar kamar. Kita
bisa berwudhu di kamar mandi yang kita buat di dalam kamar kita kan?
Lalu untuk dapur? Aku mengernyitkan kening. Kau tau sendiri kan
sayang. Aku tidak begitu pandai memasak. Ah yang terpenting dapur yang nyaman.
Aku mau dapurnya di bagian belakang. Hanya terpisah pintu dengan ruang utama.
Meja makan? aku tidak suka. Aku lebih suka meletakkan nya di lantai dan kita
bisa makan lesehan. Iya kan? Ah entah kenapa sekali lagi aku suka dengan konsep
rumah Baduy. Tidak perlu ribet dengan aturan meja makan yang membuat aku
pusing. Kamu tentu setujukan dengan usulku dengan tidak meletakkan meja makan
di rumah kita?
Sedangkan untuk hal-hal pribadi seperti cuci baju, cuci piring aku
akan lakukan di belakang rumah. Seperti yang dilakukan oleh perempuan-perempuan
di kampung nelayan. Walaupun kita bukan nelayan tapi tidak ada salahnya kan
kalau aku mengikuti gaya hidup mereka yang sederhanan dan bersahaja. Kau tahu
kan bahwa suku laut ada di darahku walau aku benar-benar tidak bisa berenang. Aku
juga akan memelihara beberapa burung merpati. Jika mereka sudah jinak aku akan
membiarkannya lepas tanpa di kurun di dalam kandang. Di beberapa waktu nanti
aku, kamu dan anak-anak akan bersama-sama memberikan makan pada merpati-merpati
peliharaan kita. Sebentar aku tanya padamu, “Apakah merpati bisa tinggal di
wilayah pesisir?” Aku yakin kamu akan tergelak sambil bilang, “Searching di
mbah google Nda”.
: Dear, aku sangat ingin kan tinggal di rumah impianku bersama
kamu. Setiap senja kita akan duduk di teras rumah yang akan aku isi dengan
pot-pot berisi ilalang dan beberapa bungan kertas serta kaktus. Kenapa harus
ilalang? Ya..karena kamu adalah ilalang aku. Yang bertahan dalam keadaan apapun
untuk terus menemani aku. Atau mungkin kita akan duduk di undakan batu yang
menghubungan pasir pantai dengan teras rumah. Kita akan saling berpeluk dan
membiarkan anak-anak kita bermain air dan pasir di depan rumah. Atau jika
mereka sedikit dewasa mereka bisa belajar berenang dengan dirimu atau sekedar
bersampan di laut untuk mencari gonggong, siput laut khas Kepualaun Riau untuk santapan
makan malam kita. Dan aku akan sibuk mengabadikan gambar kalian dengan kamera
ku atau duduk di teras untuk menyelesaikan tulisanku. Tentu dengan kamu dan
anak-anak sebagi inspirasiya. Jika kamu dan anak-anak bosan makan dalam rumah
aku akan menggelar tikar di atas kelong yang kita pasang di depan rumah. Dan
kalian, kamu dan anak-anak kita kelak bisa menikmati makan sambil bersenandung
tentang lautan. Ajarkan mereka bernyanyi……
: Dear.
Aku menceritakan mimpi tentang rumah impianku dengan
perasaan berbunga-bunga. Sampai-sampai aku meneteskan air mata. Aku tidak tahu.
Begitu besar harapan ku untuk tinggal di rumah kayu di tepi pantai bersama
kamu. Melayanikamu sebagai satu-satunya perempuan dalam hidup kamu. Dan aku
menjadi ibu dari anak-anak kamu. Dan saat kita sudah berusia senja, kita
tinggal duduk di teras rumah menunggu anak-anak kita datang dan berkata,
“Ayah….bunda…….aku pulang ke rumah kita”. Ya sayang…..rumah kayu tepi pantai
tempat aku mengakhiri perjalanan panjang ku. Ada kamu dan anak-anak kita kelak.
Rencananya mau buat lomba...tapi sudahlah....ternyata saya tetap bisa membeli Android dengan tulisan saya.
3 komentar:
semoga rumah impian nya terwujud yaa,, semangat :)
ditujukan pada siapa ni yah?
subhanallah,,jujur sjujurnya meski terlihat lebay,,mata ini teralirkan air yg menganak sungai,membaca dan membayangkan betapa bhagianya kalian,,,hdup bersama alam yang terusak oleh pghuninya sndiri,,nmun kalian tetap setia dgan alam,,dan impian bhagi yg kn trcipta,,,slam bhagia,,,whai shabatku di seberang sana.
Posting Komentar