11 Jan 2012

11 Januari.........

* 11 Januari

sebelas januari bertemu
menjalani kisah cinta ini
naluri berkata engkaulah milikku

Bahagia selalu dimiliki
bertahun menjalani bersamamu
kunyatakan bahwa engkaulah jiwaku

Doenk…..11 Januari kan? Masih kah kamu ingat tentang diriku.

“Pelajar dasar-dasarnya dulu Raa. ISO, pencahayaan dan teman-temannya. Cari angle yan berbeda”

“Aku nggak punya kamera bagus kayak punya kamu. Pasti Mahal”
Aku duduk di sebelah kamu sambil menimang-nimang kameramu.  Dulu…entah berapa tahun yang lalu. Tapi tidak begiu lama kan…..5 atau 6 tahun lalu.

Aku ingat kamu tertawa sambil mengibaskan rambutmu. “Kamu pasti bisa cantik…….”
Aku tersipu saat kamu memanggil ku cantik.


11 Januari kita berdua duduk di pantai Banyuwangi. Kamu menyerahkan kamera kesayangan mu untuk aku coba.
“ Hanya meminjamkan”.
Aku berteriak kegirangan. Aku merasa mempunyai mainan baru. Kamu membiarkan aku mengutak-atik “senjata” kamu.  
“Arahkan ke perahu itu Raa…..atau ke nelayan itu”
“Boleh aku membawa kesana Doenk”
Kamu mengangguk. “Aku Tunggu disini ya”.
Aku tertawa dan aku masih ingat senyuman dia dan tatapan mata dia yang seakan-akan mempersilahkan aku untuk pergi meninggalkan dia.

“Eh Doenk……ini 11 Januari ya….kayak lagunya gigi”

Dan kami berdua saling terbahak-bahak. Tiba-tiba dia terdiam.

“Raa……aku bahagia mengenal kamu”

Aku memalingkan wajah dia. Senja di tepi pantai. “ Aku juga bahagia…makasih ya sudah pinjamkan kameranya”.

“Aku pulang besok malam. Besok kamu masih bisa belajar motret dari kamera itu”

Aku mengangguk. Dan kami berdua diam dengan pikiran kami masing-masing.  Entah berapa lama.

“Doenk…..kita pulang sekarang sudah malam”

“ Aku masih ingin disini. Temani aku ya Raa”

Aku mengangguk dan kami berdua menikmati pantai hingga malam.

“Aku sayang kamu Raa…….” Aku terdiam membiarkannya dia menggenggam tanganku.


akulah penjagamu
akulah pelindungmu
akulah pendampingmu
di setiap langkah – langkahmu

Doenk……Bagaimana kabarmu?  Kapan kita terakhir bertemu. Cukup lama kan? Apakah kamu masih tetap dengan ransel dan baju hitam kamu?. Dengan rambutmu? Aku tidak memungkiri bahwa aku juga jatuh cinta padamu. Kau tahu Doenk….aku kehilangan kamu. Aku merasa bersalah saat seorang perempuan yang mengaku bahwa ia yang lebih berhak memiliki kamu menelponku. Aku hanya diam saat perempuan itu berkata panjang lebar tentang kamu hingga aku memutuskan untuk menutup telpon itu. Dan tidak mau mengangkat telpon dengan kode arae dari kota kamu. Walaupun aku tau itu adalah nomer dari kantor kamu. Aku patah hati saat itu Doenk….Apalagi kemudian kamu benar-benar meninggalkanku. Bukan meninggalkan…tapi menjauh lebih tepatnya.

Kamu pernah menjanji untuk menjaga aku. Melindungi aku. Mengajari aku. Membimbing aku. Lalu bagaimana dengan janji kamu padaku di tepi pantai saat itu? Janji lelaki dewasa kepada seorang gadis di usiaku saat itu.

pernahku menyakiti hatimu
pernah kau melupakan janji ini
semua karena kita ini manusia

Kita pernah bertemu lagi.  Wajah kamu masih sama. Rahang kamu masih sama. Tinggi kamu masih sama menjulang jauh di bandingkan aku. Hanya lensa dan kamera kamu yang sudah berubah. Dan dihadapanmu aku bukan lagi gadis yang gampang kamu bodohi.

“Kamu semakin dewasa Raa..”

Aku tertawa sambil membetulkan letak jilbabku.  “Tidak ada yang berubah dari aku Doenk”

Kau tau Doenk…saat itu aku ingin berlari menghempaskan diriku dalam pelukmu. Tapi Jarak kita terlalu jauh. Sangat jauh. Ada sebuah tembok yang tidak mungkin kita lalui walau sekedar menggenggam jemari.

“Masih sering motret”

Aku mengangguk dan mengacungkan Canon ku. “Kamu mewariskan pada ku Doenk”

Dia tertawa perlahan kemudian berkata, “Maaf Raa…..”
Aku menghela nafas berat.  “Tidak ada yang perlu di maafkan. Tuhan yang menemukan kita. Bukankah itu katamu dulu. Cukup sebagai kenangan yang membuat kita akan semain dewasa kan Doenk”

Aku meninju lenganmu, dan kamu meringis kesakitan. “Masih sakit seperti dulu”.

“Boleh aku main ke rumahmu? Bagaimana kabar ibu”

Aku menggeleng, “Ibu sudah meninggal”.  Dia terdiam cukup lama, “Aku kembali ke kotamu untuk menemui ibu Raa. Aku kangen”.

Aku menjawab sekenanya, “Aku juga sangat kehilangan kamu Doenk. Ibu selalu menanyakan kamu.  Aku hanya bilang kamu sedang ke Pulau Komodo. Alasan yang konyol kan?”

