29 Agu 2009

CATATAN SETELAH PENTAS 17-AN


Catatan ini aku buat setelah peringatan 17-an pertamaku di Jakarta...(tiba-tiba arasa kangen Banyuwangilangsung menyergap). Seperti peringatan kemerdekaan lainnya acara hari ini ditutup dengan bakti sosial pembagian sembako pada janda-janda (tanpa muda) serta kaum duafa. Namun yang membuat aku ironis adalah pagelaran dangdut.
Huh....ak jadi berkeringat melihat pemandangan yang ada di depanku saat itu. Perempuan-perempuan muda melikukan badan erotis dibarengi dengan musik yang menghentak. Bau alkohol membuatku sedikit mual. Keadaan semakin memanas saat sekumpulan pemuda yang dipengaruhi alkhohol saling baku hantam. Aku mengurut dada....apakah ini releksi kemerdekaan yang diagung-agungkan panitia.....apakah masih relevan mengadakan pentas dangdut digunakan sebagai tameng untuk merayakan kemerdekaan padahal hanya sebagai bentuk proses menaikkan harga diri tokoh masyarakat serta penyumbang dana terbesar? huh....saat aku tanya alasanya untuk menghibur masyarakat. Dan jujur....aku sebagai masyarakat sama sekali tidak terhibur justru muak. Dan kemuakan itu semakin menjadi saat tradisi sawer muncul di depanku. Lembaran uang yang hanya bebera uang ribuan mneyelinap di bagian dada sang biduan. Dan mereka turun dalam dekapan laki-laki........apakah ini yang dinamakan refleksi sebuah kemerdekan....atau hanya aku saja yang memiliki pikiran minoritas.....

Tidak ada komentar: