8 Jun 2010

APA SALAH JIKA PEREMPUAN MEMILIH MENJADI JANDA?

Apa yang kamu pikirkan jika aku menyebut kata JANDA! Kesendirian, kesepian, kesalahan, atau sebuah kekuatan?
Hal ini pernah aku bahas dengan seorang teman yang mengalami konflik dalam masalah rumah tangganya.
“Apa aku harus cerai Raa”
“Kalau itu memang jalan terbaik ya nggak masalah”
“Aku jadi Janda dong”
“Emang masalah kalo jadi Janda. Kamu punya masa depan. Selama ini aku tahu kalau kamu cari uang sendiri. Suamimu juga jarang ngasih kamu nafkah lahir dan batin. Orang nikah itu cari bahagia Sistr. Aku rasa kamu sudah cukup bertahan”
“Tapi masalahnya janda itu lo Raa. Usiaku baru usia 25 tahun lebih sedikit. Gimana kata orang”
“Bodoh amat! Ingat Sistr! Aku adalah produk dari seorang Janda”
Dan kami pun terdiam dengan pikiran-pikiran kami masing-masing sambil menikmati segelas kopi. Hingga terbersit sebuah pertanyaan di otakku, “Apa salah jika perempuan memilih menjadi janda?


1993. Ayahku meninggal. Ibuku masih berusia sangat muda dengan dua anak. Aku masih belum mengerti arti Janda. Yang aku tahu, setelah ayah meninggal, ibu langsun berubah mejadi pendiam. Dia tidak lagi datang ke acara arisan. Dia hanya aktif di pengajian hingga ia mengubah penampilannya dengan menggunakan jilbab. Ibuku terlihat sangat cantik dengan jilbab dan baju panjangnya. Ia juga memintaku untuk menemannya tidur di kamar pribadinya. Aku melonjak senang. Karena tiap malam aku bisa sembunyi di bawah ketiaknya dan membiarkan ibu mengelus rambut panjangku. Bahkan yang membaut aku senang ada, semalam apapun aku membuka mata, ibuku selalu tersenyum sambil terus memelukku dan mengelus rambutku.

Yah…waktu itu aku adalah seorang gadis kecil yang suka mendengarkan perbincangan orang tua termasuk mendengar perbincangan ibu dan seorang kawannya.
“Kamu nggak pingin nikah lagi. Kamu masih muda. Emang nggak kesepian
“Nggk lah. Hidupku sudah sempurna dengan anak-anakku. Lagian nggk ada yang salah kan dengan statusku sebagai Janda. Aku tetep ingin menjadi Janda terhormat. Nggk bisa bayangkan kalau seandainya aku menikah lagi. Aku nggk mau anak-anakku memanggil lelaki lain dengan sebutan Ayah. Ayah mereka satu tidak ada ayah tiri dan tidak ada saudara tiri.”

Ya…ibuku adalah seorang Janda yang sangat terhormat. Sebagai single parent dia bisa survive hidup di lingkungan masyarakat yang masih menganggap seorang janda adalah kaum yang kedua. Dia bisa menjadi seorang ayah, seorang ibu bahkan bisa menjadi seorang kawan bagiku. Saat aku telah menjadi perempuan dewasa kami pernah berbincang.
“Bu….kenapa dulu ibu nggak menikah lagi”
“Ibu nggk mau kamu punya ayah tiri”
“Emang ibu nggak tersiksa menjadi seorang janda”
“Sangat tersiksa cantikkkk…….”, beliau tertawa dan menarik hidungku, “Ibu juga perempuan biasa. Tapi ibu yakin bahwa keputusan ibu menjadi janda bukanlah sebuah keputusan yang salah. Ibu sangat bisa menikah lagi tapi tidak ibu lakukan karena ibu bahagia memiliki kamu dan kakakmu. Lagian kalau ibu menikah lagi, ibu yakin mereka lebih tertarik dengan kalung yang kamu pakai”. Dan kami tertawa terbahak-bahak bersama.

Dengan berjalannya waktu. Dalam kesendirianku. Dalam kesepianku aku bisa merasakan hari-hari panjang yang dilalui ibu hampir 25 tahun lebih hidup dalam kesendiriannya sebagi seorang janda. Aku bisa merasakannya walaupun aku bukan seorang Janda!

Kembali pada masalah seorang teman yang ragu memutuskan menjadi janda.
Berbeda kasus dengan ibuku seorang janda karena sebuah kematian.
Entah bagaimana aku harus memulainya. Siapa yang tidak ragu jika harus mengungkapkan jati dirinya bahwa ia adalah seorang janda. Seperti membuka aib?. Padahal apa yang salah dari soerang janda? Bukankah itu menunjukkan kalau perempuan yang menjadi janda adalah perempuan yang kuat? Perempuan yang survive? Karena berani memutuskan hidup sendiri tanpa tergantung dari laki-laki. Janda menafkahi diri sendiri bahkan juga beban dengan menanggung anak-anak mereka.
Jadi siapa yang harus dicemooh? Janda-janda yang mampu berdiri sendiri? Atau suami-suami yang tidak bertanggung jawab hingga akhirnya menceraikan mereka?
Bukan perkara mudah menghapus stigma yang terlanjur melekat di masyarakat. Aku sempat berpikir apakah stigma itu di ciptakan oleh laki-laki. Melekatkan cap negative ke dahi para perempuan yang mereka tinggalkan. Supaya para duda mendapat pemakluman dan dengan mudah mencari perempuan-perempuanlebih muda, bahkan masih perawan untuk menjadi istri mereka. Karena janda adalah barang bekas yang tidak layak dibeli lagi. Pikiran yang bodoh!
Keadaan ini pula yang membuat para perempuan memilih tersiksa bertahan menjadi istri dalam suatu perkawinan yang seperti neraka, dari pada bercerai dan mendapatkan julukan JANDA!

Bisa kamu bayangkan seandainya salah satu temanku yang statusnya telah menjadi janda berkata, “Aku bangga menjadi janda! Saya bangga membesarkan putri saya dengan keringat saya sendiri”
Bisa di bayangkan bagaimana reaksi orang yang mendengarkannya? Cibiran dari masyarakat membuat para Janda menjadi takut untuk mengakui statusnya, dan yang lebih parah adalah beberapa dar mereka menelantarkan anak mereka, menitipkan pada saudara, bahkan meninggalkan anak-anak mereka pada panti asuhan. Atau yang lebih parah membunuh mereka. Menjadi janda sudah dimusuhi masyarakat, apalagi janda yang memiliki anak. Jangan salahkan mereka. Stigma masyarakat yang menganggap mereka kaum marginal membuat mereka tertekan dan berbuat nekat.

Perempuan memusuhi kaumnya sendiri. Sering terjadi, jika kita memiliki tetangga baru dan statusnya adalah seorang janda bagiaman reaksi para perempuan disana? Hahahahahahaha…….jangan memberikan sebuah pembelaan.
Padahal seharusnya para janda itu mendapatkan bintang tanda jasa atas ketegaran dan ketangguhan mereka. Ah Ibuku……Lets make it simple and easy.

Saat menulis ini tiba-tiba ada pesan masuk di YM-ku
“Raa….menurutmu jika aku menikahi temanmu setelah ia bercerai apakah salah”
Aku diam tidak bisa menjawabnya sampai beberapa kali ia mengirim pesan yang sama
“Walaupun dia janda aku masih bisa menerima”
Kalau seandainya temanku mempunyai anak apakah ia bisa menerima. Akhirnya diskusi panjang lebar dimulai detik ini. Menggali pikiran seorang laki-laki yang ternyata masih bisa menerima status janda. Lalu bagi mereka yang menanggap janda adalah kaum marginal?

“Mengapa perempuan sering menjadi pihak yang dirugikan?”
“Di mata laki-laki janda itu barang bekas…tidak ada yang mau menikahi janda”
“Janda tidak layak dinikahi karena dianggap tidak sederajat”
“Perempuan bercerai dianggap tidak becus, dan dianggap gagal sebagai seorang istri”
“Kalau laki-laki lajang ingin menikahi janda, sudah pasti akan aada kontroversial di dalam keluarga mereka”
“Belum lagi masyarakat mencibir yang menganggap si janda-lah yang menggoda”
Aku benci dengan pemikiran-pemikiran gila itu. I Hate!!!!

“Beda dengan laki-laki yang berstatus duda”
“Masyarakat lebih mengasihi mereka. Dianggap korban karena telah dikhianati dan ditelantarkan istri”
“Coba jika janda yang membawa anak, statusnya akan lebih memalukan lagi”
“Sebaliknya kalau duda yang membawa anak malah dipuji-puji. Dianggap sebagai laki-laki bertanggungjawab, yang memikul nasib anaknya. Bahkan disebut sebagai lelaki yang berkualitas karena dianggap memiliki hati dan normal”
“Pria lajang menikahi janda dianggap sebagi aib”
“Tapi duda dengan mudah dapat menikahi perempuan lajang manapun”

“Kita harus tunjukkan bahwa janda adalah janda-janda yang terhormat”
“Perempuan seharusnya bangga dengan keputusannya menjadi janda”
“Kita harus tunjukkan bahwa janda bisa menghidupi dirinya sendiri”
“Kita harus bisa eksis tanpa laki-laki. Kita harus bisa membuat keputusan-keputusan sendiri untuk mengatasi masalah hidup sendiri”

Sebuah perbincangan yang membuat adrenalinku memuncak pada sebuah ketidak adilan pada perempuan yang memilih keputusan menjadi seorang janda. Lalu apa yang aku harus lakukan. Bicara satu persatu pada semua orang dan berkata, “Please…..jangan berpikir negative tentang janda”.

Ah….sudahlah! aku yakin catatan putihku tentang janda ini akan menimbulkan banyak pikiran yang kontroversi. Yang pasti kita harus belajar menghargai keputusan orang lain memilih melajang, menikah atau pun menjanda.
Fuich…..menulis catatan ini seperti berlari dalam sebuah putaran masa lalu dan masa depan. Untuk mengambil sebuah keputusan yang tepat. Tanpa ada sebuah penyesalan.
Jadi ingat sebuah nasehat dari kawan, “Hidup adalah pilihan ... jadi Yakinkan hati atas pilihan ... satu pilihan yang harus dikorbankan ...”
Ya…apapun keputusannya ada sebuah konsekwensinya termasuk keputusan untuk menjadi janda.

Buat seorang teman yang sedang bimbang, “Kita adalah perempuan. Kita punya kelemahan. Tapi kelemahan kita sebenarnya adalah sebuah kekuatan. Keep Survive Sistr!. Aku percaya kamu pasti bisa. Tak ada yang salah jika kamu memutuskan untuk menjadi janda!”

Ah ibuku……seorang Janda terhormat yang menjadikan aku menjadi Raa yang sangat Aku.








Catatan kecilku pesembahkan pada Ibuku
Janda terhormat yang membuat keluargamu juga terhormat
Pada perempuan-perempuan kuat yang memilih hidup dalam kesendirian dengan manjadi Janda
Pada sebuah kekuatan, pada kelemahan, pada perempuan
Pada lelaki yang masih menghargai keberadaan perempuan yang berstatus seorang Janda
Aku bangga pada keputusanmu! kawan!

22 komentar:

Unknown mengatakan...

wonderwomen!

Latifah hizboel mengatakan...

Semua itu adalah sebuah pilihan yang terberat, bagi seorang istri yang sudah berkeluarga, dan harus memilih karena konflik keluarga yg sudah berat dan tak ada jalan keluar, tapi bagiku janda bukan pilihan, mungkin bila janda dari ditinggalkan oleh suami untuk selama2nya berbeda pun dimata Allah, tapi untuk bercerai dan menjadi janda adalah sebuah keegoisan dari seorang istri dan anak, terlalu besar tanggung jawabnya dari psikologis anak, akan dibawa kemana anak2 kita, bila perceraian itu terjadi, tak terbayang akan masa depan mereka...itu hanya pendapatku lho mba...

eden.apesman mengatakan...

predikat 'janda' bwt aku pribadi (sebagai hsl produk dr ortu janda) adalah peminggiran perempuan minoritas oleh perempuan mayoritas pendukung budaya patriarkhi. sangat ironis memang karena 'musuh' perempuan adlh perempuannya sendiri. mereka perempuan mayoritas adlh perempuan yg mumpuni pd zona nyaman mereka, beda adalah hambatan. jujur aku pribadi menyayangkan perceraian krna itu brarti tdk da lg kepercayaan, tp pd kasus spesial aku beri dukungan

Irma Senja mengatakan...

berat sekali membaca postingan mba raa kali ini,meskipun terasa mengalir karena ditulis dgn bgs dan enak di baca.

JanDa,... konflik keluarga yg akhirnya memutuskan untuk bercerai ? di tambah lgi tlah hadir anak-anak dlm perkawinan,tidak semudah itu mba...

banyak hal yg hrs dipikirkan,berbeda dgn janda mati !
Kdang seorang istri harus bertahan di tengah kondisi yg tidak bahagia hanya untuk anak2 mereka,buatku mngkn yg memberatkan itu anak. bagaimana dgn anak2 kita ? istri dan suami bisa dgn mudah menikah lg,..tp anak2 kita akan hidup tercerai berai.
berbeda dgn ibunda mba raa tercinta yg menjanda karena ayah meninggal. dalam pandangan masyarakat pun tentu saja berbeda dgn janda yg di cerai.

Anonim mengatakan...

Kalo ada istilah duda keren, kalo aku jadi janda aku akan bilang: "Hem,..aku janda keren!" kuakakakak

ica puspita mengatakan...

saya heran dengan penilaian masyarakat yang asal menjudge status janda. terutama janda cerai mbak. sepertinya penilaian negatif itu sudah mendarah daging dimasyarakat kita :(

nietha mengatakan...

Mbak, aku juga punya postingan yang sama http://www.lumbunghati.com/2010/04/jadi-janda-bukan-dosa.html

memang berat memutuskan menjadi janda. berat banget

catatan kecilku mengatakan...

Sisi feminis dari Mbak Ira keluar dengan sangat kuat...
Memang utk sebagian orang masih memandang janda karena kematian lebih baik daripada janda karena perceraian.

secangkir teh dan sekerat roti mengatakan...

jangan takut mbak..tidak ada yang salah... :)

-Gek- mengatakan...

karena orang indonesia lebih peduli pada "tanggapan masyarakat" daripada "isi hati dan kebagiaan nurani diri sendiri".

Seandainya itu bisa berbalik, maka semua tak ada yg salah, semasih itu di jalanNya.

(aih panjang bener...)

Nb. Walah.. kok bisa Mbak abortus 2 kaliii???

NaiCaNa mengatakan...

Mamahku juga janda terhormat k'...
Semoga tetap biss membahagiakan mamah ya k' :)
Salam utk sahabatmu yg lg bimbang, bilang hidup memang harus memilih walaupun sulit :)

Nunu mengatakan...

Salut untuk wanita-wanita yang tegar di muka bumi ini ... mari merubah image buruk yang telah di torehkan ... buktikan bahwa tidak semua pikiran orang tentang janda itu benar ...!

annie mengatakan...

Terasa capenya, Raa, baca tulisanmu kali ini. Menyuarakan ketimpangan yang terasa dari sebuah kultur masyarakat yang seperti ini memang tak mudah, ya.

Selama orang berbuat hanya berdasarkan penilaian masyarakat, bukan berdasar penilaian Tuhan, beginilah akibatnya. Semoga para perempuan kita tetap tegar melangkah dalam keyakinan di jalan Tuhan. amiiin

AISHALIFE-LINE mengatakan...

Ya..perempuan mana sih,yang tidak ingin punya keluarga awet.Kalau saya lebih baik sendiri (menjanda)daripada punya suami tapi menderita hehehe.

Tapi kalau memiliki anak ya,musti memikirkan kepentingan anak,(perbaiki masalah tanpa harus cerai)dari pada kepentingan pribadi.

Ninda Rahadi mengatakan...

ngga kok mbak tergantung masalahnya

Inuel mengatakan...

rasanya sampe ke ubun ubun, ya allah.. ngga bisa berkomentar aku disini, buat ibu mba Raa.. itu yang terbaik, maka hal itu memang baik, tapi memang semua orang memiliki pemikiran masing masing yang berbeda, soal status janda, memang benar masyarakat sering mencemooh mereka yang berstatus janda, aku baru menyadarinya, sungguh aku baru menyadarinya, jika seorang janda juga manusia biasa dan sangat berharga, bener anyin juga sih, tergantung masalahnya hehe..

maaf ya kalo salah komentar :P

mocca_chi mengatakan...

sebuah pilihan yang sulit, yang bener2 mengandalkan kekuatan mental dan pribadi. aku sendiri klo ditanya sekarang, ga akan tau apakah akan memilih jd janda atau istri yang tersakiti lahir dan batin. kr masih ada hal lain yg menjadi pertimbangan saat keputusan itu dibuat

nice topik mbak, berat tp ngena ^ ^
dan oh ya, cuman komentar iseng. orange hedernya agak kurang nyambung dg warna body post n backgron. peaceeeee :P

savana mengatakan...

Nice topik.....
Dengan alasan apapun menjadi janda adalah keputusan berat, pilihan yang sulit...tapi tetap bersama seseorang yang menyakiti dan tidak menghargai apakah itu lebih baik...???
Mungkin buat anak-anak, hidup dengan kedua orang tua yang berpisah namun tetap merasakan kasih sayang dari keduanya akan lebih baik dibanding mereka harus dicekokin pertengkaran setiap saat......

Arif Agus Bege'h mengatakan...

ahh..

ini salah satu alasan kuat yang bisa melemahkan orang dengan kondisi yg berbeda..kiranya segala sisi perlu di pertimbangkan, dunia maupun akhiratnya, real dan abstrak.

namun untuk karya dengan kisah nyata tak dapat di pungkiri kekuatannya

salam

obat kanker payudara mengatakan...

FANS BERAT RANGDA...gak masalah dengan sosok rangda juga..heuheu

Anonim mengatakan...

saya janda... & saya lbh bahagia dg kehidupan saya skrg.. yang terberat bukanlah pd saat memutuskan utk menjadi janda,, tp lebih ke kehidupan setelah keputusan itu qt ambil.. bergelut dengan penerimaan thdp diri sndiri terlebih trhadap stigma negatif masyarakat sekitar.. tp kondisi itu makin menempa saya mnjadi lbh kuat, lebih baik & lbh survive.. yg terpenting qt terus belajar memperbaiki diri & melakukan pembuktian bahwa stigma itu salah besar.. menjadikannya mjd sebuah kekuatan utk bangkit :)

Bandung Fashion 99 mengatakan...

Sesuatu yang janggal yang terjadi di masyarakat kita... Tidak perawan sebelum menikah lebih diterima dan dimaklumi daripada janda yang menikah dan bercerai secara baik2.. Padahal islam tidak mencemooh perceraian dengan alasan yang kuat.. Terbukti dengan disyariatkanya khulu untuk menghormati hak hak wanita :)