23 Mei 2014

INI CINTA ZAINAB DAN HUSAINI

"Raa. Ada perempuan berusia yang 75 tahun menikah dengan lelaki yang masih umur 20 tahun"

Saya menunggu pasangan itu di depan sebuah kedai di wilayah Glagah. Pemilik kedai bercerita pasangan itu sudah menikah 4 tahun. Mereka selalu berdua kemana-mana. "Kadung lare nom saiki yo kalah - kalau anak muda sekarang yang kalah", jelas pemilih kedai saat menceritakan keromantisan pasangan tersebut. Pernah, pasangan itu memesan satu porsi nasi lalapan, tapi karena kasihan pemilik kedai memberikan dua porsi. Lagi-lagi pasangan itu menolak dan tetap makan satu piring untuk berdua.

Saya penasaran Saya menunggu pasangan itu.

Jam 5 sore sudah senja. Seorang perempuan tua dengan lelaki lebih muda. Saya yakin ini adalah pasangan yang saya tunggu. Sama-sama memakai baju warna biru yang kusam. Saya terenyuh. Dari penampilannya, perekonomian mereka sangat memprihatinkan.

Kami ngobrol. Bukan wawancara. Mereka menceritakan pertemuan mereka yang singkat hingga memutuskan menikah. Pertemuan di sebuah warung saat lelaki membeli lombok untuk masak, ketika laki-laki datang ke rumah perempuan yang sudah punya dua cicit dengan alasan membantu membetulkan sumur. Hingga menikah dan memutuskan tinggal bersama dengan berjualan kacang rebus di wilayah Gor Tawang Alun. Berjalan kaki berdua atau terkadang menggunakan sepeda kumbang seperti sore itu.

Dengan menggunakan bahasa Using, perempuan itu bercerita ia sangat mencintai suami yang lebih pantas menjadi cucunya. Sang lelaki juga bercerita ia mencintai istrinya. "Cantik, muda tidak menjamin kebahagiaan," katanya. Saya gugup dan menyeruput kopi di depan saya.

Saat saya tanya maukah saya traktir makan sore itu. Mereka menolak. Ternyata mereka sudah janjian dengan anak bawaan perempuan yang telah menikah dengan warga asing. "Janjian jam 4 tapi sampai jam setengah 6 kok belum datang ya. Kalau anak saya datang biasanya saya diajak makan-makan disini. Katanya ini masih mandi," katanya.

Tidak lama kemudian mobil datang. Perempuan dengan baju mewah turun dengan laki-laki berkulit putih. Saya terenyuh."Iku anak isun," bisiknya. Duh Gusti...... Dua dunia yang berbeda dan saya tidak percaya jika perempuan yang berbaju mewah itu lahir dari rahim perempuan dihadapan saya yang menggunakan sandal jepit dengan ujung diberi peniti.

Saya mundur perlahan. Merobek-robek catatan saya. Buat saya ini tidak adil.

"Donyo hing njamin siro biso seneng ta using. Isun welas nyang rabinisun," bisiknya ke telinga saya.

Saya menahan air mata. Memilih kembali menikmati laptop dan catatan-catatan saya. Dari jauh saya melihat pasangan beda usia itu duduk dipojokan lesahan. Sang istri memijat kaki suaminya sambil menunggu pesanan makanannya datang, dengan sesekali membetulkan anak rambut suaimya. Sedangkan disisi lain perempuan dengan lelaki asing asyik dengan gadgetnya masing-masing.

Menghela nafas. Cinta. Sesederhana cinta Zainab dan Husaini. Saya ingin menua bersama.

Banyuwangi, 31 Maret 2014

Tidak ada komentar: