24 Nov 2009

AKU RINDUKAN IBU SETIAP SENJA

Entah mengapa bu
Setiap senja selalu ada pelangi mega di jantungku
Menggantung warnanya inda
Merah menyala seperti warna kamarku dan menyatu dengan biru langit yang selalu aku benci
Aku ingat saat kau berkata padaku : “mengapa kau menyukai warna merah Ra?”

Serta merta aku menggelang dan memelukmu erat
Bu, aku merindukanmu setiap senja
Mengingat senja-senja yang pernah kita lewati
Menghitung ombak serta mengeja pasir diantara jemari kita



Wanita itu bernama ibu
Dia Cuma manusia biasa yang lahir dari rahim langit
Dia bayi seperti juga aku yang menangis jika lapar
Menggeleng kepala dan berkata “tidak”
Air mata mengkristal bercermin diwajahnya
Teduh , dingin seperti air di wadung
Daun berhenti jatuh saat bibirnya berkata

“Anakku lahir dari kumpulan sajak pujangga
Anakku adalah pandawa yang mengabdi pada kunti
Anakku adal sembadra dalam kesetian
Anakku adalah matahari di samudra
Anakku adalah puisi dalam kesendirianku”

Ibuku dewi
Merah saga dalam kearifan Kunti
Kesetian pada putra saat Gandari tak menolak kelahiran Kurawa
Ah….sempurna hidupnya
Putri melahirkan bunga dan menyuapkan setetes madu
Dan kelak melahirkan darah dan hawa membuat berdiri
Dan ibuku tetaplah ia
Wanita agung yang sedang menungguku kembali

Ibu……aku kalah sepi , sunyi , hampa , kosong , nol adalah ketiadaan
Semoga ini awal dari mimpi dalam dunia yang ada dan tiada


“Apa yang membedakan tanah yang kupijak ini dengan tanah blambanganku
Apa air lautnya juga sulit dipeluk seperti samudraku”

Segera ku kirim rindu saat hati telah mati

Waktu berbenah menyimpulkan jubah merahny antara senja dan malam
Dan berdendang “ mak bapak…isun jaluk sepuro “

Apakah besok ku masih bisa bercerita tentang tanahku , tentang bumiku , tentang ibuku dan tentang cintaku.
Apakah aku mampu berdiri lama disini , sedang dulu aku pernah bercinta di sana , ditanahku , dengan samudra , kekasihku dan cintaku?

Tinggal satu kerinduan abadi pada ibu
Ketika ku mengikat untaian cinta Sritanjung dan sidopekso
Disini di dadaku……..dan ternyata , minakjinggo itu masih satu dan meluruh pada darahku
Dan aku akui itu ibu!!!!!
Hanya dalam mimpiku
Apakah ini nyata rindu pada bumi blambanganku
Tanahku
Yang sering kau ceritakan bu…..tentang bumiku , bumimu , bumi mereka ,dan bumi kita
Pada dunia pada langit , pada samudra , pada matahri , saat kita tak lagi bertemu
Perestubuhanku dengan Banyuwangi akan kumulai
Jika lakon lalu berawal dengan sidopekso yang bunuh Sritanjung denagn dasar cinta
Maka aku akan bunuh penyelasanku telah menyakitimu Bu….


Entah mengapa Bu
Aku selalu merindukanmu setiap senja
Dan membiarkan angan kita melayang mengikuti angin laut yang menerbangkan mimpi kita
Atau senja di bawah pohon saat kita bercengkerama di Sritanjung
Melihat burung-burung yang terbang menuju bringin di depan pendopo
Dan kau selalu bertanya padaku , “apakah jika kau terbang akan kembali ke sarangmu”
Aku memelukmu sambil berkata
“ Bu…..aku tetap peri kecilmu yang akan menemanimu melangkah”
Atau senja yang selalu kita lewati di dapur belakang rumah
Sambil bercerita tentang kelelawar yang menemanimu setiap samarwulu ketika aku tak ada
Dan kau selalu berkata , “aku suka melihat bibirmu ketika bercerita”
Bukankah kau yang menhejarkan aku bermimpi dan berkata-kata indah sepertimu

Bu ….aku menangis senja ini
Terlalu lama aku melukismu lewat puisiku
Karena kau puisi maha indah yang dibuatkan Tuhan untukku

