15 Jan 2018

Taman, pendidikan dan menjaga kewarasan. Selamat Hari Guru






Beberapa hari lalu saya berkunjung ke SLB PGRI Rogojampi yang terancam tidak bisa melanjutkan kegiatan belajar mengajarnya karena harus segera pindah dari tempat yang telah digunakan sejak tahun 2003. Sebelumnya saya sempat membacanya di beberapa status kawan di mediasosial saya. Tentu dengan komentar-komentar yang provokatif dan sejenisnya

Saya memilih datang sendiri, bertemu dengan kepala sekolah, berbicara dengan guru-guru, wali murid dan guyon dengan para siswa serta bermain ayunan di teras sekolah. Lebih dari 3 jam saya disana, di sekolah yang dirintis sejak tahun 1993 dengan murid pertama berjumlah empat orang. saat itu mereka masih menumpang di SDN Gitik hingga kemudian tahun 2003 pindah ke bekas sekolah SDN Inpres Lemahbang 3 yang sudah tidak digunakan karena diregouping dengan sekolah terdekat. Lahan sekolah tersebut adalah milik kas Desa Lemanhbangdewo
Selama 14 tahun kegiatan beajar mengajar berlangsung di sana hinggga pihak desa meminta kembali lahan tersebut untuk didirikan kantor desa yang baru karena lahan kantor desa lama terlalu sempit. Mereka akan membangun pendopo dan juga taman yang tidak akan bisa dilakukan di kantor desa yang lama. Sayangnya, pihak desa tidak memberikan solusi kemana mereka harus pindah. Kasusnya mencuat, ketika pihak desa mengirim beberapa warga datang ke sekolah dengan dalih membantu angkut barang untuk pindahan. Padahal pindah kemana juga belum tahu.
Ada tujuh ruang disana, dan para siswa berpindah dari ruang yang layak ke ruang yang tidak layak salah satunya adalah bekas gudang sejak 6 bulan lalu. Satu ruang untuk kantor, satu ruang untuk belajar beberapa kelas dan satu ruang yang penuh dengan tumpukan kayu untuk kelas siswa SMP.
Saya sempat khawatir atapnya rapuh dan menjatuhi mereka. Apalagi Salsabila, siswa SD paling kecil suka sekali berlarian dibawahnya.
Ada perasaan sedih bercampur marah yang saya rasakan. Bukan kepada pihak desa, bukan kepada yayasan, bukan kepada siapa-siapa. Tapi kesedihan bahwa mereka seharusnya mendapatkan tempat belajar yang layak. 14 tahun bukan waktu yang pendek, seharusnya pihak yayasan segera memikirkan ruang baru untuk mereka. Bukan membuat mereka terombang ambing seperti ini. Pindah atau tidak pindah tiba-tiba menjadi bukan hal yang penting lagi bagi saya, tapi bagaimana mendapatkan akses pendidikan yang mudah, murah, layak dan tenang serta nyaman.
Dan akhirnya, untuk sementara pihak dinas pendidikan memfasilitasi dengan bertukar tempat, dan mereka bisa belajar di kantor desa yang lama. Secepatnya. Begitu janjinya.Sampai bangunan baru milik yayasan selesai dibangun untuk para siswa
Ketika akan pulang, seorang ibu bertanya kepada saya apakah benar sekolah tersebut akan ditutup. Dito, anaknya penyandang autis yang dua tahun lalu ditinggal ayahnya meninggal. Dito baru 6 bulan mau bersekolah setelah pindah dari Balikpapan. "Jika ditutup anak saya sekolah dimana. Ke kota jelas nggak mungkin. Jauh. Saya sendirian. Adiknya Dito masih kecil-kecil," katanya.
Saya hanya mengatakan kepada perempuan yang seusia saya bahwa semuanya akan baik-baik saja dan akan ada jalan keuar terbaik.
Salsabila berlari menghampiri saya di halaman. Dia tertawa manis sekali. Saya duduk di sebelahnya dan menggerakkan tangan di wajah sebagai bahasa isyarat yang berarti Salsabila cantik. faiz, guru SLB kawan baik, yan dulu pernah mengajarkan sedikit bahasa isyarat kepada saya. Salsabila tertawa dan menggerakkan tangan yang berarti terimakasih. Saya mencium pipinya lalu memeluknya erat.
Negara harus ikut andil untuk memberikan pendidikan yang layak kepada pemilik masa depan.
Ini bukan hanya sekedar berbicara mana yang lebih penting, taman atau pendidikan. Tapi ini adalah tentang bagaimana menjaga kewarasan
Selamat hari guru

Tidak ada komentar: