18 Mar 2010

BUKAN SEKEDAR CATATAN TAPI INI KEBEBASAN SEBUAH BUKU

Beberapa waktu yang lalu aku sempat berdiskusi dengan sekorang kawan tentang kebiasaan membaca sebuah buku
“Baca buat aku ngantuk Raa”
“Kalau baca novel?”
“Sama aja…soalnya nggak ada gambarnya. Apalagi kalo ketemu buku-buku kayak punyamu. Ampun…berat banget”







Hmmm …..aku terdiam. Berat? apa ada yang salah dari koleksi bukuku? Ataua da yang salah dari budaya membaca di lingkungan kita?
Jika ditanya sejak kapan mengenal buku, aku tak akan pernah mengingatya. Yang aku ingat, almarhum ayahku pernah “memaksaku” membaca buku Di bawah Bendera Revolusi karangan Ir. Sukano saat aku masih duduk dikels 3 SD. Setengah tahun sebelum beliau meninggal. Berat…..berat sekali. Bukan hanya dari isinya tapi juga ukurannya untuk anak seusia aku yang berlangganan majalah anak-anak. Entah bagaimana kabar buku itu….sempat aku mencari diperpustakaan Ayahku, tapi buku itu benar-benar raib. Peristiwa “pemaksaan itu terjadi lebih dari 20 tahun lalu. Namun sejak itu, aku semakin gandrung dengan berbagai macam buku “berat” hingga detik ini. Buku berat? Pasti kau bertanya-tanya. Buku berat adalah buku yang bertemakan sejarah, bertemakan “perempuan”, dan bertemakan “social politik”. Kenapa sejarah? selain karena alasan “pemaksaan dari Ayah”, aku rasa dengan membaca sejarah kita akan semakin menghargai sebuah kejadian penting dalam sebuah proses kehidupan. Sedangkan untuk tema perempuan? Ah….mungkin karena aku punya sedikit cerita buruk tentang kehidupan keperempuananku yang tak perlu diulas detail pada catatan kecilku ini. Sedangkan tema sosial dan politik? Hhmmm aku hanya merasa nyaman pada wilayah ini. 

Lepas dari itu semua aku tetap memprioritaskan “sastra” dalam pilihan bukuku. Ya…sastra dalam teori ataupun dalam sebuah bentuk karya; cepen, novel, novelette, puisi, ataupun teks drama. Dan anehnya……aku hanya membaca karangan dalam negeri alias buku lokal. Merasa aneh saja jika aku membaca buku asing yang disadur dalam Bahasa Indonesia. Dan sampai detik ini aku sama sekali tidak menyentuh novel-novel terkenal seperti Harry Potter ataupun Twenlight! 

Namun aku selalu menyayangkan ketika ada sebuah rezim memberikan sebuah ultimatum untuk membredel sebuah buku. Apakah ada yang salah dari sebuah buku? Tidak…..buku tak pernah salah, tapi sebuah rezim yang membuat buku menjadi salah dan harus dibredel. Dalam ajaran agamaku, Islam, ayat pertama yaitu Iqro’ yang artinya adalah Bacalah! Bukan kan ini berseberangan dengan kasus pelarangan sebuah buku oleh sebuah rezim.

Konon para pemegang rezim membredel barang cetakan karena dianggap mengganggu ketertiban umum. Dan penekanan ini terlihat jelas dari Penetepan Presiden no. 4 Tahun 1963 tanggal 23 April 1963 tentang pengamanan terhadap barang-barang cetakan yang isinya dapat mengganggu ketertiban umum sebagaimanatelah ditetapkan sebagai UU No.5 Tahun 1969 tanggal 5 Juli 1969 tentang pernyataan berbagai penetapan Presiden sebagai Undang-undang. Dan sampai detik ini aku masih berpikir keras gangguan ketertiban umum seperti apa yang bisa ditimbulkan dari sebuah buku. Bukankah buku adalah sarana utama untuk mencerdaskan bangsa? Salah satu sumber ilmu yang dapat menjadikan seorang meraih gelar maupun orang menjadi lebih trampil dan kreatif ?. Menulis buku juga merupakan proses yang sangat sistemik dan mengandalkan kemampuan yang cukup diperhitungkan. Bukankah tindakan membelenggu hak seseorang untuk berkreasi adalah pelanggaran hak sipil seperti yang dilakukan pada rezim orde baru? Bukankah pembredelan termasuk pelanggaran terhadap hak asasi manusi sebagai warga Negara dalam berpendapat dan berekspresi? Sebut saja buku-buku karangan Pramudya Ananta Toer yang dilarang sejak tahun 1965 sampai 1995 yang berjumlah puluhan judul hingga Politik Dosomuko karangan Subadio Sastrosatomo atau Di bawah Lentera Merah milik So Hok Gie serta ratusan buku lainnya. Padahal aku rasa tidak ada yang salah dari tulisan mereka yang jujur, logis dan apa adanya. Bukankah sebuah kejujuran itu indah walaupun mungkin ada yang merasa terluka. 

