3 Apr 2010

APAKAH SUAMIMU KORUPSI?

Seandainya boleh jujur, aku paling tidak suka menuliskan hal yang berbau politik ataupun kasus-kasus hukum. Karena aku pikir aku bukan siapa-siapa yang tak pantas berbicara dalam koridor hukum. Atau mungkin lelah karena selama bertahun-tahun mendapatkan tugas di ranah politik. Entahlah? Karena kini aku hanya perempuan biasa yang mempunyai catatan-catatan biasa dan bukan wanita luar biasa yang pandai menuliskan tentang hukum dan politik. Tapi tak ada salahnya aku mencatat sedikit tentang pemikiranku?


Namun beberapa minggu ini, saat gencar-gencarnya media mengangkat berita manusia 28 milyar yang tertangkap di Singapura bersama anak dan istrinya. (Sempat menjadi pertanyaanku, melarikan diri kok ya sama keluarga. Tertangkapnya juga terkesan “aneh dan bodoh”. Di restoran! Sebuah kebetulan atau ada perjanjian?)
Ada beberapa tanda tanya yang selalu muncul di benakku. Kenapa selalu laki-laki yang mayoritas menjadi pelaku korupsi? Apakah sebuah kebetulan ataukan ini yang dinamakan kenyataan. Aku tak berani menebak-nebak! Hingga kemarin sore temanku mengirimkan sms, “Apakah suamimu korupsi?”. Pertanyaan yang hampir saja membuatku emosi tapi aku pikir tak ada yang salah dari sms itu. Hanya sebuah peringatan sederhana dari seorang kawan.

Menyikapi korupsi bukan seperti menulis puisi. Sangat rumit!
Namun aku berusaha melihat dari sisi seorang perempuan. Ya…perempuan biasa yang tak punya apa-apa tapi mampu memberi warna tersendiri dalam dunia perpolitikan dan perkoruptoran. Karena sebetulnya perempuan bisa bergerak lebih lincah dalam gerakan anti korupsi. Bukankah negara ini terbentuk dari beberapa unsur dan unsur yang terkecil adalah keluarga. Dan siapa yang paling bertanggung jawab untuk menentukan langkah perjalanan sebuah keluarga? Aku menjawabnya perempuan, tanpa mengecilkan tanggung jawab besar seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Gerakan anti korupsi bisa di mulai dari perempuan-perempuan. Keluarga dan sebuah komunitas. Mulai dari Ibu rumah tangga, wanita karier, ibu-ibu darmawanita, mahasiswi, ibu-ibu PKK, para perempuan sosialita, ibu-ibu legislative, ibu-ibu pejabat atau sekalian ibu-ibu dari para penjahat. Mereka sangat beperan penting dalam gerakan anti korupsi.

Sempat aku sedikit memperhatikan sebuah kasus korupsi yang sempat menggemparkan. Setelah searching di beberapa media, ada sebuah jawaban yang sedikit bisa aku simpulkan. Keluarga sang Istri adalah keluarga yang berada atau bisa dikatakan kaya, sedangkan suami yang saat ini mempunyai panggilan sang Koruptor, berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Bukankah sebuah hal yang tidak mungkin, sang suami berusaha membahagiakan sang istri yang mempunyai gaya hidup wah dan sebagai seorang sosialita walaupun dengan cara yang tak benar yaitu dengan korupsi.

Mungkin hal itu tak akan pernah diekspos oleh media, karena dianggap tak penting. Tapi dari sudut pandang seorang aku, Raa, alasan tersebut menjadi sangat penting. Peran sebagai istri dan perempuan harus dioptimalkan untuk mengurangi kasus korupsi di negara kita ini.

Pada Koran Jawa Pos, Selasa 30 Maret 2010, secara jelas di tuliskan keterlibatan istri mantan Wakapolri Adang Darajathun, yaitu Nunun Nurbaeti dalam kasus dugaan cek perjalanan pada pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior BI. Saksi mengatakan jika Nunun yang memerintahkan pemberian cek kepada sejumlah anggota komisi IX DPR tahun 1999-2004. Dan aku semakin sadar jika perempuan semakin mempunyai peran penting dalam gerakan anti korupsi!

Bukan maksud menggurui, pernahkah kita sebagai perempuan, khususnya istri merajuk pada suami untuk dibelikan perhiasan, barang-barang mewah atau mungkin mobil, rumah agar tidak malu pada tetangga? Padahal kita tau jika pendapatan suami tak cukup untuk membeli barang-barang yang kita inginkan. Pernahkah kita memaksa pada suami untuk berlibur atau sekedar makan di tempat-tempat yang berkelas agar disebut sebagai orang terpandang? Padahal gaji suami kita hanya cukup untuk makan malam di restoran sederhana. Penahkah kita merayu pada suami agar anak-anak bersekolah di tempat-tempat elite untuk menjaga sebuah gensi walaupun harus mengeluarkan biaya yang tak masuk akal. Pernahkah kita menanyakan secara detail dari mana suami kita mendapatkan uang untuk memuaskan keinginan kita?

