10 Jan 2010

SURAT PADA Y (2)

“ Pa kabar Pecinta Samudera?”
 Bisikan itu jelas terdengar dari telingaku. Membangunkanku dari tidur panjang. Dan bahkan sangat panjang bagiku. Merindukanmu.....benar-benar merindukanmu. Membayangkan kau berlari-lari di tengah hujan lebat yang kali ini turun diluar penjaraku. Kau tahu.....hujannya sangat lebat. Bahkan suara rintiknya yang biasanya indah mendayu telah berubah bagaikan rentetan suara peluru yang siap menghujam jantungku. Dari pejaman mataku, aku bisa melihat kau rentangkan tanganmu dengan kepala terarah ke atas. Seakan-akan kau menantang hujan untuk membunuhmu. Atau kau merasakan rindu juga padaku. Ah.....khayalanku mulai meninggi karena tidur panjangku. Dan aku tak pernah tahu pagi kah? Siang ? sore ? atau telah tengah malam ? karena semunya telah menjadi satu waktu bagiku.


“ Pa kabar Pecinta Samudera?”
Bisikan itu kembali menggaung di penjaraku. Dan aku bayangkan kau kembali ajukan pertanyaan itu kepadaku sambil duduk menyilangkan kaki kananmu. Sedangkan bawah matamu masih terlihat menghitam tentu saja bibirmu masih mengering dengan aroma cengkeh yang selalu ku rindukan dari penjara ini. Ada sebuah buku yang ada dipangkuanmu. Dan segelas kopi yang masih mengepulkan asap abu-abu mengambang perlahan dan menghilang saat kau kembali menungangkan pada pring kecil yang sudah berkarak karena tumpukan kafein. Kau tersenyum....tapi sayang hanya dalam khayalanku.

Y.....aku kembali terdampar dalam penjaraku. Dan luka kali sangat menyakitkan. Kau tau bagian mana tubuhku yang terluka. Bagian harga diriku sebagai seorang perempuan. Dan aku sendiri tidak pernah tahu, organ ” harga diri” itu ada dimana. Agar aku mudah untu mengobatinya. Apakah ada di dadaku, di perutku, di otakku, kedua tanganku atau mungkin di telapak kakiku?. Aku tak tahu dimana letaknnya organ ”harga diri” itu. Berpuluh-puluh buku telah aku baca untuk mencari bagian organ itu tapi aku tak pernah menemukannya. Hanya saja, karena sakitnya organ ”harga diri” ku, kehidupanku langsung memburuk. Aku yang telah terpenjara dalam kamarku seakan berubah menjadi sebuah penjara yang berada di bagian terbawah di bagian bumi manapun. Atau mungkin penjaraku yang sekarang letaknya hanya sekian milimeter dari magma bumi. Panas....bahkan keringatku tak berhenti mengalir dari ribuan pori-pori ditubuhku. Bajuku mengering dan membasah tanpa ada jeda. Rambut panjangku mengurai. Gelombangnya merambat di tiap senti meter didinding tebal untuk mencari celah menuju samudra. Tapi.....penjara ini terlalu jauh tertanam di bawah bumi. Dan rambut panjangku kembali terkulai seperti kepalaku diatas meja yang tiba-tiba berubah menjadi merah. Tak hanya meja, dinding, kasur, bantal, ubin bahkan mataku, rambutku, tubuhku memerah menyala mengikuti panasnya magma dan sakitnya organ ” harga diri” ku.

Y.........kau tahu? Celah di penjaraku tak ada. Celah sebesar mataku itu sudah tertutup dan aku tak bisa lagi melihat aktifitasmu dari sini. Tak ada lagi inspirasiku untuk menulis dan menulis. Kau masih inspirasiku Y. Saat aku memohon –entah pada siapa- untuk mengembalikan celah itu. Hanya satu kalimat yang terngiang, ” Kau harus bayar mahal untuk celah itu”. Aku berontak tapi tubuhku meng-kaku. Aku menangis tapi tak ada air mata yang keluar melewati pipiku. Mataku tajam menatap ke depan. Menatap bekas celah yang tertutup. Celah yang memberikan sedikit kebebasan padaku. Memberikan sedikit kebahagian walaupun tak bisa membuat aku tertawa terbakah-bahak seperti saat aku masih ada di luar penjara sana. Kebebasan tubuhku sudah terampas dalam penjara ini. Dan kini ia juga tutup sedikit celah kebahagian itu. Dan aku harus membayar untuk kebahagianku sendiri?. Bukankah ia yang memenjarakanku? Kenapa tak ia berikan sedikit celah itu saja untuk membayar lunas kebebasanku yang telah ia rampas?.

