6 Feb 2010

DON JUAN : ANTARA JAKARTA DAN SOSIALITA


Beberapa minggu lalu di inbox FB sempat ada message dari salah satu kawan tentang pementasan pantomim Don Juan dan karya musik Cristoph Willibald Rotter von Gluck di Gedung Kesenian Jakarta. Sempat tertarik untuk menyaksikan, namun terkendala tak ada yang mengantar. Maklumlah…..aku akan lebih nyaman di lepas di hutan belantara dari pada belantara kota Jakarta. Hingga pada suatu saat sepupuku “sedikit memaksa” melihat pementasan ini dengan alasan, “Pemeran utamanya temenku dan juga guruku. Lihat yuk.....Jangan liat yang VIP di balkon juga nggak masalah”. Gayung bersambut. Dua saudara sepupu yang sama-sama ”gila seni” pun niat berangkat ke Gedung Kesenian Jakarta. Hujan dan jalan super macet tak jadi halangan. Kenapa? karena kita mengendarai motor. Hehehehehe........Dik Wan.....Hajar!!!!


Di halaman Gedung Kesenian Jakarta. Mobil berjajar dan motorku terparkir di bagian belakang Gedung. Mem-PD-kan diri. Dan beruntung memakai baju yang sedikit pantas untuk masuk ke gedung. Dan ternyata, karcis balkon sebesar 25 ribu rupiah sudah kosong. Dan yang tersisa hanya tiket VIP senilai 75 ribu rupiah. Waduh......75 ribu adalah angka yang besar untukku. Tapi karena sudah terlanjur datang, keinginan sangat besar serta sedikit bujukan tak apalah menjadi kaum “sosialita”. Sosialita.....? sepupuku tertawa. Hanya sebuah istilah.....tapi niatku memang ingin menikmati sebuah seni bukan untuk meninggkatkan derajat sosial. Hhhhmmmmmm.....untuk sementara tidak membeli buku dulu minggu ini. Tak apalah!

 aku copy dari sebuah situs dan aku duduk di tepat di bangku deretan tiga dari tengah

Pementasan ini merupakan Program Budaya Goethe-Institut Jakarta dan Institut Kesenian Jakarta yang merayakan ulang tahun ke 40. Sutradara pementasan kali ini adalah MILAN SLADEK (dengan koma di atas huruf a).Wow....alasan nekatku mengeluarkan dana lebih! Milan Sladek adalah salah seorang aktor teater dan pantomim yang terkenal di dunia (teater pastinya). Lahir pada tahun 1938 di Slavokia. Si pantomim, sutradara, penulis, pedagog dan pimpinan teater juga aktif sebagai pembuat topeng, penggambar dan pelukis. Lulus dari SMA dari Sekeolah Kejuruan Kesenian Bratislava dengan spesialisasi ukiran kayu pada tahun 1957. Pada tahun 1959, Slandek mulai bekerja di teater Burian dan mendirikan kelompok pantomim pertamanya. 11 Maret 1960 dia tampil untuk pertama kalinya. Dan pada 28 Mei 1974, Slandek membuka teater Kefka yang merupakan satu-satunya teater pantomim tetap Eropa Barat pada zaman itu. Dia jua mempelopori Festival Pantomim Internasional pertama ”Gaukler”. Reputasinya sudah tidak ada yang menandingi. Hebat........! Sladek datang ke Indonesia sejak tahun 1980-an di IKJ dengan muridnya waktu itu adalah Yayu AW Unru (pemeran Don Juan) dan almarhum Sena Utoyo. Persahabatan itu terjalin dan berpengaruh pada pendirian pantomime Sena Didi Meme yang benar-benar melegenda. Selama 15 tahun ia selalu kembali untuk mengadakan work shop. Dan Slandek kembali pada tahun 2008 atas undangan Komunitas Salihara. Dan pada tahun 2009, ia kembali datang memberikan work shop di IKJ yang menghasilkan karya, “Saya Ingin Berenang di Kali Ciliwung lagi”.

Pantomim dengan judul Don Juan memang Wah! Don Juan….siapa yang tidak kenal dengan nama ini. Don Juan adalah sebuah tokoh fiksi yang pertama kali diangkat dalam sebuah cerita Spanyol dikarang oleh pujangga Tirso de Molina dalam El burlador de Sevilla y convidado de piedra tahun 1630. Tokoh Don Juan terkenal sebagai laki-laki penggoda. Hobinya gonta-ganti pacar dan mempermainkan perempuan. Tetapi ketika suatu hari menggoda Donna Elvira, puteri sang Komtur. Maka Don Juan pun menjadi musuh besar sang Komtur. Terjadi duel antara keduanya hingga komtur tewas dan menyumpahi Don Juan dan berjanji akan balas dendam.
Sayangnya terkadang sebutan Don Juan diberikan pada pria atau laki-laki yang suka menghamburkan uang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Hhhmmmm, sounds familiar!

Sang Don Juan yang di perankan Yayu AW

Musik pengiring pantomime ini adalah karya Christoph Willibald Ritter van Gluck (171-1787). Dia adalah composer opera dari Jerman di abad 18-an. Gluck mereformasi opera Sria yang wkatu itu telah terkenal. Dalam komposisinya, Gluck lebih mengutamakan kejujura psikologis dari teksnya dan menempatkan musik di bawah alur cerita. Christoph Willibald Ritter van Gluck mewariskan sekitar 50 opera, beberapa karya balet dan instrumental. Karya yang tepenting antara lain “Orfeo ed Euridice”, “Alceste”, “La rencontre imprevue” dan “Don Juan” (yang dipentaskan kali ini). Dan dalam pementasan kali ini musiknya ditata oleh Budi Utomo Prabowo salah satu musisi yang mendirikan koor kamar Camerata Vocale jakarta.
Mantab........
Kisah pantomim dimulai Don Juan (Yayu Aw) dan pembantunya Leporello (Pungkas Banon Gautama) mengganggu seorang gadis pejual bunga  (Milan Taro Sladek). Hingga akhirnya Don Juan bertemu dengan Donna Elvira (Lilies). Cinta keduanya bersambut, namun di tentang oleh ayahnya, Komtur (Carolus Daris Gatot Rahmadi). Don Juan dan sang Komtur berperang hingga Komtur tewas. Don Juan meninggalkan Donna Elvira yang sedih dan binggung. Petualangan cinta Don Juan terus berlanjut. Saat ber piknik Don Juan bermain-main dengan dua perempuan muda yaitu Meo (Rahman) dan Palo (Andri Felani Sidiq) dan kemudian beralih ke seorang gadis desa Mog-mog (Michael Norris Kurniawan). Donna Elvira mencari keberadaan Don Juan hingga mengetahui jika kekasihnya adalah penggila wanita. Perasaan kalut membuat Donna ke makam ayahnya dan mengadu pada patung ayahnya yang belum diresmikan. Dan ternyata patung Komtur bisa bergerak. Hal itu di ketahui oleh Leporello dan dilaporkan ke Don Juan. Namun Don Juan tidak percaya malah menantang Leporello untuk mengundang patung itu datang ke pesta makan. 

suasana pesta makan Don Juan

Singkat kata, Don Juan mengadakan pesta makan dan perempuan-perempuan yang di sakiti oleh Don Juan hadir dengan menggunakan topeng termasuk Donna Elvira. Dan malam itu adalah malam pembalasan dendam terhadap Don Juan dan Donna Elvira memimpin pesta itu untuk mempermalukan Don Juan. Dan kejutan terakhir, patung sang Komtur datang ke pesta itu, memegang tangan Don Juan dan tidak melepaskannnya. Pesta sudah menjadi neraka. (akhir yang sangat menggembirakan buatku). Lelaki biasa yang mungkin sering bertemu dengan wanita yg luar biasa......

Sang Patung yang memberikan pelajarn pada Sang Don Juan

Hukuman dari sang Patung.....(patungnya manusia lo)

Lepas dari pementasan itu. Aku merasa duduk menjadi seorang nyonya besar Belanda dengan gaun anggunnya duduk di bagian yang tepat dan nyaman untuk menyaksikan sebuah pementasan pada jaman kolonial Belanda dulu. Hhhmmmmm.....seorang Ira yang hanya perempuan biasa dan bukan siapa-siapa mempunyai kesempatn untuk duduk di antara beberapa artis dan orang-orang patriat yang baru aku sadari setelah lampu balkon dinyalakan. Sosialita.....bukan!! bukan! Aku bukan seorang sosialita. Walaupun aku sering datang di beberapa acara itu pun hanya kebetulan dan tidak duduk di tempat VIP seperti saat ini. Tapi di bagian belakang tempat sound system diletakkan. Ah....biarlah malam ini aku sesekali menjadi ”wanita sosialita” dengan segala kenyamanan ini karena esok akan kembali menjadi perempuan biasa dan bukan siapa-siapa. Hmmmm.......membayangkan diri sebagai Donna Elvira yang berhasil meng ”kalah” kan seorang Don Juan”!!!!
 
