Sindu namenye ade di natuna, Senubing kote awal mulenye.
Terukir pule jadi cerite, di kias jadi suatu legende.
Berkisah crite Bujang dan Dare, Berpadu kaseh seakan ese.
Restu dinanti tak kunjung tibe, Terlerai kaseh hampe di dade.
Pilu di hati merasuk jiwe., Sembilu menyayat membelah due.
Tak kuase diri berbuat murke, Tertulis sudah wasiat Bujang Dare.
Ini legenda hai Batu Sindu, Tertoreh di hati anak Melayu.
Kisahnye terus jadi tauladan, buruk baeknye jadi acuan.
Tanjung Samak tak jauh bersulang, lautnye dalam bercurah pantai.
kate orang tue jangan di tentang, Balak di jauh petuah dipegang.
Pulau Sahi memanjang Kaku, Pantai Tanjung bak betatap muke.
Berkaseh baek berperilaku, serahkan diri pade Yang Kuase.
(Legenda Sindu - dinyanyikan Erson G.A S.Sos)
Batu Sindu dari arah Bukit Senubing |
Jangan
pikir itu adalah lagu Malaysia. Bukan…. Itu lagu Melayu asli Indonesia.
Pertama kali saya mendengarkan saat saya masih duduk di depan computer
produksi. Lagu yang menarik buat saya.. Legenda Sindu? Saya langsung
searching di internet. Apa itu Legenda Sindu? Dimana? Mengapa saya tidak
pernah mendengarnya? Dan akhirnya saya membaca… membaca… membaca….
Hingga hapal di luar kepala tentang Legenda Sindu.
Konon,
ada sepasang kekasih yang saling mencintai. Perempuannya berasal dari
sebuah dusun di Tanjung Datuk, sedangkan pria nya berasal dari Bukit
Senubing (tempat Batu Sindu berada). Mereka berdua tidak bisa dipisahkan
sehingga mereka berencana untuk menikah. Keluarga pria pun berencana
untuk meminang. Sang perempuan. Beriring-iringan mereka dari Bukit
Senubing menuju Tanjung Datuk. Kedatangan mereka awalnya di sambt
gembira dan bahagia. Namun seketika menjadi petaka, saat salah seorang
kerabat dari pihak laki-laki mencela makanan yang disajikan dan celaan
tersebut di dengar oleh pihak perempuan. Alhasil kegembiraan menjadi
sumpah serapah dan pihak perempuan mengusir keluarga pria serta
membatalkan pertunangan yang di sudah direncanakan. Pihak laki-laki
mengatakan jangan sekali-kali ada orang Bukit Senubing menyebut Tanjung
Datuk di tanahnya, atau akan mendapatkan kesialan dalam percintaan.
Begitu juga sebaliknya, pihak perempuan mengatakan orang yang berada di
Tanjung Datuk, dilarang menyebut kata Bukit Senubing atau akan mendapat
kesialan.
Luar basa..... Batu Sindu adalah dua batu besar |
Bukan hanya sumpah serapah, konon dalam
perjalanan keluarga pria pun mendapatkan celaka. Namun cinta antara
sang pria dan sang perempuan tidak pernah padam. Mereka masih berharap
agar bisa bersatu, namun waktu terus berjalan sehingga yang tersisa
tinggal sebuah legenda. Masyarakat masih percaya, jika berada di Bukit
Senubing pantang mengucapkan Tanjung Datuk, selain akan turun hujan
tiba-tiba, maka juga akan ada bencana, atau mungkin jika datang
berpasangan maka akan pisah.
Dan
akhirnya saya bersorak. Tempat pertama kali yang saya datang di Natuna
adalah Bukit Senubing. Batu Sindu…….. Melihat langsung Batu Sindu yang
selama ini hanya saya dendangkan . Tidak begitu jauh dari Ranai, ibu
kota natuna, 2 atau 3 kilo menuju Pantai Tanjung. (saya pikir disini
hanya ada 3 arah. 1 arah ke Bukit Arai, 1 lagi ke Bandara dan 1 lagi ke
Pantai Tanjung, jadi tidak akan pernah tersesat. Percaya lah dengan
saya). Jika ada jalan setapak sebelah kanan ikuti saja. Memang agak
susah dan tersembunyi. Saya sudah terkagum-kagum dengan batu-batu
besar sepanjang jalan setapak. Dan saat saya sudah berada di puncak
Bukit senubing. Luar Biasa….. saya langsung berteriak-teriak kegirangan.
Gila…. Ini surga… betul ini surga. Hamparan dataran tinggi yang
berbatasan langsung dengan Laut China Selatan serta hamparan batu-batuan
yang hanya saya lihat di film Laskar Pelangi. Bukan…. Ini lebih indah
lagi.
Saya tidak tau bagaimana peran pemerintah Natuna disini. Apakah ini milik pemerintah? apakah ini milik pribadi. Saya tidak tahu. Akses ke Batu Sindu tidak terlalu jauh dari ibu kota Natuna yaitu Ranai. Tapi tidak ada tanda-tanda arah atau rambu yang menunjukkan arah ke Sindu. Saya tidak bisa membayangkan jika saya berangkat sendirian ke Sindu. Tidak akan sampai, paling hanya akan lolos ke Pantai Tanjung. Saya tidak tahu apakah pemerintah peduli?