 Aku menemukan buku milik Soe Hok Gie!!!!!


Yah…..terluka! dan salah satunya yang terluka adalah keluargaku. Aku masih sangat ingat saat kakekku pernah mengajakku ke ladang tempat kakekku dulu tinggal. Ia menunjukkan sebuah sumur tua yang mulutnya telah tertutup oleh tanah. “Raa…..disini terkubur ratusan buku koleksi mbah. Dulu tak buang karena mbah telah dianggap sebagai golongan merah. Padahal mbah punya Tuhan. Mbah takut dianggap pemberontak mangkane buku-buku tak buang disini. Untuk menyelamatkan keluarga kita termasuk kamu”. Waktu itu aku terlalu kecil mengerti arti golongan merah. Yang aku bayangkan hanyalah banyak buku di dasar sumur tua itu dan kakek yang menangis tersedu setiap menceritakan peristiwa di tahun 60-an itu. Adalah rasa nelangsa…….dan kelak lokasi sumur tua itu menjadi kuburan keluargaku termasuk kakekku; lelaki tua yang mengajarkan arti sebuah buku, Ayahku; sang pemaksa yang mengajarkan aku arti sebuah sejarah, serta ibuku; yang menjadi perpustakaan pertama dalam kehidupanku. Dan mereka kita terkubur bersama ratusna buku yang mereka cintai. Semoga Allah selalu memberikan tempat terbaik pada mereka. Dan kini aku sadari setelah beberapa keluargaku ternyata adalah mantan anggota kesenian dari golongan merah dan mereka dicap seperti itu karena memiliki beberapa buku yang dianggap mengganggu ketertiban umum. Bah……aku benci dengan ketidak adilan. Kenapa buku harus dihancurkan?

Jangankan untuk membuat buku, tekadang kita sendiri merasa susah untuk menulis sesuatu walaupun itu hanya sekedar sebuah buku harian. Aku menganggap semua buku adalah buku harian, karena mereka menuliskan apa yang mereka alami, mereka pikirkan, mereka khayalkan, dan mereka rasakan. Buku merupakan budaya hasil cipta rasa dan karsa manusia. Bukankah dalam Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi melalui UU No.12 Tahun 2005 sudah jelas-jelas diterangkan jika “Setiap orang berhak mempunyai dan menyatakan pendapat tanpa diganggu, termasuk kebebasan mencari, menerima, dan memberikan informasi dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan batas, baik secara lisan maupun tulisan atau tercetak dalam bentuk seni atau melalui sarana lain menurut pilihannya sendiri”. 

Hmmmmmm…..membicarakan buku seperti membaca masa lalu, masa kini dan masa depan serta membaca kehidupanku sendiri yang kini lebih banyak menghabiskan waktu dengan tumpukan buku untuk membunuh waktu. Dan sebuah rezim kembali lagi menghargai hadirnya buku sebagi sebuah wacana yang tak perlu diberangus.
Dalam dunia jurnalis yang pernah ku geluti, jika ada yang merasakan keberatan atas sebuah berita maka dia berhak menggunakan hak jawab. Tidak ada salahnya jika hal tersebut juga dilakukan oleh sebuah rezim dengan mengeluarkan buku “putih” tandingan dari pada harus membredel sebuah buku. Walaupun cara seperti juga masih digunakan walaupun kadarnya sangat sedikit dibandingkan jumlah buku yang telah dikebiri.

Jika ingat buku, maka aku teringat salah satu sahabat bloggerku, Mbak Fanda. Jujur secara pribadi aku salut dengannya,berbagi beberapa buku koleksinya dalam bursa buku murah yang dipasarkan secara online pula di Vixxio Buku Bekas Online. Sedangkan aku masih berpikr dua tiga kali untuk berbagi koleksiku. Tapi untuk majalah silahkan saja kawan.......apalagi dengan perpustakaan mini yang masih kurintis. Sebenarnya ada beberapa buku yang kuincar dalam Vixxio Buku Bekas Online . Seperti Larasati,    Perempuan-perempuan Impian,  dan Boulevard de Clichy serta beberapa buku anak-anak yang kelak bisa menambah koleksi perpustakaan miniku yang kudedikasikan untuk anak-anak kampung disekitar rumahku.
Aku sendiri tidak tau apakah catatan kecilku ini layak untuk dibaca pada Vixxio bagi-bagi buku gratis Event Maret 2010. Sebuah kesalutan saat Mbak Fanda membebaskan buku-buku yang dimilikinya. Sebelum buku-buku tersebut dilarang terbit oleh sebuah rezim. Ops....semoga tidak seekstrim itu. Yang terpenting adalah aku mengeluarkan sedikit isi kepalaku yang berontak saat masih banyaknya buku yang dibredel pada jaman reformasi ini. 


