23 Mei 2014

: KEPADA IBU SATINAH



Assalamualaikum Ibu Satinah.

Bagaimana kabar anda hari ini? konyol rasanya saya menanyakan kabar pada anda yang tinggal menunggu hari "kematian" nya. Katanya yang menjadi rahasia itu adalaha kematian. jodoh dan rejeki? lalu bagaimana jika anda tahu hari kematian anda sendiri? tentu anda adalah orang-orang hebat pilihan Tuhan.

Nama saya Iraa. Saya perempuan yang saat ini tinggal di Banyuwangi. Satu dari ribuan penduduk Indonesia yang mendoakan anda agar selamat dari hukuman gantung di Arab Saudi. Duh..... seandainya saya ini orang kaya yang punya uang trilyunan rupiah. Pasti tebusan 21 milyar akan saya bayarkan . Sungguh. Saya tidak akan pernah menganggap anda pembunuh, tapi saya tahu bahwa anda membela sebuah harga diri. Harga diri perempuan, harga diri keluarga dan harga diri negara anda Indonesia. Anda yang dituduh membunuh majikan Nurah Al Garib karena tidak terima dituduh mencuri uang senilai 38 ribu riyal. Anda juga bercerita bukan? jika anda sering diberlakukan tak senonoh oleh majikan anda. Sekali lagi ini masalah harga diri.

Kata Bapak Presiden, ia sudah menegosiasikan urusan anda. Sebentar saya kutip saya pernyataan beliau-nya.
--------------------------------------------------
"Ini sedang kami negosiasikan urusan Satinah, (diat) mencapai di atas Rp 20 miliar. Rakyat harus tahu, apakah negara harus menanggung terus? Puluhan miliar dikeluarkan. Bagaimana keadilannya dengan rakyat di dalam negeri? Mari bicarakan baik-baik," kata Presiden saat membuka rapat terbatas di kantor kepresidenan, Rabu (26/3/2014).
---------------------------------------------------

Ibu Satinah, tiba-tiba saja saya sedih. Betapa negara yang sama-sama kita cintai ini tidak menghargai satu nyawa warga negaranya? Ibu tau? jika negara kita membeli pesawat Kepresidenan tahun lalu dengan harga 800 miliar? lalu bagaimana dengan uang belasan miliaran rupiah yang digunakan oleh anggota Dewan yang terhormat untuk jalan-jalan ke luar negeri yang mengatasnamakan studi bandin? Duh Ibu Satinah., saya tidak akan membebani anda dengan perilaku mereka yang mengaku peduli dengan kita.

Ibu Satinah. Saya dulu pernah bercita-cita menjadi tenaga kerja ke luar negeri. Ini sungguhan. Ketika saya melihat bahwa orang bekerja di luar negeri uangnya banyak. Tidak seperti ibu dan bapak saya yang hanya menjadi PNS dengan gaji yang kecil. Namun tiba-tiba cita-cita itu luntur ketika saya tahu jika ada sesuatu yang harus di bayar mahal. Kebebasan dan juga waktu bersama keluarga. Belum lagi ketika di televisi diberitakan banyak tenaga kerja yang disiksa. Saya mundur dari cita-cita karena ternyata saya hanya seorang pengecut dan pecundang karena tidak berani melawan ketakutan saya. Tidak seperti kamu Ibu Satinah. Anda luar biasa.

Ibu Satinah,

Dari catatan Moh Jumhur Hidayat, aktivis serikat buruh saya membaca ada 6 juta orang tenaga kerja Indonesia yang tersebar di 178 negara dan hanya 4,3 juta yang berdokumen resmi. Upah terendah setara 3 juta perbulan, namun tidak sedikit yang mendapat upah puluhan juta. Jika di buat rata-rata 4 juta perbulan maka ada penghasilan yang terkumpul 244 triliun pertahun. Jika sederhananya 50 persen yang dikirim ke tanah air, maka akan terjadi remitansi uang tunai sekitar 144 triliun pertahun. Angka yang luar biasa bukan yang disumbangkan anda dan kawan-kawan anda? uang yang bisa menggairahkan perekonomian nasional yang tentunya juga akan membuka lapangan kerja baru

Belum lagi jika 1 orang tenaga kerja memberikan nafkah pada 5 orang keluarganya di Indonesia? Duh Ibu Satinah. Betapa mulianya anda dan kawan-kawan anda.

30 miliar untuk membayar diyat menyelamatkan nyawa anda, dibandingakn 144 triliun? hanya 0,02 persen. Belum lagi jika di hitung remitansi 5 tahun terakhir.

Saya menyepakati jika membayar uang darah kepada TKI yang diancam hukuman mati bukan merupakan pembenaran tindakan kriminal. Tapi saya tahu, anda tertekan. Indonesia tidak akan bangkrut kok dengan mengeluarkan 30 miliar? perekonomian nasional akan tetap terjaga.

Akhirnya saya ingat dengan mbak-mbak yang ada di Singapura dan Johor Malaysia yang paling tidak satu bulan sekali ke Batam dan ngobrol dengan saya. Ingat Bu De yang membantu saya selama saya tinggal di rumah Baloi. Mantan TKW yang tidak bisa kembali ke Singapura karena usianya sudah sepuh. Bu de yang selalu berlari-lari jika suara mobil berhenti di depan rumah Baloi. Bu De yang menyiapkan jahe panas ketika saya pulang kerja.

Ibu Satinah. Percayalah jika kematian itu adalah sebuah rahasia. Dan tanggal 4 April nanti anda masih bernafas. Saya mendoakan anda, seperti saya juga mendoakan ibu saya di surga.

Ibu Satinah, saya mencintai anda seperti saya mencintai Indonesia ini. Sungguh. Biarkan tangan Tuhan saja yang bekerja. Saya dan ribuan warga Indonesia mendoakan keajaiban untuk anda.

Hormat saya,
Iraa Rachmawati
Banyuwangi, 29 Maret 2014

*data dari segala sumber/ photo: tempo.co

Tidak ada komentar: