Copy dari data sahabat saya Rosdi |
Konperensi Tingkat Menteri (KTM) IX World Trade Organization (WTO)
masih beberapa hari lagi akan dihelat di Bali, namun gelombang aksi
penolakannya telah berlangsung lebih dulu di beberapa kota, salah
satunya Banyuwangi. Bertempat di Pantai Cacalan, Banyuwangi, 29 November
2013 lalu Banyuwangi’s Forum For Environmental Learning (BaFFEL)
bersama Aliansi Gerakan Rakyat Lawan Neokolonialisme dan Imperialisme
(Gerak Lawan) menggelar kemah aksi menolak Konperensi WTO.
“Go to hell WTO, Indonesia is not for sale”, begitu bunyi spanduk
sepanjang 10 meter yang dibentangkan oleh puluhan peserta kemah aksi.
“Indonesia seharusnya keluar dari WTO. Karena selama ini, WTO jadi
alat bagi negara-negara maju untuk menekan Indonesia, agar membuat
kebijakan yang sesuai dengan agenda negara-negara maju,” kata
Koordinator Gerak Lawan Saiful Munir.
Munir menambahkan, WTO juga merupakan ancaman bagi lingkungan hidup
Indonesia. “Lewat perjanjian yang tak adil, Indonesia dipaksa untuk
menyerahkan kawasan konservasinya seperti taman nasional dan hutan
lindung untuk dikuasai perusahaan tambang. Dan contoh ini ada di
Banyuwangi, itulah kenapa kami memilih Banyuwangi sebagai salah satu
titik aksi”, paparnya.
Peran Banyuwangi sebagai lumbung padi nasional juga menjadi alasan
mengapa penolakan WTO mesti disuarakan di Banyuwangi. “Negara maju
mendesain benih tanaman pangannya jadi mandul, agar petani tak bisa
mengembangbiakkannya, sehingga petani selalu membeli benih setiap kali
akan menanamnya. Pabrik benih negara-negara maju mendominasi pasar benih
Indonesia, hal itu terjadi juga karena peran WTO”, terang Munir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar