11 Jul 2010

MEREKA BILANG PULAU GALANG ADALAH KAMPUNG ORANG VIETNAM

Batam......pulau kecil yang terletak di pinggir Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Singapura. Tak heran, mobilitas masyarakat asing cukup tinggi di negara yang terkenal sabagai kawasan perindustrian ini.
Mall dan swalayan bukan sesuatu yang asing di sini. Tapi sebuah perjalanan baru membuat aku merinding, saat aku mengetahui ada sesuatu yang berbau “sejarah” di Pulau Batam. Sejarah yang membangkitkan sebuah perjalanan panjang sebuah negara. Mereka bilang ini adalah Kampung Vietnam.......

Ya....kampung vietnam adalah sebuah kawasan seluas 80 hektar yang berada di kawasan Pulau Galang. Tepatnya setelah kita melewati Jembatan 5 Barelang. Jaraknya hanya 50 kilometer dari pusat kota Batam di Desa Si Jantung Desa Galang Pulau Galang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Hanya sekitar 1 jam jika kita mengendai mobil atau sepeda motor.
Bukan kesengajaan aku tiba di Kamp pengungsian kawasan Vietnam. Tapi seperti yang selalu aku katakan, perjalananku masih panjang. Masih mencari titik akhir hingga waktu membawaku ke sebuah Kamp pengungsian masyarakat negara Vietnam


Menurut sejarah, Pulau Galang terkenal di akhir tahun 70-an atau di awal tahun 80-an. Pada masa itu, arus mobilitas masyarakat Vietnam cukup besar di Pulau Galang. Hal itu tidak lepas dari konflik intern perebutan kekuasaan yang terjadi di negara Veitnam terutama di Vietnam Selatan. Ratusan masyarakat Vietnam Selatan mengungsi ke negara lain pasca perang saudara di negaranya. Sebagian besar mereka menggunakan perahu untuk mengarungi lautan China hingga sampai di wilayah Pulau Galang dan Tanjung Pinang. Perahu dan masyarakat Vietnam tidak bisa dipisahkan, sehingga masyarakat Vietnam juga sering disebut sebagai manusia perahu. Satu perahu diisi sekitar 40 hingga 100 orang. Tidak sedikit yang meninggal di perjalanan saat mengarungi lautan china. 

Gelombang pengungsi ini menarik perhatian Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) dan Pemerintah Indonesia. Pulau Galang, tepatnya di Desa Sijantung, Kepulauan Riau, akhirnya disepakati untuk digunakan sebagai tempat penampungan sementara bagi para pengungsi. UNHCR dan Pemerintah Indonesia membangun berbagai fasilitas, seperti barak pengungsian, tempat ibadah, rumah sakit, dan sekolah, yang digunakan untuk memfasilitasi sekitar 250.000 pengungsi. Mereka sengaja di konsentrasikan dalam satu wilayah yang disebut Kampung Vietnam. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah pengawasan. Pasalnya, tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh masyarakat Vietnam cukup tinggi. Aku pikir merupakan hal yang wajar. Karena dalam mempertahankan hidup, mereka bisa menghalalkan segala macam cara termasuk membunuh dan mencuri. Selain itu, pengawasan dilakukan juga untuk menekan penyebaran penyakit kelamin Vietnam Rose. Tentang penyakit Vietnam Rose ini, almarhum ibuku dulu pernah bercerita. Vietnam Rose adalah salah penyakit kelamin yang mematikan. Konon, penderita penyakit Vietnam Rose ini adalaha laki-laki. Kenapa di sebut Rose? Atau mawar?. Yang pertama adalah, penis laki-laki yang terkena penyakit ini akan mekar seperti Bunga Mawar. Sedangkan alasan yang kedua adalah karena penyakit Vietnam Rose ini ditularkan oleh para perempuan. Ya....perempuan kembali menjadi ujung tombak dalam penyelamatan sebuah negara. Para serdadu Amerika yang menguasai wilayah Vietnam sering menggunakan perempuan Vietnam sebagai pemuas nafsu mereka, dan secara sengaja, mereka menularkan penyakit Vietnam Rose yang bisa menjadi senjata pembunuh yang paling efektif dan cepat untuk para serdadu Amerika. Yup.....Vietnam Rose adalah pembunuh massal yang sanget sempurna walaupun disisi lain banyak juga perempuan-perempuan Vietnam yang menjadi korban untuk kemerdekaan negaranya. Bukankah sebuah dilematis........

Para pengungsi Vietnam tinggal selama kurun waktu sejak tahun 1979 hingga tahun 1996, hingga mereka mendapatkan suaka dari negara-negara maju lainnya, atau pun dikembalikan lagi ke negara mereka Vietnam. Sejarah tidak sengaja, aku bertemu dengan salah satu anggota Angkatan Laut, panggil saja Bapak D. Beliau menceritakan kejadian pada tahun 1995-1996. Awalnya pemulangan masyarakat Vietnam dilakukan baik-baik. Namun sebagian besar mereka tidak mau dipulangkan kembali ke Vietnam hingga terjadi konflik dengan aparat pemerintahan setempat termasuk dengan aparat keamanan. Aku sendiri bisa mengerti mengapa mereka menolak meninggalkan Pulau Galang. Secara psikologis mereka pasti trauma untuk kembali ke negaranya yang penuh konflik, setelah bertahun-tahun hidup tenang di wilayah Pulau Galang. Akhirnya, pemulangan masyarakat Vietnam menjadi sebuah pemaksaan. Masyarakat Vietnam melakukan protes besar-besaran, termasuk membakar dan menenggelamkan kapal-kapal yang disediakan untuk mengangkut mereka kembali pulang ke Vietnam. Dan saat itu, jumlah pengungsi Vietnam berjumlah 2 kali lipat mendekati angka 5 ribu orang. Pasca kepulangan masyarakat Vietnam, pihak Otorita Batam mengangkat kapal-kapal yang ditenggelamkan dan dijadikan sebuah monument sebagai bukti keberadan masyarakat Vietnam di pulau Galang

Memasuki Kampung Vietnam. Dan aku terhenyak berhenti di sebuah patung Taman Humanity atau Patung Kemanusia. Patung yang merupakan replika seorang perempuan yang terlihat menderita. Dia adalah Tinhm Han Loai, seorang wanita yang diperkosa oleh sesama pengungsi. Karena merasa malu, Tinhm bunuh diri. Untuk mengenang kejadian itu, pengungsi membuat patung Humanity. Tragis!

