10 Mar 2012

TEATER BANGSAWAN PANGLIMA AYAM BERKOKOK: “OVJ” MELAYU DI PULAU BATAM


Hampir satu bulan yang lalu seharusnya saya menulis catatan ini. Sepulang dari Kampung Tua Kampung Tua Batu Besar, 8 Februai 2011 lalu.

lampu pementasan
Ya….saya menemukan sebuah teater rakyat Melayu yang sudah bertahun-tahun tidak di mainkan. Dan tahun ini di galakkan kembali oleh Lembaga Adat Melayu Kota Batam. Di jadwalkan di tahun 2012 ini akan di pentaskan setiap bulan purnama. Kampung Tua Batu Besar adalah pementasan kedua. Sayangnya saya tidak datang di pementasan pertama. Tapi tidak apalah…..yang terpenting saya bisa menyaksikan sebuah pertunjukan rakyat yang bertahun-tahun tersimpan tanpa pernah dipentaskan kembali. 

Dari sebuah artikel yang saya baca

Teater bangsawan merupakan perintis kepada persembahan drama moden. Namun, ia tidak melibatkan pengunaan skrip berbanding drama moden kini. Sebagai seorang pelakon, mereka hanya perlu menguasai jalan cerita sahaja.

Para pelakon bangsawan hanya menuturkan dialog-dialog secara spontan dan ada kalanya berimprovisasi berdasarkan jalan cerita yang diberikan pengarah. Apa yang penting dalam pementasan bangsawan adalah keaslian cerita yang dilakonkan. Kebijaksanaan pelakon berimprovisasi dengan dialog-dialog sendiri merupakan tarikan utama penonton untuk menonton pementasan tersebut, selain pelakon yang kacak dan cantik. Sesuatu lakonan bangsawan dianggap lengkap apabila terdapat unsur lucu dan melodrama selain daripada unsur-unsur kebenaran sebagai pokok cerita yang bernada serius.

Cerita bangsawan merupakan satu persembahan drama tradisi yang berkisar tentang kisah-kisah raja-raja yang melibatkan alam kayangan dan nyata, umpamanya “Jula Juli Bintang Tujuh”. Watak-watak dalam bangsawan biasanya terdiri daripada pahlawan, putera kacak dan puteri yang cantik, hamba, jin dan raksaksa.
Nyat Kadir, Ketua Lembaga Adat Melayu Kota Batam

Pak Ucu


Teater Rakyat


Panglima Ayam Berkokok



"Sang Sultan"

Usia Senja tetap berkarya

Sang Sultan


Pementasan sederhana tapi luar biasa


Dengan Para Pejabat dan Artis Ibu kota dan saya sama sekali tidak mengenal mereka

Alat Musik Melayu

Kolaborasi sempurna

Tanpa stage manager

Tari Persembahan



Sehubungan itu, persembahan melibatkan pengunaan panggung, teknik lampu mengikut cara barat dan juga menggunakan set saiklorama. Pada kebiasaannya, tirai-tirai mengandungi tiga hingga tujuh set yang berbeda seperti tirai istana, hutan, laut, awan, kampung dan gua. Babak dalam bangsawan juga tidak kurang daripada 20 dan mungkin lebih. Satu yang sangat menarik tentang bangsawan adalah unsur tasmat yang diselitkan semasa pementasan bangsawan diadakan, umpamanya bunga api. Ia menjadikan pementasan bangsawan tidak membosankan dan tidak hambar. Selain itu, ‘extra turn’ atau selingan tambahan juga terdapat dalam pementasan bangsawan yang berfungsi sebagai penukar babak supaya pelakon boleh bersedia untuk babak berikutnya selain merupakan unsur hiburan kepada penonton.

Pementasan Bangsawan di Kampung Tua Batu Besar berjudul, “Panglima Ayam Berkokok”.

Ceritanya sederhana, tentang Mahmud yang berhasil mengalahkan seorang Panglima dan berhasil mengambil gelar Panglima Ayam Berkokok. Tapi karena kedzaliman sebagai seorang pemimpin, akhirnya dia berhasil di kalahkan dengan gurunya sendiri. 

Anak Muda....
Saya agak susah mengikuti. Tentu saja alasan nya sederhana. Kendala bahasa. Bahasa Melayu yang digunakan benar-benar Melayu asli, yang membuat kening saya berkerut karena harus loading lebih lama. Syukurlah….saya mempunyai sahabat-sahabat yang luar biasa yang bisa mengartikan  beberapa bahasa melayu yang tidak saya mengerti. 

Pementasan sangat sederhana, jika di bandingkan dengan kesenan Janger di Banyuwangi. Cerita sederhana, pakaian sederhana, dengan setting panggung yang sangat sederhana. Yang khas adalah pantun yang selalu di ucapkan setiap adegan.  

