31 Jul 2012

Batam : Blue Bird, Anggry Bird dan Blue Band

“Demo taxi pemko batam”

“Ya bang dari jam 6 tadi”

“Hah? Kakak ikut demo” (saya)

“Mona Korlapnya”

“Ya Raa”

“ckckckck…. Luar biasa” (saya)

“Bukan korlap tapi sutradara”

“Ini demo apa main teater” (saya)

“ Bisnis taxi bluebird menurut info adalah bisnisnya (………….) dll”

“Tapi kak lepas dari bisnis siapa kan memang batam harus ada taxi yang jelas. Yang Ira tau Bluebird itu kan jaringan” (saya)

“Taxi sudah banyak Raa. Apa yang nggk jelas. Ada S. B taxi dll yang pake kargo. Blue bird hanya jual nama/ merk. Yang punya taxi bisnis perorangan”

“Iya sih kakak” (saya)

“Kok jadi bahas taxi”

“Tapi jujur ya kak, aku lebih memilih bluebird soalnya kualitasnya memang bagus” (saya)

“Gara-gara bang Pardi nih”

Obrolan pun mengalir seperti air tidak ber hulu di group BBM.  Berbicara taxi di kota Batam seperti berbicara bahwa garam itu asin, gula itu manis. Garam dan gula memang beda walaupun selalu berjodoh untuk bertemu di dapur untuk menghasilkan rasa umami atau gurih. Ups… apa gara-gara berpuasa jadi saya berbicara tentang rasa, dapur dan makanan.

Mungkin bukan hanya saya saja yang tidak bisa “berdamai” dengan taxi di Kota Batam. Walaupun sekali lagi hal ini bukan untuk  men-generalisir permasalahan. Ini hanya catatan pinggiran seorang perempuan biasa yang tinggal di kota Batam. Hampir 2 tahun lebih yang lalu saat saya menginjak Pulau Batam pertama kali saya harus di wajibkan naik taxi. Dan saya secara tegas mengatakan. “Pokoknya mau naik taxi bluebird.  Selain itu aku nggak mau”.

“Woi… kamu pikir ini Jakarta. Ini Batam Raa. Nggak ada BlueBird di Batam. Dan kamu harus tawar menawarharga. Dan kamu harus mau mau berbagi taxi dengan penumpang lain yang searah kecuali kamu mau menyewanya”

Saya  terkejut, “Taxi….? Tawar menawar? Ini taxi apa angkot?”

Dan akhirnya saya berdamai dengan kenyataan. Kedatangan saya pertama kali di Batam harus menemui taxi yang harus saya tawar dan saya harus turun di jalan, karena penumpang lain tidak searah dengan tujuan saya.  Pak Sopir pun menurunkan saya dengan tampang tidak berdosa.


Huwaaaaaaaaaaaaa………… kejadian selanjutnya juga membuat saya kapok naik taxi. Setelah perjalanan jauh, saya sengaja menyewa taxi untuk pulang ke rumah karena ingin nyaman dan tidak berbagi dengan penumpang lain sekalian istirahat di dalam taxi.Tapi apa yang saya dapatkan. Rencana bobok manis di dalam mobil hilang setelah sang sopir menghidupkan house music membuka jendela, merokok dan parahnya  lagi dia singgah ke rumahnya untuk mengambil anak istrinya untuk ikut dalam perjalanan saya. Saat saya tanya alasannya dia bilang “Sekalian jalan-jalan kak. Kan ngantar kakak jauh”. Dia pikir aku pengantin yang harus diantar satu kampong?

Anjrit……………….!!!! Sejak saat itu saya bener-benar kapok untuk tidak naik taxi di Pulau Batam kecuali satu taxi di sewa satu rombongan kawan. Saya lebih memilih naik ojek atau duduk manis menunggu siapapun mau menjemput saya.
Saya pernah berbicara dengan seorang kenalan tentang kondisi taxi di Pulau Batam. Keluh kesah, protes dengan ketidak nyamanan yang di timbulkan. Tapi dia dengan santai bilang, “tidak semua taxi seperti itu kok Raa. Lagian mereka kan juga butuh makan. Butuh cari uang untuk keluarga mereka. Jangan lah berpikir negative tentang taxi di Batam”. Dan ternyata saya curhat pada orang yang salah karena dia adalah mantan sopir taxi. Hadoeeehhh…….

Batam adalah sebuah kota yang berkembang. Akan banyak orang yang keluar masuk ke pulau yang di klaim sebagai “kota industry” dan “kota wisata”. (industry saya meng-amini. Tapi kota wisata? Wisata apa ya? Wisata belanja atau “wisata” yang lain, kata mereka wisata lendir). Dan mereka membutuhkan akses transportasi yang layak, nyaman dan aman. Apalagi kendaraan yang bersifat privacy semacam taxi. Saya tidak menyudutkan keadaan taxi yang saat ini ada di kota batam. Tapi kenyataannya. Mayoritas Mengenaskan….. !! dan ini serius. Bukan hanya keadaan tawar menawar harga atau tumpang menumpang penumpang, tapi dari kondisi fisik taxi, para pengguna jasa transportasi berhak memilih kan? Mereka membayar tentunya mereka juga bisa memilih yang terbaik untuk mereka.