Saya bayangkan jika ini dikelola sebagai eko wisata. Menjadikan obyek wisata bukan untuk lokal tapi untuk mancanegara. Luar biasa.........!!!!
Saya tidak tau bagaimana peran pemerintah Natuna disini. Apakah ini milik pemerintah? apakah ini milik pribadi. Saya tidak tahu. Akses ke Batu Sindu tidak terlalu jauh dari ibu kota Natuna yaitu Ranai. Tapi tidak ada tanda-tanda arah atau rambu yang menunjukkan arah ke Sindu. Saya tidak bisa membayangkan jika saya berangkat sendirian ke Sindu. Tidak akan sampai, paling hanya akan lolos ke Pantai Tanjung. Saya tidak tahu apakah pemerintah peduli?
Saya bayangkan jika ini dikelola sebagai eko wisata. Menjadikan obyek wisata bukan untuk lokal tapi untuk mancanegara. Luar biasa.........!!!!
“Mau turun…”
Tanpa basa basi saya
mengiyakan. Saya tidak peduli lagi dengan celana jeans hitam saya yang
membuat jalan saya tidak nyaman. Tidak peduli lagi dengan sepatu hitam
yang seharusnya saya pake di dalam ruangan. Tidak peduli lagi dengan
lelahnya perjalanan saya Batam – Natuna. Ini lah hidup…..
Dan akhirnya…. Biarlah gambar yang berbicara…………
Lebih indah di lihat dari atas |
Hamparan batu-batu besar di Bukit Senubing Kereeenn....... |
Batu raksasa yang ber ulir |
Batu-batu besar dengan karakter yang unik |
surga ber-batu |
Hati
kecil saya berkata…… “Indah kan Raa…. Kamu kagum kan dengan ‘surga”
Sindu ini? Penciptanya lebih indah Raa”. Saya menundukkan wajah saya
dalam-dalam. Tuhan…. Betapa saya egois dengan jalan yang telah Engkau
pilihkan untuk saya?
Tiba-tiba saya ingat percakapan suatu sore
“ Lagu baru Yah… Legenda Sindu. Dari Natuna. Nda suka banget. Suatu saat Nda pasti akan sampai sana. Ikut? “
Kamu
tersenyum dan mencium pelan keningku. “Berangkatlah sendiri ke sana.
Aku nunggu saja disini nunggu cerita kamu. Keliling lah… karena aku
yakin kamu pasti akan kembali disini, disamping aku. Wujudkan terus
cita-cita kamu Nda”
Hamparan batu besar yang unik dan menarik |
Dan saya berdiri di sebuah batu dan
menatap hamparan “surga” Sindu ini. Akhirnya benar, saya berdiri disini
tanpa kamu di samping saya. Saya juga tidak tahu apakah saya masih bisa
bercerita tentang perjalanan ini ?
Berkisah crite Bujang dan Dare, Berpadu kaseh seakan ese.
Restu dinanti tak kunjung tibe, Terlerai kaseh hampe di dade
Betul….
Tidak semua cinta bermuara dengan sempurna. Seperti legenda Sindu.
Mereka saling mencinta, berencana menikah. Tapi kenyataannya…. Sebuah
harga diri mengalahkan semuanya. Dalam hati saya berbicara, “ Hai
Senubing…. Tidak kah kau rindu pada perempuan mu yang ada di Tanjung
Datuk”
Tiba-tiba saja gerimis datang, padahal panas matahari masih memancar.
“Kak.. Hujan… kita harus pulang”
Saya menggaruk kepala saya yang tidak gatal. Saya telah bermain-main dengan sumpah mereka.
“
Kak tau tidak? Konon salah satunya. Entah perempuan nya, entah
laki-lakinya, entah kedua-duanya. Mereka bunuh diri dan loncat dari
ujung Batu Sindu itu”
Saya
diam saat harus loncat dari satu batu ke batu yang lain dan sedikit
mempercepat langkah melewati jalan yang menanjak. Jangankan mereka… saya
juga hampir saja memutuskan untuk mati saat saat saya patah hati.
Saya tersenyum sendiri……. Tuhan selalu mempunyai rencana yang luar biasa untuk saya.
Saya
menolah sekali lagi ke arah Batu Sindu yang jauh ada di bawah saya.
Membayang seorang perempuan tersenyum dan melambaikan tangan kepada
saya.
Saya membalasnya dan berteriak, “heiii… suatu saat saya akan
kembali ke kesini”
Jangan pernah tanyakan bagaimana saya bisa duduk manis di sana |
Saya tidak gila……….
" Pilu di hati merasuk jiwe., Sembilu menyayat membelah due. Tak kuase diri berbuat murke, Tertulis sudah wasiat Bujang Dare. Ini legenda hai Batu Sindu, Tertoreh di hati anak Melayu. Kisahnye terus jadi tauladan, buruk baeknye jadi acuan"
Ada sebuah kerinduan, kebanggan saya bisa berdiri disini tanpa kamu ... iya Ilalang ku, ternyata saya bisa hidup walau tanpa kamu berdiri disamping saya. Hidup saya sempurna...... satu per satu mimpi saya terwujud Dear
1 komentar:
cantik cantik banget batunya.
Posting Komentar