Menelusuri jalan-jalan sepi disepanjang kamp pengungsi Vietnam seperti menelusuri sebuah masa lalu. Rumah-rumah kayu lapuk yang tak lagi berpenghuni. Sepi yang benar-benar mencekam. Aku tidak bisa membayangkan, mereka bisa bertahan hidup bertahun-tahun jauh dari tanah kelahiran hanya untuk mencari kemerdekaan. Namun yang membuat aku salut adalah rumah ibadah yang menjadi fasilitas para pengungsi lengkap semuanya. Seperti Vihara Quan Am Tu, Gereja Katolik Nha Tho Duc Me Vo Nhiem, gereja protestan, dan juga mushola kecil termasuk pohon Bodhi yang tak bisa dilepaskan dari sejarah Sidharta Gautama dari agama Budha. Yang paling mencolok adalah Vihara Quan Am Tu yang masih digunakan hingga saat ini. Ada patung naga raksasa yang menjaga tiga Patung Dewi salah satunya adalah Dewi Guang Shi Pu Sha. Dewi ini, konon akan memberikan hoki, jodoh, keharmonisan rumah tangga dan mengabulkan cita-cita. Caranya cukup sederhana hanya dengan melemparkan koin ke arah Dewi. Sayangnya...saat aku tiba mereka sedang melakukan peribadatan. Dan aku sangat menghargai mereka, karena penampilanku sangat tidak memungkinkan untuk mendekati patung sang Dewi, apalagi melihat mereka ibadah dengan jarak yang cukup dekat.


Karena tempat tersebut dianggap bersejarah, maka oleh pemerintah Otorita Batam mengelola tempat tersebut dan juga menjadikannya tempat wisata karena banyak peninggalan-peninggalan mereka yang masih bisa dilihat sampai sekarang. Di kawasan tersebut terdapat museum (gedung bekas kantor UNHCR) yang menyimpan sejarah dan kenangan di camp Vietnam yang dapat memberikan gambaran jelas kepada pengunjung mengenai kehidupan sehari-hari para pengungsi. Semua foto-foto, kerajinan tangan, data penghuni, contoh KTP, sampe alat-alat dapur tertata rapi di sini.

Hanya ada sisa-sisa sejarah yang tertinggal dari sebuah perdaban yang ditinggalkan oleh masyarakat Vietnam. Entahlah.....ada perasaan yang berbeda saat mengunjungi kamp pengungsian ini. Sedikit mencekam. Pasti......karena aku yakin banyak jiwa-jiwa yang tertinggal disini. Jiwa-jiwa yang rindu kemerdekaan. Jiwa-jiwa yang tersiksa karena jauh dari tanah air. Jiwa-jiwa yang penuh dendam pada ketidakadilan. Dan kampung Vietnam ini telah menjadi sejarah . Sejarah sebuah negara. Sejarah dari sebuah bangsa yanbg aku yakin tidak ada satu pun dari mereka yang ingin mengulang kembali sejarah itu. Sejarah pahit karena perang saudara. Semoga.....

“Mbak Ira......disini angker”
“oh ya.........”
“katanya....kalo foto disini, banyak hantu-hantu yang ikut nampang lo.....”

Dan satu malam penuh aku menekuri satu per satu foto yang berhasil aku ambil melalui laptopku. Semua baik-baik saja. Tidak ada yang berbeda. Tidak ada penampakan. Hampir mendekati tengah malam. Dan ada suara ketukan di jendela. 3 kali bahkan. Sedikit tersentak, aku pikir ada tamu. Saat aku menghampiri jendela, aku baru sadar jika aku berada di kamar lantai dua dan tidak akan mungkin ada yang bisa mengetuk jendela kecuali ia menggunakan tangga atau ia terbang.

Diam...secara perlahan aku akhiri catatan ini dengan ucapan, “Innalilllahi wainnailahi rojiun”. Semua berasal dari Allah dan akan kembali pada Allah pula. Biarlah.....para jiwa yang terkekang bisa bebas di alam sana. Amien....

Terhantar doa tulusku untuk para korban “perang Vietnam” yang tertinggal di Pulau Galang. Karena mereka bilang, Pulau Galang adalah Kampung orang Vietnam.


 Note: Baru sadar.......semua foto yang ada adalah foto narsis! maaf!

Catatan kecilku ku persembahkan 
pada Kemerdekaan dan pada Perdamaian



4 komentar:

yansDalamJeda mengatakan...

ehm...ternyata bener. Angker, kalo foto dsitu, banyak hantu yang ikut nampang. hehehehehehehe......

Irma Senja mengatakan...

selamat malam mba,...

beruntung sekali mba bisa mengunjungi banyak tempat istimewa ya ^^

Ninda Rahadi mengatakan...

pengin kesana deh mbak...^^

catatan kecilku mengatakan...

Foto rumah itu... memang kesannya angker mbak Raa...! Kesanakah mbak Raa pergi bertualang beberapa waktu yg lalu..?
Ih, ketukan di jendela..? Horor banget...