Senja seakan terus membunuhku
Menancapkan kuku rindunya dijantungku

Ingin ku berlari sekarang menemuimu dan terus memelukmu
Terus bercerita tentang aku , anakmu , mimpiku, mimpimi serta mimpi kita
Bu…..aku selalu rindukanmu setiap senja
Apakah selamanya?
Jika kau berkata aku adalah burung kecil
Maka suatu saat aku akan terbang tinggi bersama cintaku mencari mimpi kita
Bu….. aku selalu merindukanmu setiap senja
Apakah selamanya?
Jika kau berkata aku adalah burung kecil
Maka suatu saat aku akan terbang tinggi bersama cintaku mencari mimpi kita
Bagaimana denganmu Bu?
Dengan siapa kau nikmati senja?
Dengan siapa kau bercerita tentang mimpimu?
Dengan siapa kau mengisi hari sepi?
Dan siapa yang kau peluk saat kau tertidur?
Dan siapa yang kau pandang setiap bangun tengah malam?
Aku ingin jawabannya adalah aku , anakmu
Seperti pernah kau katakana padaku,

“ Kau harus pergi mencari mimpi yang kau ceritakan padaku
Jangan pernah pikirkan ibu, anakku?”

Aku menggelang sambil terus memelukmu


Aku masih selalu ingat pesanmu

“Anakku …….. manusia lahir sendiri dan matipun sendiri.
Kenapa kau khawatirkan kesendirian ibu
Tuhan …yang menemani kesepian ibu. Saat kurawa lahir, gandari sudah tahu, bahwa satu persatu mereka akan mati saat perang Baratayudha

Bu…..aku selalu rindukan kau setiap senja
Seperti senja ini saat k tulis larik-larik puisi untukmu
Tak terlalu indah, lebih indah dirimu, Bu….
Sekarang mimpiku hanya satu Bu,
Membuatmu tersenyum sambil berkata,

“ Anakku, aku tak pernah salah melahirkanmu”

(puisi ini aku tulis saat aku masih duduk di bangku kuliah dan aku selalu merindukan ibu setiap senja Sampai saat ini pun Raa selalu rindukan Ibu)



catatan terindah aku persembahkan pada puisi terindah yang di berikan Tuhan padaku 
Alm. Ibu Ismiwati

10 komentar:

setiakasih mengatakan...

'sendirian tidak mengapa,
sendirian asal kita'

Cukup menyentuh rasa membaca puisimu... buat aku rindu juga kepada bondaku...

moh. ghufron cholid mengatakan...

kita tak pernah sendiri

-Gek- mengatakan...

Aduh, lagi-lagi berlinang air mata membaca puisi ini.
Cinta kepada orang tua memang indah sekali kalau dituangkan dalam puisi..

Ninneta - MissPlum mengatakan...

Jadi kangen mama ku..... Tapi dia udah di tempat yang lebih menyenangkan dan tepat buat dia...

mamaku meninggal 2008 karena kanker larink....

:)

Aulawi Ahmad mengatakan...

sungguh menyentuh n indah....insya Allah beliau bahagia di alam sana...amin

Ivan Kavalera mengatakan...

puitis dan sarat makna. aku suka mengulang-ulang bait ini:

“Anakku lahir dari kumpulan sajak pujangga
Anakku adalah pandawa yang mengabdi pada kunti
Anakku adal sembadra dalam kesetian
Anakku adalah matahari di samudra
Anakku adalah puisi dalam kesendirianku”

indah, mbak..

annie mengatakan...

duuuh ... puisi refleksi cinta yang indah. Mantap!
Ada hadiah buat puisi ini. Bersedia kan mengambilnya di tempatku? Ditunggu lho.

Ninda Rahadi mengatakan...

mamaku juga udah ngga bisa lagi kupeluk mbak..... tapi aku selalu pengen inget beliau dg senyuman.. salam kenal mbak..

Sohra Rusdi mengatakan...

ibu hiks (cry ) sorry sobat tidak bisa lanjut kkomentnya

Seti@wan Dirgant@Ra mengatakan...

Aku jadi sedih Ira,...
Ngingat Ibu yang ninggalin kami kemaren.