:  berpikir lah sebagai seorang pemenang

“Raa … kendalikan emosi kamu”

Saya diam dan tidak membalas pesan BBM yang dikirim

“R tanda sudah di baca”

Dengan malas saya membalas pesan itu

“Lalu apa yang harus saya lakukan? Diam? Saya bukan tipe orang yang seperti itu. Saya melawan dengan cara saya sendiri. Melawan ketidak adilan dan ketidak sukaan saya. Saya bukan seorang pecundang yang lari dengan kenyataan. Saya lelah menjadi orang munafik”

“Abang boleh meminta dua hal pada Iraa”

“Selama Iraa bisa. Ira akan lakukan”

“Yang pertama jangan pernah berpikir untuk meninggalkan kami”

Saya mulai menggerutu sendiri. Saya sudah berpikir untuk itu.

“Yang kedua, kendalikan emosi mu Raa. Ini bukan Iraa yang abang kenal. Kasihan kawan-kawan. Sedikit banyak emosimu mempengaruhi. Jangan sakiti mereka dengan emosimu yang tidak bisa kamu kendalikan seperti saat ini Raa”

Saya diam dan menghabiskan air  di dalam gelas dalam sekali teguk.

“Belajarlah dari Nyai Ontosoroh Iraa…. “


“Iraa melawan dengan cara ira sendiri. Ira tidak peduli. Ah.. seandainya abang tau apa yang sebenarnya terjadi”

“Iraa… abang mengerti sangat mengerti perasaan Iraa. Walaupun abang tidak tahu permasalahan sebenarnya.  Kendalikan emosimu Iraa. Tidak baik untuk kamu dan orang-orang di sekitar kamu”

Berkali-kali saya menekankan diri saya bahwa saya bukan seorang pecundang. Saya bukan orang yang lari dari kenyataan. Walaupun lelaki itu selalu mengatakan dia bukan menghindar tapi meredam emosi. Tapi tidak bagi saya saat ini. Selama ini saya selalu diam. Selalu mengiyakan apa yang ia katakan kepada saya. Saat nya saya menjadi diri saya sendiri. Menjadi pemberontak bagi diri saya sendiri.  Bukankah itu adalah pemberontakan yang luar biasa?

Entah lah ….. saya tidak bisa menyelesaikan tulian saya saat ini. Semuanya kosong. Blunder …. Tidak ada ujungnya. Saya hanya belajar menerima kenyataan.  Berdamai dengan kenyataan.  Saya selalu bisa berdamai dengan kenyataan … apapun itu! Kehilangan orang-orang yang sayangi. Tapi satu yang tidak bisa membuat saya berdamai! Sebuah kematian ……! Saat aku mempertanyakan engkau malah menyuruh ku meminta kepada Tuhan ku.  Saya hanya butuh waktu membunuh saya  pelan-pelan dengan sebuah pengabdian yang ternyata hanyalah sebuah ketersia-siaan.

Darah saya masih merah ……. Dan saya bukan seorang pecundang!!!!