25 Mar 2010

DAN DISINI RASA INI MASIH ADA

Entah kenapa aku selalu melangkahkah kan kaki ke tempat yang sama. Ke tempat saat semuanya berawal dan berakhir. Ya…stasiun kereta!

Ada sebuah kenyamanan saat aku melihat kereta yang datang. Banyak wajah-wajah penuh harap atas sebuah kerinduan. Seperti wajah ibuku yang dulu selalu menunggu kepulangan setiap akhir pekan di stasium Argopuro. Stasiun yang hampir terlupakan dan aku rasa hanya aku yang selalu naik dan turun lewat stasiun tua itu. Kereta api yang datang selalu membawa harapan membawa rindu yang membuncah. Teriakan bahagia keluar dari perempuan muda yang ada di hadapanku, “Sayang…..apa kabar”. Dan ia kemudian langsung memeluk mesra laki-laki dengan tas koper ditangannya. Dan mereka bergandengan tangan keluar menuju jalan keluar. Dan selintas aku melihat cincinyang melingkar di kedua jari manis mereka. Aku menunduk perlahan. Sebuah kebahagiaan! 

Pandanganku segera beralih pada pasangan muda, ya…masih sangat muda! Sang perempuan dalam keaadaan hamil turun dari kereta dibantu dengan laki-laki muda yang aku rasa adalah suaminya. Mereka langsung disambut oleh serombongan keluarga dengan seorang bapak tua yang tak berhenti menepuk bahu sang laki-laki muda. Sedangkan sang perempuan yang langsung disambut dengan lantunan selamat dan usapan pada perutnya. Sebuah kehangatan keluarga Perasaanku semakin menepi!
Kereta dihadapanku telah kosong karena ini adalah tujuan terakhirnya. Ya…kosong sementara karena aku yakin dalam hitungan jam ia akan kembali pergi. 

Di jalur seberangku aku masih bisa melihat jelas kereta yang sudah mulai penuh. Dan pandangan mereka beda. Pandangan kehilangan…..pandangan kesedihan yang pasti adalah sebuah perpisahan! Entahlah…aku selalu benci jika bicara tentang perpisahan. Jelas dari pandanganku, seorang pemuda duduk di pintu masuk kereta dan tangannya tak lepas dari genggaman seorang gadis yang berdiri tepat didepannya. Aku tak tahu pasti apa yang mereka bicarakan, tapi berkali-kali sang pemuda menggenggam erat jemari sang gadis yang berkali-kali mengusap air matanya seakan-akan memastikan semuanya baik-baik saja. 
Dan pandanganku tertarik pada pada sebuah keluarga. Suami istri dan 4 orang anaknya yang masih kecil-kecil. Aku rasa yang tertua baru berusia belasan tahun. Mereka berebut salaman pada sang ayah yang berjongkok memeluk mereka. Menciumi mereka satu-persatu dan melekatkan pandangan yang cukup lama pada sang sulung yang menggangguk-anggukan kepalanya. Dan terakhir kali memeluk erat istrinya, mencium keningnya sebelum masuk ke dalam kereta yang entah akan membawanya kemana. Lambaian dan teriakan, “selamat jalan bapak……”. Arrrggghhhhhhhhh……teriakan selamat jalan itu menusuk jantungku. Terasa sakit! Aku sedikit menekan dada kiriku dengan jari tangan kananku. Terasa nyeri….entah sudah berapa lama aku terduduk disini sendiri. Air meneralku sudah hampir kosong dan tas koper hijauku masih setia menungu menjadi pijakan kakiku.
***

“Hai….aku Raa”
Kau menoleh sambil tersenyum. Mungkin kau tak pernah menyangka akan ada pertemuan ini. Suatu senja di pelataran sebuah stasiun
Kita saling berjabatan tangan. Seandainya di halal kan aku akan berteriak-teriak gembira sambil jingkrak-jingkrat atas pertemuan ini. Kita saling berjabat dan aku tak menyadari siapa dulu yang mengacungkan tangan untuk memulai perkenalan itu. Tak penting bagiku.
“Boleh aku ajak kau menikmati kotaku senja ini”
Aku mengangguk dan entahlah tiba-tiba aku merasa melayang saat kita berbincang tentang masa lalu, masa kini dan masa depan. Hingga berakhir di sebuah alun-alun tempat kita menikmati secangkir kopi.
“Kau akan melanjutkan perjalanan Raa”
Aku mengangguk kan kepala sangat pelan sembil menenggak sedikit kopi dan berharap kafeinya mampu membuatku sedikit lebih tenang.
“Yup….hidupku adalah sebuah perjalanan dan tak mungkin aku tinggal di sini dalam waktu lama”.
Kau diam sambil membetulkan letak rokok yang terselip di tangan kananmu sedangkan jemari kirimu memilih menyibak anak rambut didekat telingamu.
Aku berkata dalam hati, “seandainya aku bisa tinggal lebih lama disini untuk menemanimu. Aku mencintaimu. Fuich,….”
Namun kata-kata itu tak pernah bisa aku keluarkan dari bibirku. Aku berdiri
“Kau bisa mengantarku” Jeda sejenak……” aku harus mengejar jadwal kereta 2 jam lagi berangkat. Kalo nggak bisa ngantar ke stasiun bisa bantu aku cari taxi”
Ia mengiyakan permintaanku. Kita berpisah di ditengah hujan deras tanpa ada ucapan selamat tinggal. Dan aku menuju ke stasiun berikutnya sendiri dengan baju basah kuyup. Ya….benar-benar basah sebelum kereta malam itu menungguku terlalu lama. Dan aku terpekur duduk sendiri di kereta eksekutif…..mengenang sedikit kebahagian dalam pertemuan itu. Walau tanpa ucapan selamat tinggal atau ciuman dikening. Aku mencintaimu……Dan aku terlelap dan dalam mimpiku aku membaca sebuah buku dan buku itu tak mempunyai akhir. Apakah buku itu kamu…………….


***
Sudah lebih dari empat jam aku duduk disini. Air mineralku benar-benar sudah habis. Entah sudah berapa ratus orang yang lalu lalang dihadapanku. Datang dan pergi. Aku juga sudah tak menghintung berapa kali suara khas kereta singgah ditelingaku. Aku terlalu lama menunggu. Aku kembali melihat pesan di Handphonku. “Kamu tunggu sebentar atau pulang saja naik taxi”. Aku mendengus kesal. 4 jam? Apakah masuk kategori sebentar?. Mungkin bagimu tapi tidak bagiku yang menunggu seorang diri. Belum lagi di bawah sana supir taxi dan angkot menggelar demo protes karena dilarang menunggu penumpang di pelataran stasiun. Langkahku gontai menarik koper ku melewati tangga demi tangga. Berat…..tapi lebih berat perasaanku. Dalam perjalanan aku membayangkan lelaki yang menikahi ku dua tahun lalu akan menunggu ku di depan pintu kereta dengan senyuman khasnya. Membawakan koperku sambil menanyakan bagimana perjalananmu kali ini. Dan aku akan menceritakan perjalananku minus cerita menghentikan perjalanan sejenak untuk menemui laki-laki yang aku cintai. Ya……karena hal terbodoh menceritakan laki-laki yan dicintai pada laki-laki yang telah menikahi. 

Langkahku semakin gontai….tak ada senyuman, tak ada ucapan selamat datang, tak ada pertanyaan, dan tak ada perhatian. Di pelataran stasiun langkahku berhenti. Tiba-tiba semua gelap. Aku ingin berteriak tapi suaraku tak bisa keluar. Air mataku tak bisa lagi diajak kompromi. Pertahananku jebol. Dia yang aku cintai….masih sempat menjemputku, menanyakan bagaimana perjalananku, menemaniku menikmati secangkir kopi sedang ia………………! Memilih dunianya dan apa masih menganggapku ada?.
Tiba-tiba aku merasa benci dengan stasiun ini. Setengah berlari aku menuju taxi warna biru sambil mebiarkan air mataku terus mengalir.
“ Kemana bu”
“Antar saya pulang”
Sopir taxi mengangguk hormat, “Ke arah mana, Bu”
“Bintaro……tolong agak cepat saya lelah”
Kepalaku terkulai. Dan semunya terasa gelap. Dan di sini, di stasiun semua rasa masih ada. Benci, cinta , pertemuan, perpisahan dan juga rindu. Apakah aku berhak untuk merasakannya?



Catatan karyaku ini aku persembahkan 
pada almarhum ibuku yang selalu menungguku di stasiun saat senja di akhir pekan
dan aku tau Bu.....bagaimana rasanya menunggu! dan merindu!



7 komentar:

a-chen mengatakan...

no comments....
catatan karyanya bagus, takut komentku membuat jadi tak bagus... :-|

Irma Senja mengatakan...

Raa,...

jika dia sebuah buku yang takkan ada akhirnya,genapilah kisahmu.
Dengan happy ending ^_*

Thariq mengatakan...

ada sedih yang terasa sesaat setelah membaca tulisan ini mbak Ira...

aku gak tau harus berkomen apa disini...hiks...

Ninneta - MissPlum mengatakan...

sedih tiba2 aku mba baca nya....

Anonim mengatakan...

aku juga pernah mengalami masa lalu yang tak terselesaikan.. terus mengganjal sampai sekarang.. tentang pria yang kucinta di hati.. bukan kucinta untuk dinikahi.. (maaf ya para suami, salahnya sendiri brenti romantis setelah menikah :P)

Yunna mengatakan...

manis banget catatannya.......

dasir mengatakan...

ihiks ihiks, mb minta tisunya..