29 Agu 2009
CATATAN SETAHUN PERJALANAN HIDUPKU
Sepertinya baru kemarin aku menikah. Namun jika mengurut tanggal-tanggal yang ada di kalender sudah satu tahun aku jalani hidup dengan status baru menjadi seorang istri.
Setahun perjalanan yang cukup dan sangat panjang bagiku. Mengalahakan seperempat hidupku di dunia. 26 tahun aku menjalani hidup dengan kehidupan yang sempurna – walau tanpa kehadiaran Ayah -, walaupun ada sedikit masalah namun aku masih bias survive dan berdiri dengan kakiku. Namun setahun perjalanan hidupku…..telah banyak yang terjadi yang membuat perasaanku naik turun seperti jetcooster. Fuich…..seandainya aku suruh mengulang kehidupan setahun kemarin aku lebih memilih mati!!!!!!!!!!!!!.
22 Agustus 2008
Aku menikah dengan laki-laki pilihanku sendiri yang hampir 10 tahun terakhir selalu sembunyi di belahan jiwaku. Walaupun aku sering menyakiti hatinya toh jodoh tidak lari kemana. Aku bahagia….namun ada yang mengganjal dalam perasaanku yang paling dalam yaitu aku harus meninggalkan dunia ku. Dunia Jurnalis yang aku geluti 5 tahun terakhir. Aku sangat mencintai dunia itu….dunia dimana aku bisa mengekspresikan perasaannku pada ketidak adilan. Dunia yang mengajarkan aku tentang catatan hitam dan catatan putih dari tiap manusia. Dunia yang menceritakan padaku tentang persahabatan dan pengertian. Dan pernikahan seakan mencabutku dari dunia yang sangat aku cintai. Jujur sampai saat ini luka itu masih ada dan masih belum tersembuhkan.
Dengan menikah aku harus hijrah - memilih kata hijrah karena perpindahan untuk tujuan lebih baik – ke Jakarta mengikuti suamiku. Ke Jakarta…….berarti aku harus meninggalkan semunya. Meninggalkan pekerjaannku sebagai wartawan radio, meninggalkan sudut-sudut Banyuwangi yang menjadi inspirasi ku, dan yang terberat aku harus meninggalkan puisi terindah yang dituliskan Tuhan untukku, yaitu Ibu. Fuich….aku masih ingat saat ibuku melambaikan tangan kepadaku sambil tersenyum seakan-akan mengatakan bahwa beliau bisa hidup tanpa aku. Dari atas kereta aku juga tersenyum dan ingin berteriak bahwa aku tidak bisa meninggalkan ibuku sendiri di Tanah kelahiranku Banyuwangi. Namun teriakan itu hanya berhenti di tenggorokan saat ingat ibuku pernah berkata, “Kita lahir sendiri dan matipun sendiri. Lalu kenapa kita takut akan kesendirian?” Dan aku tidak pernah menyadari itulah saat terakhir aku melihat ibuku, puisi terindah yang di tulis Tuhan untukku.
Dan aku mulai melewati jalan-jalan baru yang belum pernah aku datangi. Dan aku mulai belajar untuk menerima kenyataan bahwa aku hanya sebagi seorang ibu rumah tangga.
12 Februari 2009
Fuich…..aku selalu berkeringat mengingat saat itu. Seperti pasangan lainnya pasti ingin segera memiliki keturunan. Apalagi bagi seorang perempuan. Walaupun aku menganut gender dan feminisme, hati kecilku juga berkata bahwa aku ingin menjadi perempuan yang sempurna. Kebahagian itu hampir sempurna saat akhir Januari mengatakan bahwa aku positif hamil. Perasaanku bahagia…..tapi tidak sampai satu bulan. Vonis dokter dijatuhkan pada janin ku yang masih belum berbentuk untuk di kuret karena bermasalah.
Tuhan…….vonis dokter itu seakan membunuhku pelan-pelan. Aku memang akui kehamilanku bermasalah karena muncul flek-flek yang tidak aku ketahui apa penyebabnya. Aku masih bisa menahan air mata saat dokter mengatakan, “Maaf Bu!. Janin ibu tidak ada perkembangan. Jika dipaksakan maka akan lahir bayi yang cacat”. Hatiku sempat protes. Dokter bukan Tuhan………tapi bagaimana lagi. Satu malam aku menangis di atas sajadah bercerita pada Tuhan. Air mata ini sudah tidak bisa lagi di tahan. Apa kah ini teguran yang diberikan Tuhan atas dosa dan kesalahan yang selama ini aku lakukan. Aku tergugu dan melihat suamiku berusaha tersenyum sambil menggenggam tanganku. Aku tahu dibalik senyumya ada gurat kecewa yang tidak ingin ditunjukkannnya padaku.
Bismillah……..dengan keyakinan bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik aku langkahkan kaki ku masuk kedalam ruang operasi tanpa bantuan kursi roda ataupun tandu. Sempat aku melihat kebelakang suamiku terduduk lemas sambil menatap kosong padaku. Aku tersenymdan aku yakin jika bisa melewati saat terberat dalam hidupku. Suntikan bius pertama aku masih bisa rasakan dan setelah suntikan bius ke dua aku sudah tidak sadar. Tuhan ….hanya Kau yang tau apa yang terjadi di dalam tubuhku.
Aku berusaha membuka mata….tapi berat. Kepalaku seakan berputar. Seumur hidup baru sekali ini aku merasakan berada di dimeja operasi. Dan aku tidak ingin menghadapinya untuk kedua kali. Wajah suamiku yang pertama kali aku lihat. Wajah seseorang yang sangat mencintaiku dan aku juga mencintainya. Aku ingin memeluknya dan dia langsung memelukku. Kita berdua saling berpeluk dan menangis meratapi nasib fetus yang harus di keluarkan dari rahimku. Fetus yang sangat kami harapkan. Fetus bukti cinta kami…….Bersimpuh pada Tuhan. Semoga smua menjadi terbaik bagi kami.
9 Maret 2009
Kisah yang hampir membunuhku saat Tuhan mengambil Puisi terindah dalam hidupku, Ibuku (maaf aku tak sanggp menulis kisah di moment ini). Belum lagi konflik dalam keluarga sepeninggal beliau. Jika tidak ingat kalo bunuh diri itu dosa, mungkin aku akan memilih jalan yang dilaknat Tuhan. Terimakasih Tuhan atas semua berkah dan anugrah yang kau berikan padaku….. Hampir 100 hari aku harus wira-wiri Jakarta banyuwangi. Hampir 1 bulan sekali. Lelah…..tapi bagaimana lagi?yang terpenting masalah selesai. Walaupun tidak tuntas tapi paling tidak sedikit berkurang.
Tuhan……Kau telah memberikan semua yang terbaik untukku. Thanks God!!!!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
sabar ya...aku baru tahu kamu sudah married dan pernah keguguran.Tuhan pasti akan berikan lagi.
Posting Komentar