”Kau harus bayar mahal untuk celah itu”. Aku berpikir……..harus aku bayar dengan apa? Dengan uang dalam bentuk rupiah ? atau dolar? tak mungkin. Karena saat ia menarikku kedalam penjara ini, aku hanya membawa badanku dan meninggalkan semuanya di luar sana. Atau dengan “ menjual diriku”? tapi tak ada seorang pun di dalam penjara ini untuk “membeliku”. Dan lagi tidak mungkin aku lakukan itu karena aku masih punya cara lain. Kalung dan liontin mutiaraku? Aku menimang-nimangnya tapi akan aku jual kemana. Sedangkan aku benar-benar terpenjara. Aku berontak tapi tubuhku meng-kaku. Aku menangis tapi tak ada air mata yang keluar melewati pipiku. Mataku tajam menatap ke depan. Menatap bekas celah yang tertutup. Celah yang memberikan sedikit kebebasan padaku. Memberikan sedikit kebahagian yang membuatku aku sedikit menarik sisi lain dari bibirku walaupu hanya sekian milimeter.
Aku tiba-tiba ingat ibuku. Dia pernah berkata padaku, ”aku tak pernah bisa mewariskan harta, tapi aku mewariskan kau kemampuan untuk berpikir seperti diriku”. Aku terhenyak.

“ Pa kabar Pecinta Samudera?”
Pernyataan dari ibuku, dan pertanyaanmu darimu membuat aku terbangun. Iya....berpikir! bepikir tentang apa saja. Tidak harus memnghabiskan waktu untuk berpikir bagaimana aku membeli celah itu untuk sebuah kebahagian. Bukannya aku mempunyai celah lain? Hati? Mata? Khayalan? Dan aku masih bisa berpikir......berpikir tentang waktu berpikir tentang hujan, berpikir tentang secangkir kopi, berpikir tentang samudra atau berpikir tentang......kamu. Iya.....Benar Y. Dengan berpikir aku akan bahagia. Bukankah celah hanya sebuah sarana. Hanya sebagai jembatan. Y.......aku telah menemukan jawabannya.
Batas bahagia dan tidak bahagia ternyata hanya tertancap pada pikiranku. Dan jika aku berpikir dan berharap, maka kebahagian itu ada dalam hati dan pikiranku walaupun aku dalam penjara dan celah itu telah tertutup untukku.

Y.....aku pejamkan mataku dan celah itu tiba-tiba muncul seolah-olah bayi yang baru lahir lewat mata hatiku. Dan dari celah mata hatiku, ku lihat kau duduk termenung di teras rumahmu kah?. Matamu kosong menatap rinai hujan yang turun sore itu. Gelas bekas kopi terlihat kosong dan kerak kafein terlihat menghitam di dasar gelas itu. Wow...Y! aku bisa melihat jelas dengan mata terpejam. Setiap inchi tubuhmu. Kerut di sekitar keningmu. Rahangmu dengan sudut yang tajam, setajam tatapanmu yang bersembunyi jauh kedalam rongga matamu. Tanganmu yang terlihat kokoh dengan urat-urat yang menegang. Kaos hitam dengan celana belel dan jaket yang aku rasa masih sama seperti saat kita pertama bertemu. Sepatu kets itu tak berubah! Dan aku yakin, kamu masih malas menggunakan kaos kaki. Anak rambutmu bergelombang sedikit menjuntai di keningmu. Dan aku suka gayamu saat menyibakkan anak rambut itu tepat di belakang telingamu. Terlihat jelas pelipismu mengkilat ciri-ciri dari seorang pemikir. Mengapa aku tahu? Karena aku juga mempunyai ciri yang sama sepertimu.

Y...kita tak pernah bertemu. Tak pernah bersalaman untuk sekedar mengenalkan nama. Tapi entah kenapa, aku rasa kita telah melakukan percakapan yang cukup panjang dari kata-kata yang tak pernah kita ucapkan. Dan aku pahami kamu dan aku yakin kamu juga memahami aku

Oh Y.....berpikir tentangmu merubah suasana penjaraku. Panas ini sedikit demi sedikit mendingin. Walaupun gejolak letupan magma itu masih berbunyi. Tapi tertahan dengan membayangkan wajahmu. Membayangkan andai kita menikmati kopis bersama-sama di suatu senja. Warna memerah kelamaan memudar saat aku berusaha bercerita tentang penderitaanku lewat celah mata hatiku. Semoga kau mengerti Y!

