* 11 Januari
sebelas januari bertemu
menjalani kisah cinta ini
naluri berkata engkaulah milikku
Bahagia selalu dimiliki
bertahun menjalani bersamamu
kunyatakan bahwa engkaulah jiwaku
Doenk…..11 Januari kan? Masih kah kamu ingat tentang diriku.
“Pelajar dasar-dasarnya dulu Raa. ISO, pencahayaan dan teman-temannya. Cari angle yan berbeda”
“Aku nggak punya kamera bagus kayak punya kamu. Pasti Mahal”
Aku
duduk di sebelah kamu sambil menimang-nimang kameramu. Dulu…entah
berapa tahun yang lalu. Tapi tidak begiu lama kan…..5 atau 6 tahun lalu.
Aku ingat kamu tertawa sambil mengibaskan rambutmu. “Kamu pasti bisa cantik…….”
Aku tersipu saat kamu memanggil ku cantik.
11 Januari kita berdua duduk di pantai Banyuwangi. Kamu menyerahkan kamera kesayangan mu untuk aku coba.
“ Hanya meminjamkan”.
Aku berteriak kegirangan. Aku merasa mempunyai mainan baru. Kamu membiarkan aku mengutak-atik “senjata” kamu.
“Arahkan ke perahu itu Raa…..atau ke nelayan itu”
“Boleh aku membawa kesana Doenk”
Kamu mengangguk. “Aku Tunggu disini ya”.
Aku
tertawa dan aku masih ingat senyuman dia dan tatapan mata dia yang
seakan-akan mempersilahkan aku untuk pergi meninggalkan dia.
“Eh Doenk……ini 11 Januari ya….kayak lagunya gigi”
Dan kami berdua saling terbahak-bahak. Tiba-tiba dia terdiam.
“Raa……aku bahagia mengenal kamu”
Aku memalingkan wajah dia. Senja di tepi pantai. “ Aku juga bahagia…makasih ya sudah pinjamkan kameranya”.
“Aku pulang besok malam. Besok kamu masih bisa belajar motret dari kamera itu”
Aku mengangguk. Dan kami berdua diam dengan pikiran kami masing-masing. Entah berapa lama.
“Doenk…..kita pulang sekarang sudah malam”
“ Aku masih ingin disini. Temani aku ya Raa”
Aku mengangguk dan kami berdua menikmati pantai hingga malam.
“Aku sayang kamu Raa…….” Aku terdiam membiarkannya dia menggenggam tanganku.
akulah penjagamu
akulah pelindungmu
akulah pendampingmu
di setiap langkah – langkahmu
Doenk……Bagaimana
kabarmu? Kapan kita terakhir bertemu. Cukup lama kan? Apakah kamu
masih tetap dengan ransel dan baju hitam kamu?. Dengan rambutmu? Aku
tidak memungkiri bahwa aku juga jatuh cinta padamu. Kau tahu Doenk….aku
kehilangan kamu. Aku merasa bersalah saat seorang perempuan yang mengaku
bahwa ia yang lebih berhak memiliki kamu menelponku. Aku hanya diam
saat perempuan itu berkata panjang lebar tentang kamu hingga aku
memutuskan untuk menutup telpon itu. Dan tidak mau mengangkat telpon
dengan kode arae dari kota kamu. Walaupun aku tau itu adalah nomer dari
kantor kamu. Aku patah hati saat itu Doenk….Apalagi kemudian kamu
benar-benar meninggalkanku. Bukan meninggalkan…tapi menjauh lebih
tepatnya.
Kamu pernah menjanji untuk menjaga aku.
Melindungi aku. Mengajari aku. Membimbing aku. Lalu bagaimana dengan
janji kamu padaku di tepi pantai saat itu? Janji lelaki dewasa kepada
seorang gadis di usiaku saat itu.
pernahku menyakiti hatimu
pernah kau melupakan janji ini
semua karena kita ini manusia
Kita
pernah bertemu lagi. Wajah kamu masih sama. Rahang kamu masih sama.
Tinggi kamu masih sama menjulang jauh di bandingkan aku. Hanya lensa dan
kamera kamu yang sudah berubah. Dan dihadapanmu aku bukan lagi gadis
yang gampang kamu bodohi.
“Kamu semakin dewasa Raa..”
Aku tertawa sambil membetulkan letak jilbabku. “Tidak ada yang berubah dari aku Doenk”
Kau
tau Doenk…saat itu aku ingin berlari menghempaskan diriku dalam
pelukmu. Tapi Jarak kita terlalu jauh. Sangat jauh. Ada sebuah tembok
yang tidak mungkin kita lalui walau sekedar menggenggam jemari.
“Masih sering motret”
Aku mengangguk dan mengacungkan Canon ku. “Kamu mewariskan pada ku Doenk”
Dia tertawa perlahan kemudian berkata, “Maaf Raa…..”
Aku
menghela nafas berat. “Tidak ada yang perlu di maafkan. Tuhan yang
menemukan kita. Bukankah itu katamu dulu. Cukup sebagai kenangan yang
membuat kita akan semain dewasa kan Doenk”
Aku meninju lenganmu, dan kamu meringis kesakitan. “Masih sakit seperti dulu”.
“Boleh aku main ke rumahmu? Bagaimana kabar ibu”
Aku menggeleng, “Ibu sudah meninggal”. Dia terdiam cukup lama, “Aku kembali ke kotamu untuk menemui ibu Raa. Aku kangen”.
Aku
menjawab sekenanya, “Aku juga sangat kehilangan kamu Doenk. Ibu selalu
menanyakan kamu. Aku hanya bilang kamu sedang ke Pulau Komodo. Alasan
yang konyol kan?”
Dia terbelalak melihat jemariku, “Kam masih memakai cincin itu Raa”
Aku
mengangguk pelan, “termasuk batu kaca yang kamu berikan ke aku. Sempat
aku menitipakannya pada ibu. Tapi setelah ibu meninggal, aku kembali
menyimpannya sendri”.
Aku mengeluarkan batu kaca berbentuk hati dari kantong beludru hitam yang selalu aku simpan dalam tas ransel aku.
kau bawa diriku
ke dalam hidupmu
kau basuh diriku
dengan rasa sayang
senyummu juga sedihmu
adalah hidupku
Di
depan makam ibu kamu terduduk mengisak. Saya tidak pernah menyangka
laki-laki se garang kamu bisa menangis. Saya hanya diam dan menjauh dari
kamu dan makam ibuku. Memilih menepi. Ibu ku selalu menanyakan kamu
Doenk. Menanyakan tentang hubungan kita. Tapi aku tidak pernah bisa
menjelaskannya padanya jika kepercayaan kita berbeda. Bertahun-tahun aku
menyimpannya dari ibuku bahwa kamu seorang atheis dan ada seorang
perempuan lain yang lebih berhak hidup dengan kamu. Bukan aku.
“Doenk kemana sih Raa”
“Dia tugas ke pulau Komodo terus ke papua”. Jawaban konyolku
“Nggak pernah telpon kamu. Kok nggk pernah dikasih ke Ibu kalo dia telpon”
“Sekali Bu....pamitan itu juga sebentar pas aku dijalan. DI Pulau Komodo sama Papua nggk ada sinyal”. Jawaban konyol terakhir
“Semoga Tuhan melindungi dia ya Raa”
Aku tidak mengamini karena aku tahu Doenk tidak percaya adanya Tuhan, walaupun hati kecilku berharap kamu baik-baik saja.
Dan malam itu aku mengantarmu ke stasiun
“Aku masih benci jalur utara Raa. Aku menjulukinya jalur perpisahan. Perpisahan dengan kamu Raa”
“Anak dan istri kamu lebih membutuhkan kamu Doenk”
Kamu
berdiri di pintu kereta hanya melambaikan tangan padaku. Tidak ada
ciuman di kening atau pelukan yang dulu selalu kita lakukan jika
berpisah.
Aku mengarahkan lensa kameraku merekamnya,
“Sebagai kenang-kenangan” . Teriakku. Kereta telah berangkat dan aku
mengusap air mataku.
Ponsel ku berbunyi,”Raa…kamu tetap matahariku. Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku masih mencintaimu”
Aku tersenyum. Mengetahui kamu masih mencintaiku sudah membuatku bahagia Doenk.
kau sentuh cintaku
dengan lembut dengan sejuta warna…
11 Januari 2012.
Aku
mendengarkan irama itu berkali-kali hari ini. Sambil mengenang
pertemuan dan perpisahan kita. Ya…kamu hanya bagian dari masa laluku.
Kamu mengajarkan banyak hal padaku. Mencintai laut, mencintai sejarah
dan mencintai dunia Photografi walaupun aku bukan seorang perofesional
seperti kamu. Mencintai diskusi-diskusi panjang tentang kehidupan. Kamu
membuat warna dalam hidup aku.
11 Januari……aku masih
ingat pertama kali kamu mengatakan bahwa kamu mencintaiku dan akan
menjagamu. Santai aja Doenk….aku tidak akan pernah menagih janjimu pada
ku. Terimakasih ya…..sms aku jika kamu membaca catatan sederhana aku
ini.
Lihatlah hidup dari sisi yang berbeda Raa….di situ kamu akan menemukan sesuatu yang luar biasa. Seperti pengambilan gambar. Lihatlah dari sudut yang tidak biasa……Aku yakin kamu akan bisa Raa(Doenk)
Ps.
Ilalangku….apakah kamu cemburu membaca tulisanku ini? Aku harap sih
kamu cemburu agar aku tahu bahwa kamu masih mencintaiku. Halah…..Doenk
hanya bagian dari masa laluku. Dan kamu adalah lelaki inspirasiku hari
ini. Dan aku sedang tidak merayumu……..
Ini hasil fotoku pertama kali atas arahan kamu.
"Bunga Bakung", Kataku. Lalu kamu teriak, "habiskan dulu kopimu keburu dingin"
1 komentar:
11 januari kenangan yang imdah kenangan yang tak terlupakan duh aku jadi ikut mengenang masa lalu
Posting Komentar