20 Apr 2010

SAATNYA NYAI DASIMAH MENJADI SEJARAH

Nyai…..apa yang kau pikirkan jika mendengar kata Nyai? Steotipe yang negative kah? Seorang istri simpanan? Atau seorang gundik? Atau mungkin seorang perempuan yang patut menjadi sebuah sejarah. Nyai terlalu diselewengkan oleh sebuah kolonialisme.
Catatan ini merupakan sebuah oleh-oleh kecil dari sebuah perjalanan wisata Nyai Dasimah yang di adakan oleh Masub Jakarta. Mempelajari sejarah dari sebuah buku……


Nyai Dasimah awalnya di tuliskan oleh G Francis dengan judul Tjerita Njai Dasima yang diterbitkan pertama kali oleh Tjeng Bie & Co, Batavia pada tahun 1896. Cerita ini kemudian melegenda dan di jadikan lakon kelompok komedi bangsawan dan komedi stambul. Di Masa penjajahan Miss Ribut bahkan telah mementaskannya sebanyak 127 kali. Ketika industri film mulai tumbuh di Hindia Belanda, pada tahun 1929, para peranakan yang tergabung pada Tan & Co memfilmkan Tjerita Njai Dasima yang kemudian dilanjutkan dengan Nyai Dasima II dan Pembalasan Nancy. Selanjutnya Tjerita Njai Dasima difilmkan oleh pribumi pada tahun 1940. 

Secara singkat, Tjerita Njai Dasimah menceritakan kehidupan seorang perempuan yang menjadi perempuan simpanan seorang Inggris yang bernama Edward W. Dasimah berasal dari wilayah Kahuripan wilayah Parung Bogor. Saat kecil, oleh orang tuanya, Dasimah diantar kerumah Tuan W untuk mengabdi. Hingga kemudian Dasimah di jadikan Nyai dan mempunyai anak perempuan bernama Nancy. Mereka kemudian tinggal di wilayah Pejambon, Jakarta Pusat. Nyai Dasimah kemudian jatuh cinta pada Samiun, seorang kusir sado yang selalu mengantarkan Nancy berangkat sekolah. Atas bantuan Mak Buyung, akhirnya Samiun dan Dasimah menikah. Namun, nasib tragis dialami Nyai Dasimah. Ia tewas di tangan Bang Miun, seorang penjahat dari wilayah Kwitang saat akan pergi nonton dengan Samiun di wilayah Ketapang. Mayatnya dihanyutkan di kali Ciliwung hingga tersangkut di sungai belakang rumah tuan W. 

Pada versi Francis, Nyai Dasimah di gambarkan sebagai seorang perempuan pengganggu, gila harta. Disini, Nyai Dasimah diceritakan mati di tangan Bang Puase atas perintah Samiun karena ingin menguasai harta Nyai Dasimah. Dan terlihat sekali rasa kolonial dan anti pribumi, anti islam. Semua tokoh dalam Francis bersifat buruk hanya Tuan W yang mempunyai sifat baik bahkan sangat baik. Dapat dikatakan sebagai sastra pesanan. Ya…sebuah karya sastra yang dipesan untuk menujukkan kebaikan dari sebuah kekuatan penguasa saat itu. 

Sementara itu S.M. Ardan, pada tahun 1965 juga menulis kisah tentang Nyai Dasimah. Kebalikan dari versi Francis, Ardan menggambarkan Nyai Dasimah sebagai perempuan yang bersahaja. Dia meninggalkan Tuan W, karena merasa berdosa hidup serumah dengan Tuan W tanpa pernikahan hingga mempunyai anak. Ia pun kemudian menikah dengan Samiun. Nyai Dasimah tewas di tanhan Bang Puase atas perintah Haryati, istri pertama Samiun yang merasa cemburu dengan Nyai Dasimah termasuk juga ingin mengusai harta Nyai Dasimah. Dalam novelnya, Ardan berusaha memperbaiki kesan Nyai Dasimah yang digambarkan oleh Francis. Nyai Dasimah dalam gambaran Ardan adalah seorang perempuan korban struktur sosial kolonial yang ingin mempertahankan jati diri dan harga diri dengan memberontak terhadap kungkungan cara hidup per-nyai-an bentukan dari bangsa penjajah. Oleh Ardan, Nyai Dasimah juga diberi keberanian dan kekuatan untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak ada di versi Francis. 

