6 Sep 2011

KETIKA SAYA MEMUTUSKAN

Malam ini begitu beda. Ketika hari-hari terakhir ini saya berjibaku dengan berbagai permasalan saya. Membolak balikkan hati saya agar tetap kuat. 
Ketika saya harus memutuskan dengan cepat untuk pulang ke Banyuwangi untuk menjalani operasi usus buntu yang sudah kronis. Melakukan perjalanan Batam - Banyuwangi seorang diri dengan menahan sakit yang sangat karena usus buntu saya sudah bengkak dan bernanah. Mencari rumah sakit terbaik untuk segera menyelamatkan nyawa saya dan akhirnya saya harus menandatangani sendiri persetujuan penyelesaian administrasi dan persetujuan operasi. Ya tanda tangan saya yang tertera. Pasien sekaligus penanggung jawab atas diri saya sendiri. 

Saat saya masuk ke dalam ruang operasi, saya hanya menatap dua perempuan yang mengantarkan saya. Dua perempuan yang sudah saya anggap sebagai pengganti ibu saya. Di depan ruang operasi saya hanya bilang, "jangan menangis mbak! Ntar ira ikut nangis. Ira cuma operasi kecil usus buntu bukan untuk setor nyawa pada Tuhan" Saya melangkah sendiri ke dalam ruang operasi tanpa bantuan kursi roda karena saya pikir bahwa saya sangat sehat saat itu. Dan saya kalah dengan meja operasi saat morfin disuntikkan ke tulang belakang saya. Saat lampu operasi membuat saya silau. Saat dokter mengajak saya untuk berdoa. Saya hanya meminta,"Dok! Boleh saya genggam tangan dokter sebentar saja! Karena saya butuh kekuatan" Dokter itu melepaskan sarung tangannya dan membiarkan saya menggenggamnya dalam sekian detik. "saya siap dokter". Saya tidak tau apa yang terjadi! Saya hanya memejamkan mata sambil mendengarkan alat-alat medis itu membelah perut saya. 


Semua doa saya panjatkan, saya takut terjadi apa-apa dengan ilalang kecilku dalam rahimku. Hingga tiba tiba dokter sedikit berteriak dan ada sedikit kesibukan dalam ruang operasi itu. Banyak alat yang di pasangkan pada dadaku ujung-ujung jemariku! Selang oksigen pernafasan di hidungku Dan saat saya berusaha membuka mata, saya melihat ada bayang ibu di samping saya dan memegang kepala saya sambil berbisik, "adik harus kuat ya" . Aku berusaha mengangguk dan tiba-tiba semuanya berubah putih dan saya merasa melayang dituntun oleh seseorang yang tidak pernah saya lihat mukanya.  

Saat saya sadar, saya sudah berada di tempat tidur dan beberapa orang disekitar saya menangis. Ahh kenapa tidak aku lihat wajah ibuku. Aku meraba perutku dan berusaha mengangkat kakiku. Tapi susah! 

"Kamu masih dipengaruhi bius Raa" 

Aku berpikir! Morfin sialan...aku menjadi korban depopulation program dalam Novel Codex. 

Dan hari-hari berat mulai dilewati! Dan lebih berat lagi saat ilalang kecilku tidak bertahan dan akhirnya kalah dengan keadaan. Senin 1 Agustus 2011 13.05 Saya meregang! Perut saya kejang dan kesakitan yang luar biasa seperti 2 tahun yang lalu. Saya menggigit bibir sendiri agar tidak ada satu pun orang-orang disekitar tahu. "Ojo sambat! Tanggung jawab sendiri apa yang telah kamu lakukan" 

Dan akhirnya saya hanya bisa meneteskan air mata sambil melihat ke luar jendela. 

Ilalang kecilku kalah dalam peperangan keegoisan. 

Dan saya kembali terpuruk dalam kesendirian dan kesepian saya. Belajar untuk bangkit kembali. Walau ternyata Bukan hal yang mudah. 

Hingga malam ini sebelum saya melanjutkan perjalanan panjang saya.  Melakukan pertemuan dengan sahabat-sahabat saya disini Koseba! 

"Raa....kembali saja ke Banyuwangi. Untuk apa kamu ke Batam? Disini banyak yang bisa kamu kerjakan. Memberikan sumbangsih untuk Banyuwangi. Banyuwangi masih membutuhkanmu. Disini semua tau bagaimana kamu berproses. Sedang di Batam? Mereka hanya tahu kamu yang sekarang! Kamu tertekan sendiri! Tanpa teman! Keluarga! Orang-orang yang kamu sayangi! Psikologis dan kesehatanmu lebih penting dari pada keegoanmu Raa. Jangan alasan untuk belajar dan mencari pengalaman.