Menjadi perempuan itu memang mahal. Baju, make up, perhiasan, gaya hidup. Tapi pernahkan berpikir apa yang kita lakukan hanya untuk menaikan sebuah nilai harga diri. Sederhana dan bersahaja. Rapi, bersih dan pantas. Bukankah itu yang terpenting dalam pergaulan. Jika kita tak bersifat konsumtif, mungkin suami tidak akan mengkebiri nama mereka dengan cara korupsi. Mereka juga akan bekerja secara tenang, karena tahu jika pendapatannya akan di post kan pada pengeluaran keuangan yang tepat dengan menyisakannya pada tabungan untuk masa depan oleh istri yang sangat bersahaja.

Ah….aku terlalu naïf menuliskan kalimat-kalimat pertanyaan yang aku sendiri tak bisa menjawabnya. Catatan ini aku buat bukan hanya untuk kawan-kawan perempuan tapi juga untuk diriku sendiri yang sering merajuk untuk dibelikan ini dan itu (walaupun masih dalam kategori wajar, karena aku tau kemampuan keuangan kami). Catatan ini membuat aku malu dengan diri sendiri. Dan aku lebih baik hidup sederhana seperti sekarang dari pada hidup mewah tapi mendapatkan harta dengan cara korupsi.
Suatu hari sempat aku menanyakan, “Kapan kita punya rumah? Sedangkan Ibu A sudah pindah ke rumahnya sendiri”. Dan dia hanya tersenyum sambil berkata, “Kejujuran itu yang paling penting. Karena kerja adalah ibadah dan harus berkah. Dari pada aku korupsi. Mau beli rumah dari hasil korupsi”.
Aku terdiam. Ya Allah Ya rabb! Sebuah tamparan seakan menyadarkanku. Aku, perempuan yang selalu meneriakkan kata, “Korupsi harus mati” hampir saja menjebaknya dan mengantarkan pada ketidak jujuran. Aku tak mau menjadi orang yang munafik. Aku bahagia dengan kesederhaan ini.

Ya…..semoga saja Dewi Themis. Dewi Keadilan tak pernah membuka tutup matanya. Agar keadilan tetap dijaga. Agar keadilan selalu berpihak pada kebenaran. Semoga…….!

Setiap laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk berperan aktif dalam pemberantasan korupsi, memiliki hak dan peluang yang sama di dalam lembaga maupun dalam kaitannya dengan kesematan yang sama untuk mengakses dan mengontrol sumber daya lembaga. Dan perempuan harus mempunyai posisi tawar yang cukup besar untuk memujudkan tata kelola pemerintahan yang demokratis, bebas dari korupsi, berkeadilan ekonomi, sosial serta jender.
Hmmmmm…………aku kini menanyakan hal yang sama padamu kawan, “ Apakah suamimu korupsi?”. Aku bergumam, “semoga tidak kawan…!”

Catatan ini aku persembahkan pada Koalisi Perempuan Indonesia Anti Korupsi
Pada perempuan-perempuan bersahaja dan sederhana
dan pada sebuah nama yang bernama "Kejujuran"
"Terimakasih mengajarkan aku menjadi wanita yang lebih sederhana"






12 komentar:

De mengatakan...

wah istri yang bijaksana
aku suka tuh, sayangnya aku belum punya suami. hihi...

ali afif mengatakan...

catatannya selalu menarik mbak... salute... :-)

@minumino mengatakan...

iyah,mudah2an saya nanti kalo jadi istri g minta macem2 :p *sangsi
hehe

sibaho way mengatakan...

tanya lagi, apakah bapakmu, adikmu, kakakmu, mantumu korupsi?

Unknown mengatakan...

tulisan yang luar biasa mbak,,,
lets burn corruptions,together!!!

fanny mengatakan...

emang gak mudah jadi perempuan. kdg butuh banyak hal/barang yg gak penting.

REYGHA's mum mengatakan...

Bukankah Wanita adalah tiang negara?....keknya pernah dengar itu deh. jadi bagaimana kualitas kebanyakan wanita dinegaramu itulah yang nantinya bisa menunjukkan wajah negaramu....hik..hik..mba Ira dengan background yg abu2 gitu tulisan putih aku mesti nyureng...nyureng baca tulisanmu.....

Grosir Aksesoris Wanita mengatakan...

wah istri yang bijaksana
aku suka tuh. hehehe..

Grosir Baju Wanita mengatakan...

i like this post.. thank you

Memey mengatakan...

masalahnya jarang sekali seorang istri menanyakan dari mana asalnya ... kalaupun ada hanya segelintir dan yang jelas gaya hidup PNS sekarang sudah bisa dibilang bergaya hidup mewah percaya atau tidak perhatikan lingkungan anda

enny mengatakan...

setuju, mbak!!!

ranii mengatakan...

wah... tulisan mbak jadi semacam pembelajaran untuk perempuan. saia belum bersuami, tapi tulisan ini harus tetep diingat dalam hati (dan dilaksanakan) nanti ketika saia menikah :)

terima kasih tulisannya.. bagus banget :)