Aku lelah.....lelah sekali Y! Sempat ingin aku akhiri hidup ini. Tapi aku tak pernah bisa. Dengan apa aku harus memutuskan nyawaku. Membetur-benturkan kepalaku di tembok? Tak pernah berhasil karena setiap aku benturkan kepala, tembok itu berubah menjadi seempuk bantal. Memotong urat nadiku? Tak pernah bisa! Karena disini tidak ada benda tajam untuk menyelesaikan kontraku dipenjara ini. Berusaha tidak makan, tapi perutku selalu penuh dan ak pernah merasakan kenyang ataupun lapar. Entah lah......!
Y.....aku akan beristirahat sejenak walaupun aku tak pernah tahu di luar sana masih ada matahari atau tidak. Karena bagiku waktuku telah terhenti sejak aku berada dalam penjara ini. Dan entah...bagaimana caranya ku kirim surat ini padamu. Dan aku akan bepikir kembali dalam ketenangan pemejaman mata, tentu dengan membayangkan wajahmu. Aku berhenti disini hanya sejenak! Untuk melepas jeda. Karena aku akan kembali kedunia mayaku. Semoga!
“ Pa kabar Pecinta Samudera?”, tanyamu.
Kebebasanku bisa dirampas, dunia mayaku bisa di halangi tapi tak kan mungkin ada yang bisa mengekang kebebasanku untukberpikir! Dan menulis!
Kepalaku lunglai! Dan dunia terasa mulai berhenti berputar!





14 komentar:

Z adalah teman Y mengatakan...

Sepatu kets itu tak berubah! Dan aku yakin, kamu masih malas menggunakan kaos kaki. Anak rambutmu bergelombang sedikit menjuntai di keningmu. Dan aku suka gayamu saat menyibakkan anak rambut itu tepat di belakang telingamu. Terlihat jelas pelipismu mengkilat ciri-ciri dari seorang pemikir. Mengapa aku seolah-olah juga mengenal Y?! hehe

Teruslah berpikir dan menulis. Ia akan membebaskanmu! Begitu bisik Y yang dititipkan kepadaku kemarin sore.

Admin mengatakan...

hmm.... numpang baca aja deh....
maklum.... ihihihihi..:D

irarachma mengatakan...

Z.....salam buat Y ya.....
@ nanLimo: Tak apalah....kita berbagi cerita saja kah?

ateh75 mengatakan...

Y...kita tak pernah bertemu. Tak pernah bersalaman untuk sekedar mengenalkan nama. Tapi entah kenapa, aku rasa kita telah melakukan percakapan yang cukup panjang dari kata-kata yang tak pernah kita ucapkan. Dan aku pahami kamu dan aku yakin kamu juga memahami aku.

*Jadi belum pernah ada pertemuan ???

irarachma mengatakan...

dikatakan belum ketemuan nggak juga sih teh.....tapi nggak pernaha kenalan
hahahah...cuma khayalan kok teh...

nuansa pena mengatakan...

Y....apakah kau tidak merasakan aura cintaku?

yuliawan mengatakan...

Y..... itu kayaknya initial nama aku deh..

the others.... mengatakan...

Kembali tentang Y... sebuah tulisan yg enak dibaca dan diikuti...

catatan kecilku mengatakan...

Masih adakah surat utk Y berikutnya...? Aku menunggu nih...

munir ardi mengatakan...

kapankah kerinduan itu akan sirna ketika waktu akan mempertemukan kita
, wah lamanya yah nggak kesini begitu banyak posting yang belum saya baca

Unknown mengatakan...

duh, jadi inget someone. hiks....

jhoni mengatakan...

aiiiihhhhhhhhhh.........seperti biasa kisahnya menarik........mengalir meski ingin berhenti!!!!

Alil mengatakan...

kereeeennn..

surat yang indah tapi pilu...
salut euy...

Ivan Kavalera mengatakan...

waah, ternyata masih ada lanjutannya ya. dibaca lagi dong di SEMBILU nanti hehehe..