Dia terbelalak melihat jemariku, “Kam masih memakai cincin itu Raa”
Aku mengangguk pelan, “termasuk batu kaca yang kamu berikan ke aku. Sempat aku menitipakannya pada ibu. Tapi setelah ibu meninggal, aku kembali menyimpannya sendri”.
Aku mengeluarkan batu kaca berbentuk hati dari kantong beludru hitam yang selalu aku simpan dalam tas ransel aku.


kau bawa diriku
ke dalam hidupmu
kau basuh diriku
dengan rasa sayang
senyummu juga sedihmu
adalah hidupku

Di depan makam ibu kamu terduduk mengisak. Saya tidak pernah menyangka laki-laki se garang kamu bisa menangis. Saya hanya diam dan menjauh dari kamu dan makam ibuku. Memilih menepi. Ibu ku selalu menanyakan kamu Doenk. Menanyakan tentang hubungan kita. Tapi aku tidak pernah bisa menjelaskannya padanya jika kepercayaan kita berbeda. Bertahun-tahun aku menyimpannya dari ibuku bahwa kamu seorang atheis dan ada seorang perempuan lain yang lebih berhak hidup dengan kamu. Bukan aku.

“Doenk kemana sih Raa”

“Dia tugas ke pulau Komodo terus ke papua”. Jawaban konyolku

“Nggak pernah telpon kamu. Kok nggk pernah dikasih ke Ibu kalo dia telpon”

“Sekali Bu....pamitan itu juga sebentar pas aku dijalan. DI Pulau Komodo sama Papua nggk ada sinyal”. Jawaban konyol terakhir

“Semoga Tuhan melindungi dia ya Raa”
Aku tidak mengamini karena aku tahu Doenk tidak percaya adanya Tuhan, walaupun hati kecilku berharap kamu baik-baik saja.

Dan malam itu aku mengantarmu ke stasiun

“Aku masih benci jalur utara Raa. Aku menjulukinya jalur perpisahan. Perpisahan dengan kamu Raa”

“Anak dan istri kamu lebih membutuhkan kamu Doenk”

Kamu berdiri di pintu kereta hanya melambaikan tangan padaku. Tidak ada ciuman di kening atau pelukan yang dulu selalu kita lakukan jika berpisah.

Aku mengarahkan lensa kameraku merekamnya, “Sebagai kenang-kenangan” . Teriakku. Kereta telah berangkat dan aku mengusap air mataku.

Ponsel ku berbunyi,”Raa…kamu tetap matahariku. Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku masih mencintaimu”

Aku tersenyum.  Mengetahui kamu masih mencintaiku sudah membuatku bahagia Doenk.


kau sentuh cintaku
dengan lembut dengan sejuta warna…
11 Januari 2012.
Aku mendengarkan irama itu berkali-kali hari ini. Sambil mengenang pertemuan dan perpisahan kita. Ya…kamu hanya bagian dari masa laluku. Kamu mengajarkan banyak hal padaku. Mencintai laut, mencintai sejarah dan mencintai dunia Photografi walaupun aku bukan seorang perofesional seperti kamu. Mencintai diskusi-diskusi panjang tentang kehidupan.  Kamu membuat warna dalam hidup aku.

11 Januari……aku masih ingat pertama kali kamu mengatakan bahwa kamu mencintaiku dan akan menjagamu. Santai aja Doenk….aku tidak akan pernah menagih janjimu pada ku. Terimakasih ya…..sms aku jika kamu membaca catatan sederhana aku ini.

Lihatlah hidup dari sisi yang berbeda Raa….di situ kamu akan menemukan sesuatu yang luar biasa. Seperti pengambilan gambar. Lihatlah dari sudut yang tidak biasa……Aku yakin kamu akan bisa Raa
(Doenk)
Ps. Ilalangku….apakah kamu cemburu membaca tulisanku ini? Aku harap sih kamu cemburu agar aku tahu bahwa kamu masih mencintaiku. Halah…..Doenk hanya bagian dari masa laluku. Dan kamu adalah lelaki inspirasiku hari ini. Dan aku sedang tidak merayumu……..

Ini hasil fotoku pertama kali atas arahan kamu.
"Bunga Bakung", Kataku. Lalu kamu teriak, "habiskan dulu kopimu keburu dingin"



 

My Original.......... Saya ingat gambar ini diambil di depan Taman Blambangan.....tepatnya di Inggrisan. Tidak perlu saya jelaskan secara detail siapa yang mengambil gambar ini, ataupun kapan serta moment apa saat itu. Yang pasti lebih dari 4 tahun yang lalu? mungkin..... Gambar ini adalah sebuah titik awal. Ya...saya mengatakan sebuah awal saat saya belajar untuk menjadi perempuan yang lebih dewasa dan lebih perhatian pada mereka yang berada di sekitar saya.Saya belajar untuk berbagi. Gambar ini adalah.......sebuah kebebasan yang pernah menjadi pegangan saya. Bebas secara ideologi. Bebas secara perasaan. Bebas secara fisik. Saat saya tidak peduli dengan pandangan orang terhadap kehidupan saya. Setiap melihat gambar ini. Saya selalu melihat masa lalu saya. Yang saya pikir sangat "parah" dibandingkan perempuan lain yang berusia sama dengan saya. Awal bagaimana saya tidak mempunya daya tawar dengan kehidupan dan kenyataan. Bagaimana saya bertahan........ Dan saya tidak pernah malu dengan masa lalu yang pernah saya jalani. Karena saya yang sekarang ada karena perjalanan masa lalu saya

1 komentar:

ceritatugu mengatakan...

11 januari kenangan yang imdah kenangan yang tak terlupakan duh aku jadi ikut mengenang masa lalu