1 Jan 2010

AKU RINDU PANTAI ITU......

Kita pernah berlari kecil sepanjang pantai itu Tak bergandeng tangan karena kita bebas menggerak kan tangan ini Saat aku melompat diatas ombak kecil,kau berkata,"Raa...inilah kebebasan! Karena kebebasan itu adalah lautan".
Aku tertawa keras,sangat keras hingga urat-urat leherku menegang kuat. Dan suaraku bersaing dengan ombak kecil dan akhirnya hilang. Kau tersenyum dan melemparkan pasir basah tepat di bahuku. Dan kita kembali ke dunia anak-anak, dunia yg penuh ketulusan dan kepolosan.
"Aku akan rindukan saat-saat seperti ini Die", ujarku disela-sela tawaku yang bebas. Pantai itu adalah pantai kita. Pantai yang tak sengaja kita temukan saat kita sedang gila bertualang. Dan kau namakan pantai itu pantai kebebasan. "Karena disini kita akan temukan kebebasan yang sejati". Dan kita selalu kunjungi pantai itu setiap sore diakhir pekan. Tak ada kata bosan. Padahal pantai ini sepi bahkan cenderung "wingit". Pasirnya hitam legam dan sering kita gunakan untuk memendam tubuh kita. "untuk mengurangi rematik",katamu. Tidak ada barisan pohon kelapa, hanya satu pohon Ketapang yang selalu mengering dimusim kemarau serta semak belukar yang jadi pagar alam dan memisahkan dunia luar dengan pantai kita . Tentu saja dengan latar belakang selat bali dan pulau Nusa Penida yang selalu tertutup kabut menjelang senja.
Kau ingat pernah mengajakku ke pulau tak berpenghuni itu,tapi aku menolaknya karena palung yg sangat dalam dan arus yg tak bisa dilawan dengan perahu kecil yang sengaja kau pinjam dari nelayan yg beristirahat dipantai itu. Kau tak memaksaku malah mengajakku mencari bibit pohon ketapang disisi lain pantai kita dan menanamnya tepat disamping Pohon Ketapang yg mulai mengering. "Atas nama persahabatan kita Raa".
12 tahun itu berlalu. Dan kini aku merindukanmu, merindukan pantai itu, merindukan Pohon Ketapang kita yang kini jaraknya ratusan kilometer dari tempatku berdiri sekarang. Kau berkata lautan adalah kebebasan tapi tidak untuk lautan didepanku. Lautan disini sesak, bahkan hanya cukup untuk kakiku berdiri. Walaupun pasirnya putih tapi tak kutemukan warna itu karena telah ditutup pavin-pavin yang ditata sedmikian rupa untuk memaksa memecah ombak sebelum waktunya. Fuich.....dipantai ini aku tak menemukan wajah tulus seperti wajahmu Die. Disini semua wajah terlihat munafik. Aku muak Die......tapi aku bisa apa?kakiku sudah dipancang tanpa bisa kugerakkan. aku berusaha memejamkan mata dan berusaha mencari suara nyanyian pantai. Gggrrrhhhgggrrrhhh.......aku tak juga menemukan kedamaian seperti dipantai itu.! Akhirnya aku berada dititik kepasrahan Membiarkan kakiku terpancang diatas pasir yang tertutup pavin. Memasrahkan diri mendengar ombak yg terpecah oleh beton. Menghabiskan akhir taun dan awal tahun dengan wajah yang tak kukenal dan penuh kemunafikan. Wajah yang tersenyum tapi menyibir dengan kesendirianku.
Fuich...aku kau Die dan juga rindukan pantai itu. Pantai Persahabatan kita......!


Pantai Cacacalan suatu senja : Ibu ku (Almarhum), Ratna (anak angkatku), dan Deny (Sahabat ku)

 
Pantai Cacalan : " Seperti Masa Kecilku"



Selat Bali : Pertama kali belajar mengambil gambar
 


Catatan ku tulis di Pantai Karnaval Ancol tepat sore terakhir di tahun 2009
dan
Catatan ini aku persembahkan untuk Pantai Cacalan ku dan Pantai Watu Dodol ku
Kedua pantai yang mengajarkanku mencintai Samudra

 


4 komentar:

Jhoni20 mengatakan...

met tahun baru ira........semoga segala keinginan bisa tercapai ditahun depan!!!!

wah pantai watu dodol ya pantes bisa melihat selat bali!?!?!?

Ivan Kavalera mengatakan...

Aku juga suka pantai. Terutama pantai Bira yang berpasir putih di Bulukumba.

Yusnita Febri mengatakan...

aku juga lebih suka pantai ketimbang gunung.. karena gunung lebih dingin.. :)
setidaknya tentang pantai Cacalan bisa jadi kenangan Indah mbak..

REYGHA's mum mengatakan...

Selamat Tahun Baru mba Ira, wah emang enak ya bisa lomba kenceng2an suara ma ombak laut....