Siapa yang salah? Supir taxi, taxi baru yang masuk, atau pemerintah? Saya tidak menyalahkan siapa-siapa. Bahkan saya tidak juga akan menyalahkan mereka yang ada dalam penjara,karena mereka yang masuk penjara belum tentu juga mereka yang melakukan kesalahan. Dan saya juga tidak membenarkan semuanya. Tapi setidaknya semuanya instropeksi diri untuk duduk bersama membicarakan hal ini agar tidak berlarut-larut. Para sopir taxi mereka juga butuh makan untuk keluarganya. Tapi para pengguna jasa transportasi juga berhak untuk mendapatkan layanan transportasi yang jelas,nyaman dan aman. Sedangkan pemerintah sebagai ujung tombak juga harus menyediakan sarana transportasi tersbut dan berpikir bagaimana semuanya rakyatnya bisa memenuhi kebutuhan hidup bukan hanya para supir taxi.
Dari sebuah radio swasta saya mendengarkan 6 perusahaan taxi di Batam sudah di tarik perijinanannya. Dan sisanya adalah milik perorangan. Bahkan Organda pun angkat bicara bahwa pihaknya juga tidak di ajak bicara mengenai permasalahan ini. Saya jadi bingung antara taxi resmi dan taxi tidak resmi, jika ternyata taxi masih milik perseorangan? itu masuk taxi resmi atau tidak resmi? Bagaimana ijinnya? Nahhh... ini mungkin yang membuat taxi kurang pengawasan.

Tiba-tiba saya inga twaktu saya masih sibuk dengan tumpukan pekerjaan saya dan laki-laki itu datang di hadapan saya. “Nda… mau game Angry Bird?”. Saya mengangguk kesenangan. Setelah di install saya duduk manis seharian memainkan satu persatu level game tersebut. Bahkan sampai sekarang pun, jika saya bosan dengan satu kegiatan maka saya akan memainkan Anggry Bird. Rasanya puas saja melihat burung-burung marah itu berhasil membasmi babi-babi hijau. Bahkan sesekali saya upgrade untuk mendapatkan level yang baru, dengan nuansa-nuansa baru yang mengasyikkan. Mulai dari latar belakang pantai, taman, haloween bahkan sama cinta-cintaan yang bernuansa pink.

Loo Raa…. Apa hubungannya dengan taxi? Memang nggak ada. Tapi paling tidak para supir taxi juga harus belajar banyak dengan game Anggry Bird. Meng”upgrade” armada mereka agar lebih layak jual dan bersaing secara sehat. Dan siapa yang memilih? Biarkan saja masyarakat pengguna taxi yang memilih, bukankah mereka punya hak memilih yang lebih baik untuk kebutuhan mereka. Jika pertanyaanya, bagaiaman cara mengupgradenya? Pake dana siapa? La… apa gunanya pemerintah? Apa gunanya lembaga-lembaga lain yang menaungi mereka? Ini yang namanya kerja.Bukan hanya duduk manis dan tanda tangan setelah ada proyek saat armada baru yang datang. Saya pikir pemerintah sudah berpikir untuk mencari jalan tengah dan efeknya jauh sebelum mereka menyetujui masuknya armada taxi baru di Pulau Batam. Saya bicara Pulau Batam bukan kota Batam. Pasalnya kalo bicara Kota Batam, di Belakang Padang, di Pulau Sekanak boleh dong di letakkan taxi?

Pesan masuk ke handphone dari  pembantu saya. “Mbak…. Nanti kalo pulang titip belikan blueband ya. Soalnya kalo masak pake blueband enak. Blueband dirumah sudah habis. Jangan merek lain ya mbak. Kurang sedep”

Saya tertawa sendiri. La…. Pembantu saya saja bisa memilih yang terbaik untuk dirinya. Padahal saya juga yang harus mengelurkan uang untuk membeli blueband pesenan dia.

Saya harus mengakhiri tulisan ini sebelum ceracauan saya tentang taxi ini semakin panjang lebar. Intinya adalah setiap keputusan yang menyangkut permasalahan public  pastilah akan memunculkan dilemma. Menghasilkan pro dan kontra. Mata uang saja ada dua sisi. Bahkan pisau pun harus mempunyai dua sisi jika ingin di katakan tajam.  Dan tajam itu pasti akan menyakitkan dan membuat luka.  Dan itu tugas pemerintah. Berat ya? Ya iyalah… karena berat itu saya tidak mau duduk di pemerintahan dan mending jadi warga biasa saja yang hanya bisa berkomentar.

Jadi ingat Jakarta. Disana bluebird ada, taxi non blue bird juga ada, bahkan taxi plat hitam pun juga banyak. Tapi bukankah mereka punya pangsa pasar masing-masing?

“Mbak Ojo lali blueband nya ya”
Saya mengirim pesan, “Iya de….. nanti aku belikan 5 bungkus blueband”

Dan saya menepuk jidat saat di rak margarin di toko langganan, saya tidak menemukan blueband
“lagi kosong mbak….. banyak yang borong untuk buat kue lebaran”

Hasyemmm………  Saya geleng-geleng kepala. Batam... Batam…. Benar-benar dilema, antara BlueBird dan Blueband. Dan akhirnya saya memilih untuk menghabiskan siang ini untik bermain Anggry Bird dengan upgrade terbaru nuansa cinta-cintaan berwarna pink.

Pak Hari...... saya pinjem photonya ya?



2 komentar:

-Gek- mengatakan...

sabar Mbak, redam emosiii.. bagaimana kalo taxi diganti MRT? Mumpung di "country next door" sudah luar biasa sukses.... :D

Yunna mengatakan...

kadang merasa beruntung hidup di kota kecil dimana taksi bukan menjadi mayoritas penghuni jalanan mbak,,