“Gunung Ledang itu ada?,” tanyaku.Kamu mengangguk.
“Lalu siapa Putri Gunung Ledang?”
“Pacarnya Hang Tuah”
“Hah?
Hang Tuah punya pacar,” aku tertawa terbahak-bahak, “Kirain manusia
setengah dewa nggak bisa punya pacar. Nggak bisa patah hati”
“Kamu lupa cerita Amok Hang Jebat Nda….”
“Upssss….. lupa”
Sempat
aku membaca sebuah kisah legenda tentang Putri Gunung Ledang. Dan dia
dari Jawa? Haaaahhh? Iya… aku mendengarnya pertama kali saat melihat
teater Bangsawan Amok Hang Jebat di Kampung Tua Tanjung Uma. Dan kamu
sedikit bercerita kepada ku.
Gunung Ledang sampai saat ini
masih berdiri di antara Muar dan Malaka. Jaman Imperium Melayu, Malaka
berada di bawah pemerintah Sultan Mahmud Syah. Suatu ketika Putri dari
Kerajaan Majapahit yang bernama Gusti Putri Retno Dumilah jatuh cinta
pada Laksamana Hang Tuah. Entah bagaimana cerita nya Gusti Putri Retno
Dumilah bisa jatuh cinta pada pemuda Melayu. Apakah ketika Hang Tuah
datang ke Majapahit dan mendapatkan Keris Tameng Sari? Entahlah.
Saat
kerajaan Majapahir di serang oleh Demak, Raja Majapahit Adipati Handaya
Ningrat menyerahkan adiknya Gusti Putri Retno Dumilah ke Demak untuk
di nikahi oleh penguasa Demak. Namun Gusti Putri Retno Dumilah menolak.
Kemudia dia berlayar menuju ke Gunung Ledang untuk mencari Hang Tuah.
Mengetahui adiknya menikah dengan Sultan Mahmud Syah. Sultan Mahmud
Syah menyetujui dan memerintahkan Hang Tuah yang nota bene kekasih Gusti
Putri Retno Dumilah dan Datuk Setia beserta Tun Mamat untuk menjemput
serta meminang sang Putri yang tinggal di Gunung Ledang. Iya dua hati
harus terpisah hanya karena perintah Sultan.
Sang Putri menolak dengan halus dengan meminta beberapa persyaratan yang tidak mungkin bisa di wujudkan.
- 7 tempayan air mata anak dara sunti
- 7 tempayan air pinang muda
- 7 dulang hati hama / kuman
- 7 dulang hati nyamuk
- Jembatan perak dari Malaka ke Puncak Gunung Ledang
- Jembatan emas dari Malaka ke Puncak Ledang
- Darah segar Putra Mahkota
Sultan
Mahmud Syah geram, karena ia tidak mungkin bisa meloloskan syarat sang
Putri hingga kemudian dia bersumpah sembil menancapkan kerisnya di Bumi
Malaka
"Karena Daulat sultan Malaka bertanah sakti dan berbumi tuah, berarti engkau mendurhaka kepada Sultan. Engkau aku izinkan tinggal di Puncak Gunung Ledang berseorang diri, namun barang siapa melihat wajahmu akan hilang nyawa dan bermuntah darah”
Gusti Putri Retno
Dumilah akhirnya menetap selamanya di Puncak Gunung Ledang dan lebih di
kenal dengan Putri Gunung Ledang. Lalu bagaimana Laksamana Hang Tuah?
Sejak tragedi itu, dia hilang bagai di telan bumi setelah mengembalikan
tanjak kebesarannya. Laksamana Hang Tuah pun membuang jauh keris
saktinya Tameng Sari dan bersumpah,
“Selagi Tameng Sari tenggelam di dasar sungai ini, hamba tidak akan kembali”
Saya
menghentikan tulisan ini hampir 4 hari lebih. Entah kenapa tiba-tiba
otak saya buntu setelah membaca tentang Legenda Putri Gunung Ledang.
“Kamu telalu dalem kalo mikir dan memplejarai sesuatu Raa,” kata sahabat saya Deni
“Itu namanya Fokus Den…”
“ Fokus yang berlebihan. Itu otak mu bisa jebol”
Dan saya akan terbahak-bahak dari handphone yang menghubungkan kami.
Entah
kenapa tiba-tiba saya jatuh cinta pada Legenda Putri Gunung ledang.
Bukan hanya sekedar sebuah legenda dari Tanah Melayu, mungkin juga
karena ada kaitannya dengan Jawa? Mau tidak mau saya harus mengakui,
walau darah sisi ayah saya Bugis tapi saya besar dalam budaya Jawa dan
saat ini saya tinggal di tanah Melayu. Bukan sebuah kebetulan kan?
Akhirnya saya menemukan garis merah antara Jawa dan Melayu selain ttg
keris tameng sari dan Pangeran Paku Negara Tokong Pulau Siantan di Pulau
Tujuh.
Memposisikan diri seperti Gusti Retno Dumilah yang
mengejar cinta Hang Tuah sampai ke tanah Melayu, termakan sumpah Sultan
hingga akhirnya memilih menetap seorang diri di puncak Gunun ledang?
Ahh… terlalu naïf jika saya berpikir seperti itu.
