10 Sep 2011

MENGALAH? APAKAH AKU BISA SELAMANYA?

"Ini buat adik..."
Suatu saat ibuku memberikan kue kepadaku sepulang dari pengajian. Aku suka....sekotak kue ada isinya sekitar 3 macam. Aku meletakkannya di dekat TV. Kakak ku dan sepupuku datang. Dan saya dia berharap agar mereka tidak meminta kue yang telah diberi ibu kepadaku. 
"Dik...kok kuenya nggak di bagi". Ibuku menegurku. Dengan terdiam aku mengambil kotak kue ku dan membagi pada kakak dan dua adik sepupuku. Dan aku langsung kembali menekur di hadapan bukuku. Menyembunyikan air mataku dari ibuku, karena kue sudah habis dan aku sama sekali tidak mendapatkannya. Padahal aku suka sekali kue itu. Ibu selalu mengajarkanku untuk mengalah, tapi lupa bagaimana mengajarkan padaku untuk ihklas.


Kejadian itu telah terjadi beberapa belas tahun lalu. Dan aku mengalah. Ya...mengalah! tanpa mempunyai daya tawar untuk mengatakan kecuali lewat tulisan-tulisan saya.
Pernah saat aku masih di bangku kuliah, aku memlih mengendarai sepeda motor Jember - Banyuwangi yang aku tempuh kurang lebih 3 jam. Seminggu sekali atau bahkan bisa seminggu dua kali. Bukan perjalanan yang mudah apalagi jalan berbukit. Sengaja aku memilih naik motor agar lebih cepat dan praktis mengingat selain kuliah aku juga bekerja.Walaupun sudah berkali-kali jatuh di tikungan gumitir. Ah....orang tua mana yang mengijinkan anak gadisnya mengendarai motor bahkan lewat di atas jam 10 malam. Suatu saat kakak laki-lakiku akan ke Jember. Dan ibuku berkata sambil setengah berbisik kepadaku, "Dik...mending adik naik motor aja ke Jember. Jangan mas ya....biar mas naik bus atau kereta. Ibu nggak tega liat mas nurul naik motor ke Jember".
Aku diam sejenak dan bertanya, "jadi ibu lebih khawatir sama mas, yang laki-laki dari pada adik yang perempuan? jadi selama ini perjalanan jauh jember banyuwnagi, hujan panas ibu nggak khawatir sama adik". Ada perasan "nyesek" di dadaku. Aku ingat saat itu aku hanya diam karena tidak mau berdebat panjan dengan ibuku, ambil kunci motor ransel dan helm ku dan berangkat ke Jember tanpa pamitan ke ibu dan kakakku. Sepanjang 3 jam perjalanan aku hanya bisa menangis di balik helm ku dengan kecepatan tinggi. 3 hari kemudian ibuku menyusul ke Jember dia hanya berkata, "Maafkan ibu ya Dik....Ibu berkata seperti itu karena ibu lebih percaya kamu. Dan kamu sudah terbiasa melewati jalur gumitir dibandingkan mas mu. Ini cuma fakor kebiasaan saja. Nggak ada ibu yang nggk khawatir liat anak gadisnya lewat gumitir aplagi hujan dan tengah malam. Ibu juga khawatir sama kamu Raa. Kamu tetap anak gadis ibu yang paling hebat"
Ibu memelukku dan aku membenamkan kepalaku di dadanya yang sudah menipis.

Ya......ibu selalu mengajarkan aku untuk mengalah dalam keegoisanku. Menekan semua perasanku untuk terus mengalah dan mengalah. 
"Mengalah bukan berarti kalah Raa". Ibuku membesarkan hatiku saat aku protes kenapa harus aku yang dipaksa menyelesaikan karya tulis ilmiah, padahal itu adalah kerja satu tim?. Dan saat di umumkan sebagai pemenang untuk ingkat universitas, ibuku berbisik, "Lihat Raa....proses kemenangan itu milik kamu. Bukan milik mereka". "Tapi bukankah mereka juga dapat nama Bu.....padahal itu hasil kerja adik!" aku protes! Ibuk tersenyum. "Tapi mereka tidak mengalami proses yang kamu lewati saat membuat karya ilmiah itu Raa".
Yaaa.......sebuah proses yang aku lewati......hingga aku menjadi Ira yang sekarag.

Mengalah.....yang aku harus mengalah. Mengalah untuk pindah ke Jakarta meninggalkan ibuku dan mimmpiku serta tanah kelahiranku. Mengalah untuk menyelesaikan masalah dalam keluarga besarku. Mengalah untuk melakukan perjalanan panjang seorang diri. Mengalah....dan mengalah.........!!!!!! saya ingin protes saya ingin teriak. Tapi cuma hanya bisa diam dan menulis...menulis..menulis........

Dan kali ini saya juga harus mengalah. Menjadi selir hati? yaaa....selir hati tepatnya.
: My Dear.....aku harus mengalah. ya....mengalah.....tanpa bisa menyentuh hatimu. Menatap matamu. Atau hanya sekedar....ahhh entahlah. Rekaman itu terus aku putar mungkin suha ratusna kali. Berjam-jam di dalam ruangan ini. Paling tidak menenangkan keegoanku.  Keinginanku untuk melebur rasa ini. Ya.......mengalah.
Sebuah konsekwensi. "Karena keaadan yang membuat kita seperti ini Raa". 
Saya harus mengalah lagi? *nyesek*

"Terima kasihku engkau telah jaga kepercayaanku, engkau telah jaga kesetian yang pernah ku minta kepadamu dan engkau senantiasa sabar menghadapi sikap dan sifatku. Aku yang belum mampu mengenalkanmu pada Allah dan dan Rasulnya. Aku jarang sekalii menanyakan bagaimana keadaan imanmu hari ini, sholat mu hari ini. Namun aku berharap kita selalu di beri kebahagian oleh Allah SWT"

Seperti air yang mengalir menenangkan dan juga menenggelamkan aku dalam kata-kata mengalah. Mengalah? apakah aku bisa selamanya mengalah?

"Raa....mengalah bukan berarti kalah! proses mengalah akan membuat kamu menjadi perempuan yang lebih dewasa Raa"

Ah bu.....ibu selalu mengajarkan aku mengalah tapi engkau lupa mengajarkan bagaimana aku bisa ikhlas saat aku mengalah. Ajarkan padaku Bu! untuk mengalah dan ikhlas untuk berbagi......karena aku sangat mencintai dia bu! lelaki terbaik dalam hidupku saat ini! 

Batam, 2 September 2011

1 komentar:

Anonim mengatakan...

mbak,,,,,,,,,,,,,,,,aku suka mbak