(Satu paket buku dan kue khas Betawi)
Hhmmmmmm…..mengikuti plesir Nyai Dasima seakan kembali ke masa lalu. Mengawali perjalanan dari Gedung Kesenian Nasional yang dibangun pada tahun 1902. Gedung kesenian nasional yang berada tepat di depan stasiun Gambir itu merupakan bekas bangunan yang digunakan untuk Sekolah khusus perempuan yang didirikan oleh Yayasan Kristen Carpenter Alting Stiching. Perjalanan kemudian dlanjutkan ke wilayah Gambir, yaitu wilayah yang diberikan kepada serdadu pakngkat letnan yang bernama Gambir yang diperintahkan oleh Gubernur Jendral Herman Willem Daendels yang meluaskan Batavia sampai ke wilayah selatan. 

Kemudian di lanjutkan mengunjungi Gereja Immanuel yang berdiri pada tahun 1835-1839 yang dirancang oleh JH Horst. Gereja ini di resmikan tepat 24 Agustus 1839 bersamaan dengan Hari lahirnya Raja Belanda 1 Van Oranye. Gereja Immanuel berada di wilayah Pejambon tempat Tuan W tinggal. Sedangkan rumah Tuan W sendiri berada tepat dibelakang Gereja Immanuel tidak jauh dari pinggir Kali Ciliwung atau sekarang berada di Jalan Batu dekat SMK Negeri 2. Selain itu, perjalanan juga melewati Belahan Beng Gam, yaitu kanal yang dibuat pada tahun 1684, oleh seorang Tionghoa yang bernama Kapten Phoa Beng Gam. Kanal tersebut digunakan untuk mengurangi banjir tahunan yang dimulai dari Harmoni, hingga ke Gajah Mada dan berbelok ke Jalan Labu membelah jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk.

Bangunan selanjutnya adalah Gedung Pancasila yang didirikan pada tahun 1830 sebagai rumah kediaman Panglima Angkatan Perang Kerajaan Belanda di Hindia Belanda. Gedung ini di bangun di atas taman yang bernama Taman Hertog dan berubah menjadi Taman Pejambon. Dan setelah melewati perjalanan sejarah yang cukup panjang,mulai digunakan sebagai Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (1918), hingga digunakan sebagai Kantor Tyuuoo Sang –In yaitu Badan Pertimbangan Pusat di Jakarta pada jaman Jepang (BPUPKI) hingga akhirnya pada pemerintahan Suharto dijadikan sebagai Gedung Pancasila tepat pada 19 Agustus 195. Lokasi di sekitar gedung juga dikenal dengan Batalyon 10 yang terkenal sebagai tangsi yang paling kejam dan jagal pada tahun 1945 oleh NICA dan KNIL. Sekaran wilayah ini dijadikan kantor Markas KKO (Marinir). Selain itu, perjalanan juga melintasi Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Subroto. Rumah sakit tersebut awalnya merupakan istana Weltevreden yang didirikan pada tahun 1648. Kemudian dibeli oleh Gubenur Jendral Petrus Albertus Van Der Parra tahun 1767. Tak berapa lama, pad tahun 1857, Istana tersebut dijadikan Rumah Sakit Militer Kolonial yang kemduian berubah menjadi RSAD Gatot Subroto. 
 (Salah satu bagian dari Gedung Pancasila)

 (Sungai Cilwung yang terebelah oleh kanal Beng Gam tempat mayat Nyai Daimah ditemukan)

Terkait dengan perjalanan Nyai Dasimah, perjalanan juga dilanjutkan pada wilayah Kwitang tempat tinggal Bang Puase yang membunuh Nyai Dasimah. Bang Puase tinggal di Kwitang sekitar tahun1813. S.M Ardan, penulis Nyai Dasima juga dibesarkan di wilayah ini termasuk juga di wilayah Senen. Nama Kwitang diambil dari seorang tuan tanah dari Tionghoa yang bernama Kwik Tang Kiam. Kemudian oleh anaknya, tanah tersebut dijual pada saudagar arab. Inilah awal mengapa wilayah Kwitang dipenuhi oleh warga keturunan arab. Perjalanan berakhir di Gedung Kebangkitan Nasioanl ex STOVIA yaiu sekolah dokter Jawa yang berada di jalan Abdurahman Shaleh. Gedung tersebut dibangun mulai tahun 1899 dan selesai pada tahun 1901. Cikal bakal Pergerakan Budi Utomo juga dimulai dari Gedung Stovia yaitu pada tanggal 20 Mei 1908 yang ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional.

Benar-benar perjalanan yang sangat menyenangkan. Menyusuri jalan-jalan yang penuh cerita sejarah seakan membawaku pada peristiwa-peristiwa ratusan tahun silam. Membayangkan menjadi seorang Nyai, yang tepisah dari bangsanya sendiri dan hidup dalam sebuah kungkungan rumah gedong. Membayangkan menjadi seorang Nyai yang mempunyai cerita cinta yang tersembunyi. Hhhmmmmmm……………sayangnya aku sendirian. Ya…benar-benar sendirian. Mengikuti perjalanan ini hanya untuk mengisi waktu. Bertemu dengan orang-orang baru ternyata tetap membuat aku menjadi seorang Raa. Hanya melihat, mendengarkan dan merasakan sebuah perjalanan napak tilas seorang Nyai Dasimah dan menuliskannya pada catatan-catatn kecil tanpa berani mengeluarkan kata-kata. Ya! Mempelajari dan memahami jika kehidupan itu adalah sebuah perjalanan. Memulai, berjarak hinggak akhirnya mengakhiri dengan kata, “Semoga!”.
Saat kita belajar untuk menjadi sebuah sejarah, seperti Nyai Dasima


Pulang membawa catatan-catan kecil tentang Sejarah Jakarta dan membawa setumpuk buku "perempuan"

Walaupun tak ada satupun yang aku kenal, tapi perjalanan Nyai Dasimah memberikan sebuah cerita tentang perempuan yang menjadi sejarah


Catatan tersebut di atas diambil dari beberapa sumber :
•Kehidupan Sosial di Batavia : Jean Gelman Taylor
•Nara sumber Yahya Andi Saputra & JJ Rizal
•Nyai Dasima : S.M Ardan
•Tjerita Njai Dasima : G. Francis

Catatan kupersembahkan pada Indonesia
Dan para perempuan yang telah menjadi sejarah
Dan sebuah keinginan menjadikan hidupku sebagai bagian dari sejarah

8 komentar:

ivan kavalera mengatakan...

Waah, keren rekam jejaknya. Aku jadi pengen menelusurinya juga tapi kapan ya?

Irma Senja mengatakan...

aku ingat,dulu saat SMA aku pernah memerankan sebagai nyai dasimah dalam pegelaran teater di kotaku.

keren bgt cerita perjalanannya mba...

ceritatugu mengatakan...

kayaknya inyong pernah dengar cerita ini tapi dimana ya...lupa-lipa ingat

catatan kecilku mengatakan...

Seru acara napak tilasnya mbak... dan oleh2 bukunya banyak amat...?

the others mengatakan...

Aku pernah sekali nginep didaerah Kwitang dulu pas dinas ke Jakarta...

Mbak, gedung2 Belanda bagus2 ya ?

Unknown mengatakan...

berkunjung mbak...

Mulyani Adini mengatakan...

Wah...keren.., kapan ya bisa ke sana

HB Seven mengatakan...

Wes....asyik banget kayaknya le jalan-jalan......