Dia anankku. Ya benar! Benar- benar anakku. Dia mendengkur halus di rahimku, Hasil pembuahan sel telurk dan sperma hujan. Saat kami bercinta di bawah rinai hujan.senja itu. Aku masih ingat saat belaian tanganmu satu persatu menelanjangiku di bawah rinaimu. Serta nafasmu yang perlahan dan hangat ditengkukku. Aku pasrah padamu Hujanku!
Dan dia anakku! Anak sang Hujan, Dia meringkuk hangat dalam rahimku dalam genangan air hujan di perutku. Sebuah keanehan. Hujan kali ini tak dingin. Tapi hangat. Bahkan hangatnya secara perlahan asuk ke dalam ribuan pori-poriku menuju sum-sum tulang punggungku. Aku mendesah perlahan, menahan sakit yang nikmat saat hujan tiba-tiba menderas bagai ribuan jarum yang menghujam rahimku.
“Sayang….Kau harus bertahan! Seperti hujan yang bertahan di tanah yang gersang tempat kita berteduh sekarang”
Dia anak hujan. Dan dia adalah anakku. Nafasnya satu persatu masuk di jantungku. Ada dua detak di dadaku. Berdebar. Bahkan telingaku sendiri berdengng mendengar suara jantungku dan jantungnya. Aku berteriak perlahan, tapi tak ada suara yag keluar dari tenggorokanku. Ssstttt….jangan berisik. Aku takut anak hujanku bangun dari rahimku. Kakiku menjinjit tanpa alas kaki perlahan menuju jendela. Di luar sedang hujan. Dan aku ingin berbasah-basah di tepi jendela itu. Bahkan aku mau berlari-lari di bawah hujan itu. Ya sayang…….aku akan mengenalkan kamu, anakku hujanku pada Sang Hujan.
Seperti mimpiku masa kecilku. Aku berlari-lari menemui Sang Hujanku. Kami kembali menari-nari dengan Sang Hujan. Menari-nari tarian birahiku. Ku tatap mata hujan itu, masih tenang seperti mata hujan yang terakhir aku tinggalkan. Tiba-tiba pandanganku mengabur. Semua gelap! Aku seperti d bawa ke sebuah rumah putih. Bahkan aku sendiri berwarna putih. Rambutku putih, kulitku putih, hatiku putih, bahkan mataku pun mulai memutih. Sekilas pandanganku sedikit mengabur melihat hujan diluar sana. Dibalik jendela. Air hujan menghitam! Menggulung-gulung, menggedor jendela. Aku menggapai hujanku tapi semu, maya!
“Ini anakmu Hujanku! Anak kita! Anak mu! Anak hujan!!”
Seperti tau diperebutkan, anak hujanku menggeliat perlahan di rahimku. Aku mengerang menahan sakit yang sangat dan berbisik sangat perlahan dengan rasa cintaku pada Sang Hujan, “Bertahan sayangku! Kita akan menari tarian hujan. Aku bundamu, dan ayahmu Sang Hujan”.
Aku mengejang perlahan. Semua semakin memutih. Dan tiba-tiba badai hitam itu masuk tanpa permisi ke pembaringanku, melalui daun jendela yang terbuka.
Flassssshhh……..cahaya putih menyambar rahimku dan hujan putih turun di pembaringanku. Anak hujan ku menggeliat keras, bahkan menegangkan ujung-ujung rahimku.
“Bertahan sayanku….bertahan. Bundamu akan menukar nyawa untuk duniamu”
Dan aku semakin terdiam saat anak hujanku melayang perlahan keluar dari rahimku.Meringkuk tenang di atas awan putih yang menggelung sempurna anak hujanku. Mengingatkanku akan bayi Hercules dalam pelukan Pegasus yang membawanya terbang menuju Zeus.
“Tolong…jangan bawa anak hujanku. Dia nyawaku. Dia satu-satunya harapanku”
Aku tak bisa bergerak. Tak bisa berkata-kata. Air mataku menetes. Air mata hujan. Bahkan tak ada waktu untuk mencium kening anak hujanku. Tak ada ucapan selamat tinggal atau sekedar melambaikan tangan pada anak hujanku.
Dia pergi….yang pergi! Menemui Tuhan ku dan mereka yang tinggal di Surga. Meninggalkanku sendiri. Benar-benar sendiri. Tanpa siapapun bahkan tanpa Sang Hujanku.
Semua kosong. Dan aku kembali melangkah tertatih dengan luka yang berdarah-darah melanjutkan perjalanan panjang, tanpa kamu anak hujanku dan tanpa ayahmu, lelaki hujanku!
Al-fatihah!
Catatan ku persembahkan pada Fetus-ku & Hujanku
Tiba-tiba Bunda sangat merindukanmu sayang!
Damai kau surga!
7 komentar:
Pengen banget baca di SEMBILU jam 21.00 Wita ntar di RCA FM.
wah dah lama gak mampir sini, ganti baju juga ya... jadi cerah
salam ya
Hai,
Sudah lama aku nggak blogwalking. Karena memang dah lama juga nggak blogging. Hehehehehe.... Datang sekedar menyapa. Semoga dirimu sehat dan selalu bahagia.... dan semoga belum lupa dengan persahabatan kita.
:)
Salam,
Ninneta
bahasa yang sulit ku pahami, sulit sekali aq rasapi,,, ya bingung, aq memang bingung dengan tulisan yang terus membuat ku penasaran...
tapi ku terus mencoba, karena tak ada yang tak bisa dipahami oleh akal...
hihihi....
Jangan sedih, Ira. Kalau Tuhan merasa Ira siap punya anak, pasti Ira akan diberi anak lagi oleh-Nya. :-)
Menjerit ... meratap ... Anak Hujan ? bagaimanapun dia tak berdosa dan pasti disurga, Amiin .. Ayah butuh kamu sayang !!!
aku butuh kamu Ayah!
Posting Komentar