Catatan ini aku buat selepas pulang dari Pameran Sejarah Pelarangan Buku Di Indonesia yang diadakan di Taman Ismail Marzuki. Dan bodohnya aku, kameraku kehabisan batrai dan aku hanya berhasil merekamnya lewat kamera ponselku. Thanks si Hitamku! Thanks Bang IvanT








Bebaskan pikiranmu! karena ini bukan sekedar catatan tapi sebuah kebebasn dari sebuah buku, Sudahkah kau baca buku hari ini ?





Catatan ini aku persembahkan pada Almarhum Kakek, Almarhum Ayahku da Almarhum ibuku
Pada Fanda, sumber awal catatan ini
Pada Y, sumber inspirasi dan pada para sahabat pecinta buku
Karena buku kita bisa

13 komentar:

X BLOGGER mengatakan...

pertamaX... :D

X BLOGGER mengatakan...

""Bebaskan pikiranmu! karena ini bukan sekedar catatan tapi sebuah kebebasn dari sebuah buku, Sudahkah kau baca buku hari ini ?""
ini aku quote ya mbk.. utk dipajang.. :D
mari budayakan membaca, trutama pada diri kita.. artikelnya sangat menggugah... aku jadi terharu...
saat ni kita Blogger Bertuah sdang mbuat gerakan Hibah Sejuta Buku Ala Blogger, yg waktu dekat ini akan dihibahkan... :D
keterangan lebih lanjut ada disni http://www.sungaikuantan.com/2009/11/hibah-sejuta-buku-ala-blogger.html

X BLOGGER mengatakan...

""Bebaskan pikiranmu! karena ini bukan sekedar catatan tapi sebuah kebebasn dari sebuah buku, Sudahkah kau baca buku hari ini ?""
ini aku quote ya mbk.. utk dipajang.. :D
mari budayakan membaca, trutama pada diri kita.. artikelnya sangat menggugah... aku jadi terharu...
saat ni kita Blogger Bertuah sdang mbuat gerakan Hibah Sejuta Buku Ala Blogger, yg waktu dekat ini akan dihibahkan... :D
keterangan lebih lanjut ada disni http://www.sungaikuantan.com/2009/11/hibah-sejuta-buku-ala-blogger.html

Unknown mengatakan...

mantap....tulisanmu selalu dalam.

Irma Senja mengatakan...

mba ira pencinta buku ta,aku juga suka baca mba.....membaca membuatku melihat dunia. salam kangen...maaf baru berkunjung ^^

bandit™perantau mengatakan...

saya suka juga membaca tapi tak "seberat" bacaanmu Bu...

saya suka baca buku-buku sejarah, ulasan-ulasannya,

"... kita selalu bisa belajar banyak hal dari sejarah...!" -krn itu bagian hidup kita-

Vixxio Buku Bekas Online mengatakan...

Mbak Ira, makasih ya buat postingnya. O ya, dari buku2 yg mbak taksir, yg tersisa tinggal Perempuan2 Impian. Buku anak2 yg ada di situ jg dah habis, tapi aku punya 5 buah lg yg belum aku posting. Kalo memang berminat, hubungi aku aja mbak...

Semoga beruntung ya!

ceritatugu mengatakan...

banyak amat bukunya,inyong suka baca ya cuma baca berita

Ninda Rahadi mengatakan...

bukunya mbak ira keren2... saya pengin pinjem :)

Unknown mengatakan...

Kadang kita suka lupa mbak,
bahwa membaca itu adalah penting. Karena selalu mengaktifkan otak kanan kita.
Kita terlalu terlelap dengan tekhnologi, tayangan TV dan Film yang memvisualisasikan gambar lebih nyata...

Benakribo mengatakan...

buku.. entah kenapa males banget baca buku karena kayanya semua udah ada di internettt~ huhuuu

yansDalamJeda mengatakan...

Sebab aku tak punya banyak buku, aku kasih saja kau permen manis. hehe

diambil ya di:

http://jedahsejenak.blogspot.com/2010/03/ayo-bermain-lagi.html

Manis lho!!!!

Anonim mengatakan...

Hello. And Bye.