Karena semuanya jauh dari apa yang kamu miliki" 

"Tapi saya mencintai batam seperti saya mencintai banyuwangi" 

"Bulshit.....kamu lebih mencintai Banyuwangi. Kamu mencintai batam karena keegoisan kamu Raa. Tantangan iya kan? Ingat kesehatan dan psikologis kamu Raa! Aku mengenalmu bukan setahun atau 2 tahun" 

Saya terdiam cukup lama. Dan memikirkan perbincangan itu semalaman. Ya..di Banyuwangi ini saya di besarkan. Setiap saat saya bisa menuju ke pantai yang sangat saya cintai. Rumah masa kecil saya walaupun kosong dan berdebu tapi masih tenang dan nyaman. Makam ibu saya, ayah, nenek dan dedek. Yang bisa saya kunjungi setiap saat. Teman-teman berdiskusi yang seimbang. Berbicara tentang sejarah pragtis dan semuanya bisa saya lakukan disini. Hidup tanpa di kejar-kejar ketidak tenangan. Adik-adik sepupu saya yang bisa setiap waktu menemani saya untuk jalan menyusuri pantai atau sekedar menikmati secangkir kopi di pinggir jalan. Disini saya menemukan pelukan-pelukan hangat setiap kali saya butuhkan. Ketenangan pagi dan saya masih bisa menikmati rutinitas pagi seperti dulu yang biasa saya lakukan bersama ibuku. 

Hidup tanpa ketegangan aku temukan di Banyuwangi.

Semalam saya berpikir apakah saya memutuskan untuk tetap tinggal di Banyuwangi atau Batam? Apalagi saat pagi ini saya berpamitan pada adik sepupu saya Rani yang masih kelas 3 SD. "Mbak ira mau pulang ke Batam" dia diam dan berkata, "Batam itu jauh ya mbak? Terus kalo jauh kapan mbak ira kesni lagi" 

Dia menangis matanya berkaca-kaca. "Mbak ira jangan pergi lagi ta! Emang nggk capek jalan-jalan terus. Nggk pernah pulang". Dia merajuk berangkat sekolah tanpa bersalaman dan mengusap air matanya.

Saya tidak bisa membayangkan jika dia pulang ke rumah sudah tidak menemukan saya di kamar. Tidak ada yang menemani saat buka puasa selepas adzan dzhuhur atau sore hari saat jalan-jalan sambil menggandeng tanganku yang masih susah untuk melangkah. Atau nonton tv sambil merajuk di pelukku saat malam hari Rani....mbak ira pasti pulang ke Banyuwangi.

Kebimbangan saya semakin menjadi-jadi! Diskusi panjang berjam-jam dengan mereka-mereka yang terpilih. Yang mengenal aku sejak aku lahir. Perenungaku terdalam berjam-jam di makam ibu yang membuat kulitku menghitam. Ahhhh....ibuku dulu selalu mengajarkan aku untuk cepat mengambil keputusan, dan belajar untuk bertanggung jawab dengan keputusan yang saya ambil. Meninggalkan Batam untuk tinggal di Banyuwangi bukan keputusan yang tepat saat ini. 

Tanggung jawab! Hal yang sangat bodoh dan bukan seorang Ira yang meninggalkan masalah tanpa penyelesaian. Saya bukan pecundang. Saya tidak akan pernah kalah sbelum saya melakukan peperangan.
Ya...dengan cepat saya putuskan untuk kembali ke Batam. Yaaa lebih tepat memilih kata kembali! Karena kepulanganku hanya untuk Banyuwangi. Suatu saat aku akan kembali ke Banyuwangi tapi tidak untuk sekarang tapi suatu saat nanti. Saat Tuhan memberikan skenario yang terindah dalam kehidupanku.

Saya selesaikan catatan kecil yang sama sekali tidak penting ini di sebuah kereta. Memulai perjalanan panjang sepertia biasa seorang diri. Hanya ada yang berbeda tidak ada ilalang kecilku menemani. Ahh bagaimana nanti aku bertemu denganmu nanti? Tanah melayu ku? Mimpiku? 

Dan lelaki pecundangku? 

Ketika saya harus dengan cepat untuk memutuskanmu! Hidup saya terlalu indah jika saya hanya terpuruk dalam kegamangan dan keegoisan! 
Bukankah Tuhan memberikan kekuatan untuk bertahan di kaki saya sendiri! 
Hhhmmmm barusan ada sms masuk,"wonder women wess" 
Ahhhhh...saya juga perempuan biasa yang butuh di manja! 

The End 
Mengakhiri tulisan ini Selasa 9 Agustus 2011 di Kereta Mutiara pagi Eksekutif 1 kursi 6A
Lanjutkan perjalanan dan mimpimu Raa! Saat kamu telah memutuskan kembali ke Batam dan bertahan





1 komentar:

lietas209 mengatakan...

whuaaa berarti bayanganku kae terbukti yooo...hehehhehe....ternyata khayalanku bisa mirip seperti aslinya...semangatttt yuuukkkk