Putri
Gunung Ledang berhasil membunuh sebuah pikiran yang menganggap bahwa
perempuan tidak memiliki banyak pilihan dalam menentukan jodoh sesuai
dengan hatinya. Bukan hanya Putri Gunung Ledang, tapi banyak
kisah-kisha perempuan yang mengajukan syarat berat dalam pernikahan yang
menunjukkan bahwa perempuan pun punya daya tawar untuk menentukan
kebahagian mereka dalam sebuah pernikahan. Tentang Roro Jonggrang?
Dayang Sumbi ? walaupun dengan alasna-alasan yang berbeda, tapi mereka
masih tetap punya daya tawar.
Tiba-tiba iseng saja saya menganalisis 7 permintaan Putri Gunung Ledang dengan pikiran saya sendiri.
- 7 tempayan air mata anak dara sunti : Malaka pada saat di pimpin Sultan Mahmud syah mengalami puncaj kejayaan dan itu membuat Malaka menjadi tempat niaga serta banyak dikunjungi oleh banyak orang. Nah disitu di harapkan sebagai gadis melayu atau anak dara tetap menjaga kehormatannya.
- 7 tempayan air pinang muda. Mengapa harus Pinang muda? Pinang yang belum berwarna merah? Bukankah Pinang Muda tidak mengeluaran air?. Pinang adalah salah satu pokok yang banyak di tanam di daerah malaka. Selain itu bukankah pinang sangat bermanfaat mulai ujung atas hingga ujung bawah, dan itu berarti adalah symbol perekonomian. Selain bukankah kebiasaan masyarakat melayu makan sirih pinang? Bukan sesuatu yang kebetulan kan?
- 7 dulang hati hama / kuman : Hama ? kuman ? saya hanya berpikir ini salah satu cara untuk menyehatkan masyarakat di Malaka.
- 7 dulang hati nyamuk : Nyamuk tidak ada ubahnya dengan hama dan kuman. Penyakit. Dan ini adalah tanda kebersihan
- Jembatan perak dari Malaka ke Puncak Gunung Ledang
- Jembatan emas dari Malaka ke Puncak Ledang : syarat 5 dan 6 ; sederhana. Jika perjalanan laut bisa dig anti dengan darat bukankah perniagaan dan perekonomian semakin maju.
- Darah Segar Putra Mahkota : Bagi saya ini adalah syarat yang mensimbolkan sebuah harga diri. Adalah sebuah kebodohan jika seorang laki-laki mengkorbankan anaknya hanya untuk menikahi seorang perempuan. Ini mungkin adalah cara halus Sang Putri untuk mengingatkan sang Sultan tentang posisinya sebagai seorang pemimpin yang berdaulat di tanah Malaka.
Cerdas
bukan? Walaupun dia Putri Jawa tapi dia masih memikirkan tanah Melayu
walaupun mungkin dalam pandangan sang Sultan dia adalah seorang
pendurhaka. Tiba-tiba saya berpikir apakah saya terlalu ke-“jawa”-an
menulis catatan ini. Biarlah… toh memang saya adalah orang jawa bugis
atau bugis jawa? Masih penting berbicara kesukuan ? pentinglah jika
kita berbicara untuk kebhineka-an tapi bukan untuk perpecahan.
Putri
Gunung Ledang adalah sebuah symbol keberanian perempuan Jawa yang
memang lebih berani untuk merantau bahkan seorang diri. Tampaknya
kemandirian Retno Dumilah itu mengalir pula dalam darah darah kebanyakan
wanita jawa. Feminimitas yang maskulin. Mau tidak mau harus ada
pengakuan bukan? Termasuk kesetiaan pada lelaki. Pada Hang Tuah. Sebuah
pengorbanan. Memilih untuk tinggal sendiri di puncak Gunung Ledang dan
mengubur cintanya pada Hang Tuah serta di anggap sebagai seorang
pendurhaka.
Lalu bagaimana degan kisah Hang Jebat ? Hang
Lekir dalam porsi ini Raa. Saya sengaja men”diam” kannya. Saya focus…
hanya focus pada Putri Gunung Ledang. Saya sudah pernah menulis kanya
bukan?
Gusti Putri Retno Dumilah akhirnya menetap selamanya di Puncak Gunung Ledang dan lebih di kenal dengan Putri Gunung Ledang. Lalu bagaimana Laksamana Hang Tuah? Sejak tragedi itu, dia hilang bagai di telan bumi setelah mengembalikan tanjak kebesarannya. Laksamana Hang Tuah pun membuang jauh keris saktinya Tameng Sari dan bersumpah, “Selagi Tameng Sari tenggelam di dasar sungai ini, hamba tidak akan kembali”
Hei… perempuan itu hebat bukan?
Saya mengakhir catatan ini dengan perasaan rindu yang membuncah pada Tuah ku… pada tanah Jawaku.
Putri
Gunung Ledang dan aku? Sama-sama dari tanah Jawa untuk mencari cinta
Tuah dan kami sama-sama tersakiti hingga akhirnya memilih mundur dan
sendiri.,
FINISH!!!!
1 komentar:
makasih banyak atas semua info nya ,,,
Posting Komentar