 Sang Don Juan berhasil memperdayai perempuan-perempuan


Tiba-tiba saja aku merasa kembali ke beberapa tahun yang lalu. Dunia teater di Kampus Jember dan dunia teater di Banyuwangi. Pementasan sederhana. Dengan lampu yang di buat dari kaleng susu dengan warna-warna yang tercipta dari kertas minyak warna-warni. Kostum seadanya. Comot sana comot sini, bahkan punya tetangga pun bisa dipakai. Geber hitam yang tak terawat sering teronggok menjadi sarang tikus. Make up sedanya bahkan arang pun bisa langsung di pakai. Latihan dengan beberapa kali perubahan adegan. Properti yang fuich.....bisa dikatakan tak ada rotan akar pun jadi. Sound sytem yang suaranya ”sumber”. Diskusi kecil-kecilan setiap selesai pementasan dengan lesehan. Terkadang ditemani dengan seteko kopi dan gelas bersama disertai beberapa piring kacang rebus. Seandainya mereka berada bersamaku disini menikmati pementasan yang super spektakuler, tapi aku ragu apakah mereka akan diperkenankan masuk dengan pakaian yang “tak layak”?. Dan aku yakin kita akan sama-sama berdecak kagum melihat suguhan yang “berkelas” di sebuah Gedung Kesenian Jakarta dan dengan tiket termahal 150 ribu. Hhmmmmmmmm...sedangkan pementasan kami dulu termahal hanya 15 ribu! Bahkan pernah gratis sama sekali hanya untuk mengenalkan dunia teater pada “mereka yang muda”. Ah....apa kabar mereka sekarang? Apakah mereka masih tetep survive di tengah “jiwa yang penuh kekosongan sebuah seni”. Semoga!!!

Sebenarnya seperti aturan-aturan pementasan lainnya. Di larang keras mengambil gambar. Tapi dengan kenekatan dan keberanian saudara sepupuku, dan utak atik tanganku pada kamera kecilku di bawa kursi, akhirnya ada beberapa gambar yang berhasil di abadikan. Thanks dik Wan!!!!! Hhhmmmm......maaf ya saudara panitia. Kan yang terpenting tidak mengganggu dengan blitz dan suara. 

 
 Donna Elvira dalam kegelisahannya


Don Juan dalam hukuman


  
 Donna Elvira meninggalkan Don Juan


  
 Don Juan dalam kutukan


  
 All pemain......keren.....Aplaous berdiri untuk mereka....



  
 All Crew.....dibalik panggung

Seperti biasa di akhir catatakan kecil ada bentuk ke "narsisan"

  
 Aku dan sang "Don Juan"



  
 Huwaaaaaaa......nggak nyangka bertemu dengan orang yang sangat ku kagumi di dunia panggung



 
 Setelah lihat gambar ini aku baru sadar kalo dia adalah artis....ehhhmmmmm siapa ya namanya


Catatan kecil ini aku persembahkan kepada penggiat seni peran panggung
dan kawan-kawan seperjuangan di dunia teater Banyuwangi & Jember
I Miss U All
Bukankah hidup ini adalah panggung sandiwara?


6 komentar:

ceritatugu mengatakan...

inyong lihat pantomim hanya dari TV,kalau secara langsung belum pernah

catatan kecilku mengatakan...

Pertunjukan pantomim..? Jadi minus kata-2 dong mbak...?
Wah.., kenekadannya luar biasa deh.
Berhasil ngambil berapa foto tuh ?

the others.... mengatakan...

Mbak Ira ternyata penyuka seni.. pantas saja, selama ini tulisannya apik bener.

Alil mengatakan...

keren liputannya...
jujur.. hehehe.. sebagai penikmat seni emang harus jujur...

masichang mengatakan...

hicks..pingin bener liat theatre..............tambah pingin abis baca ini

jc mengatakan...

Warna panggungnya keren! Itu foto2 dapet sendiri atau ambil dari mana? Kalo dapet sendiri, boleh ambil gambar kah pada waktu pentas? Hehehe... saia kepengen nonton beginian, tapi di Surabaya sepertinya jarang.. *atau saya yang kuper?* hehe