7 Nov 2010

ADA HUJAN Di SAMUDRA SENJA ITU

Ya....ada hujan di samudra. Senja itu saat aku berdiri di sebuah pelabuhan kecil perbatasan dengan dengan lautan lepas. Dari puluhan kapal kecil yang mengambang, satu kapal menarik perhatianku. Secara perlahan dan pasti dia berusaha menepi! perahu kevil itu melawan ombak tapi sepertinya ia mengalah dan kembali merapat di pelabuhan. Aku tak bisa melihat nahkodanya secara jelas karena pandanganku kabur oleh hujan di tepi samudra senja itu. Perahu itu kosong, hanya ada seorang laki-laki. Ya....laki-laki. Kapal itu merapat dan pengemudinya melompat dipelabuhan kecil tempatku bernaung dari hujan yang semakin menggila. Dan dia berdiri ditepatku. Diseberang jalan di lapak-lapak penjual ikan yang telah tutup karena cuaca yang tidak bersahabat. Ia merapatkan jaketnya di leher dan mendekap tubuhnya sendiri membunuh rasa dingin yang sangat.


Tiba-tiba aku ingat kamu. Laki-laki itu seperti kamu. Jemari-jemari menghitam kuat menonjol di sela-sela jaket. Sambil sesekali menghisap sebatang rokok disela-sela bibirnya yang menghitam. Ya....bibir itu adalah bibir kamu. Bibir hujan. Bibir dingin yang sempat membuat rinduku membuncah. Bibir itu bergetar kedinginan. Bibir yang pernah mengatakan cinta padaku saat hujan turun deras di malam itu. Bibir yang selalu mengeluarkan kata-kata ketenangan saat aku merebahkan di kepalaku di bahumu. Bibir hujan. Apakah salah jika aku merindumu saat ku lihat laki-laki itu? Seperti titik-titik hujan yang tak sempat ku takar, seperti rinduku yang sangat padamu laki-lakiku!

Semakin tertegun aku melihat lelaki perahu itu. Dia semakin merapatkan dekapan ditubuhnya sendiri, dan menempelkan sangat punggung dan kepalanya di tiang penyangga pelabuhan membentuk satu garis lurus.Dari tempatku berdiri aku seakan melihat ia menyatu di tiang pelabuhan itu. Tak ada jarak. Tak ada jeda. Matanya memandang lurus di perahunya yang terombang-ambing dimainkan samudra dan hujan Rambutnya sedikit kacau, bahkan anak rambutnya sedikit menutup kening dam rahangnya yang menguat.. Aku semakin meringkuk, menggelungkan tubuhku seperti bayi di bangku ruang tunggu sambil menanti perahu yang akan membawaku melanjutkan perjalanan panjangku. Dan aku yakin mengakhiri semuanya dengan menemuimu. Walaupun baru saja aku meninggalkanmu belum dalam hitungan bulan. Tapi aku merindukanmu. Merindukan senja dan hujan yang sering kita nikmati berdua.

Bagaimana kabarmu? Apakah kau berpikir tentang aku? Apakah kau tetap dalam ke-aku-an mu? Apakah kau tetap dalam keegoisan kamu? Apakah kau juga merindukanku?
Aku menggigit bibirku perlahan. Sedikit perih dengan serpihan-serpihan kulit bibirku yang mengelupas karena aku kedinginan! atau karena aku dehidrasi? Sesekali aku  menggigit bibirku yang semakin basah dengan hujan yang menerpa tempatku berteduh. Angin semakin menggila. Ombak seakan mengamul dan hujan menjadi badai! Separuh ranselku basah termasuk ujung jaket dan sepatu gunungku. Apakah ini sebuah pertanda!

Aku tetap terdiam menikmati lelaki perahu itu. Dan terhenyak saat tiba-tiba dia melempar rokoknya dan mematikan dengan kaki kanannya!Sambil merapatkan jaket kumalnya dan menghela nafas berat dia berlari menerobos hujan yang cukup deras dan berteriak berpamitan kepada kawannya yang bergerombol menikmati beberapa botol minuman keras yang berada tepat disampingku sambil bermain kartu. Dia menuju perahu yang masih terombang ambing ombak!! memaksa menghidupkan satu mesin kecil di belakang perahu kecil yang juga terlihat sangat kecil tertambat di pelabuhan kecil tepat di depanku. Jaraknya tak terlalu jauh tapi hujan badai ini memisahkan aku dengan laki-laki yang mirip kamu itu.


Hatiku semakin menciut dan aku semakin merindukan kamu saat menangkap suara teriakan lelaki perahu itu
"Aku pulang dulu kawan. Aku kuatir anak istriku diseberang. Hujan semakin lebat. Cuaca tak bersahabat. Mereka butuh aku kawan"
Perasaanku semakin terhempas. Dia menghilang ditelan hujan di samudra. aku semakin mengingatmu. Apakah kau mengingatku? Apakah kau juga pernah mengkhawatirkan aku? dan anak-anak kita yang tak pernah terlahir dari rahimku?Apakah kau juga akan seperti laki-laki itu? menaiki perahu kecilmu untuk menemuiku? Dengan segela keterbatasan mu mencintaiku? Apakah kau akan menungguku kembali dalam perjalanan panjangku ini? banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul diotakku tentang kamu. Dan aku berpikir tentang kamu. Aku mencintaimu laki-lakiku.Dan laki-laki perahu itu hilang di telan hujan.

Tangisku kembali tak tertahan dalam perjalanan panjang. Dia menyatu bersama tangisan hujan Saat menyaksikan ada hujan di samudra. Dan ada kau di hatiku yang sendiri duduk dipelabuhan sepi
Aku benar-benar merindumu dalam perjalanan panjangku. 

Catatan kecil aku persembahkan pada hujanku
Pada sebuah perjalanan panjang yang tak pernah menemukan ujung
Pada lelaki yang menunggu sebuah kedatangan dan ketulusan
(sei guntung, akhir oktober 2010)

13 komentar:

De mengatakan...

mbak, tampilan blognya makin keren...
^_^

Raksaka Nala mengatakan...

suka tulisan2 kamu :)

Suratman Adi mengatakan...

Met mlm mba.Berkunjung

LFH mengatakan...

Sweet words:)

catatan kecilku mengatakan...

Ganti baju lagi ya mbak... bagus lho yg ini. Simpel...

the others mengatakan...

Rupanya mbak Raa memang pecinta hujan ya...?

Ninda Rahadi mengatakan...

lagi kangen ya mbak :)

Curly_t@uRus mengatakan...

tulisan mba ira,,pasti selalu bikin aku iri,,,pengen bisa nulis kayak gini,,,hiihihhi

TS Frima mengatakan...

kunjungan siang :)

salam kenal ya ^^

ivan kavalera mengatakan...

Baca di "Sembilu" ah

catatan kecilku mengatakan...

Mbak... tulisan mbak Ira emang keren2 deh. Ajarin dong mbak.

Anonim mengatakan...

Hei blog yang sangat bagus! Man .. Indah .. Amazing .. Saya akan bookmark blog anda dan mengambil feed juga ...

xamthone plus mengatakan...

artikel'y sangt menarik sekli nih mba,,
pha lg baru liat judul'y z udh kren nih mba,,