Saya baca dari sini,

Para Pemain Bangsawan
Wayang Bangsawan atau Teater Bangsawan adalah teater rakyat tradisional yang hidup di Kepulauan Riau dan Kepulauan Lingga, Indonesia, serta berkembang pula di kawasan Malaysia dan Brunei Darussalam. Teater ini dapat dimainkan semua lapisan masyarakat, dari nelayan hingga guru.

Teater ini adalah pertunjukan stambul atau komedi yang menggabungkan musik, drama dan tari serta mengangkat kisah-kisah di lingkungan istana. Cerita-cerita yang sering diangkat adalah kisah tentang Hang Tuah Lima Bersaudara, Sultan Mahmud Mangkat Dijulang dan Laksamana Bintan.
Menurut sejarah, teater ini dikembangkan oleh masyarakat Persia atau Parsi yang pindah ke India karena pertentangan ideologi di tanah airnya. Teater ini lalu berkembang di Pulau Penang, Malaysia, dan menyebar pula ke Indonesia, termasuk Riau, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan, tapi teater ini lebih lekat dengan kebudayaan Riau.

Di Malaysia, teater semula ini dinamakan Wayang Parsi. Lalu, kelompok wayang asal Persia ini pulang ke India dan menjual peralatan pertunjukan kepada seorang Malaysia, Mohamad Pushi. Mohamad menganti nama teater itu menjadi Teater Bangsawan.

Bang Umar
Sutamat Arybowo, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang mendalami tentang “bangsawan” sejak tahun 1990 hingga sekarang berpendapat serupa. “Bangsawan” merupakan pertunjukan yang telah komersil lantaran dimainkan di tempat umum seperti pasar dan penonton membayar karcis.

Dia menduga teater tersebut sampai di kawasan Lingga tahun 1870-an. “Waktu itu harga kopra naik dan perekonomian sangat baik sehingga para pedagang membutuhkan hiburan. Kesenian menjadi berkembang,” katanya.

Di Daik, Lingga, perkembangan bangsawan tak lepas dari kehidupan istana. “Tadinya teater itu dimainkan di dekat istana untuk memberikan pendidikan tentang adat istiadat kerajaan sekaligus menjadi legitimasi kekuasaan,” kata Sutamat.

Namun, ada pula yang berpendapat bangsawan mengalami peralihan dari sakral ke profan. “Tadinya untuk kepentingan ritual seperti peringatan hari jadi kerajaan dan keagamaan. Setelah itu, beralih menjadi hiburan,” katanya.

Lantas, muncullah cerita khas Daik, Lingga, seperti Hulubalang Daik, Panglima Ayam Berkokok, Daeng Marewah mengambil setting cerita pada waktu kerajaan Kerajaan Riau-Lingga berdiri.

“Bangsawan” tentu saja tidak hanya sekadar hiburan yang menyenangkan, tetapi juga dapat menjadi salah satu jendela untuk memahami Melayu.

Pementasan Bangsawan malam itu benar-benar melekat di otak saya. Saya hanya membayangkan betapa pada jamannya teater Bangsawan menjadi sebuah pementasan teater yang luar biasa. Saya tidak peduli siapa yang hadir malam itu. Ada beberapa pejabat, beberapa angota Dewan dan kelihatannya ada beberapa artis ibu kota yang juga datang. Saya tidak tahu apa alasan pasti mereka untuk datang. Entahlah……! Dan saya tidak ingin tahu dan tidak mau tahu

Menonton dengan lesahan

Yang pasti saya bahagia malam itu, bisa menjadi bagian dari sebuah proses pembangkitan kembali sebuah seni yang sudah hamper terlupakan. Walau saya bukan siapa-siapa. Saya hanya seorang perempuan yang duduk manis di depan panggung dengan sebuah kamera. Dan saya ingat saat itu tepat jam 12 malam. Saya melihat ke atas rembulan sempurna. Dengan daun pohon kelapa yang bergerak perlahan. 

Ah kelak, saya berjanji pada diri saya akan mengajarkan anak-anak saya tentang bagaimana melestarikan sebuah tradisi. Tidak hanya tradisi dan seni Banyuwangi, tapi juga Melayu. Dan kelak saya akan mengatakan pada anakku, bahwa dia harus bangga di besarkan dengan dua budaya. Budaya Banyuwangi dan budaya Melayu. Tapi kapan? Entahlah…..: Dear, Bulan Sempurna di tepi pantai Kampung Tua Batu Besar malam itu. dan ada wajahmu yang membayang di sana.

Saya dan para penari




"Banyuwangi" di kota Batam








Tidak ada komentar: